Chapter 28

23 2 1
                                    

Rapat OSIS telah berakhir puluhan menit yang lalu, banyak anggota OSIS yang meninggalkan ruang rapat dan segera pulang. Namun, saat Gatra kembali ke ruangan itu untuk menyelesaikan catatan notulanya, masih terdapat beberapa siswa laki-laki yang bertahan di kursi mereka, termasuk Davin yang duduk santai di sudut sambil berbicara dengan teman-temannya.

Gatra tidak terlalu memperhatikan mereka, fokusnya hanya tertuju pada laptopnya masih menampilkan lembaran kerja. Sebelum pulang dia harus merapikan dokumen-dokumen yang masih terbuka itu dan segera keluar ruangan.

Gatra duduk kembali dengan tenang di kursinya sambil menghela napas lalu memusatkan konsentrasi ke layar monitor. Suara obrolan dari Davin dan teman-temannya terkadang mengganggu fokus Gatra. Mungkin karena Gatra adalah orang yang tidak suka ikut campur dan cenderung hanya diam, isi percakapan mereka semakin jelas seakan tidak sungkan jika topik obrolan mereka didengar oleh Gatra. Hal yang sangat mengganggu lagi adalah isi obrolan mereka yang menyinggung banyak siswi dengan cara yang tidak sopan. Topik mereka beralih dari satu gadis ke gadis lain, membahas tentang fisik dengan komentar-komentar yang sangat tidak sedap didengar.

Gatra sudah biasa dengan hal ini karena beberapa kali sebelumnya mereka berkelakukan sama saat berada di ruangan OSIS setelah rapat berakhir. Ruangan ini cukup tertutup dan kedap suara, fasilitasnya cukup bagus dibandingkan ruang belajar. Tentunya dengan bergosip tidak akan ada orang yang mendengarnya dari luar. Namun, tetap saja masih ada Gatra di sana.

Gatra memilih untuk menepis semua komentar-komentar negatif yang terus-menerus bergaung di ruangan dan tetap fokus pada pekerjaannya, dia tidak punya urusan untuk ikut campur dengan mereka dan membuat banyak perkara yang merepotkan. Awalnya seperti itu, sampai nama Aufell muncul dari mulut Davin dan mereka mulai mengomentari tubuh gadis itu dengan candaan yang tidak pantas, seolah-olah hanya objek untuk dinilai.

"Menurut kalian, Aufell cakep banget enggak sih kalau diliat dari belakang." Davin mulai menyebut nama Aufell sebagai bahan bahasan mereka dan tersenyum miring.

"Iya, Bro. Body-nya mantep banget, pantes banyak yang ngincer," balas salah satu temannya dengan nada bercanda. "Apalagi kalau dia lagi pakai seragam olahraga, beuh ... jendela kelas auto penuh sama anak cowok yang pada ngintip."

Davin mengangkat alisnya sambil mengingat sesuatu. "Gue sering liat dia olahraga, cuman emang kayaknya lebih sibuk bikin konten daripada olahraga beneran, hahah."

"Tapi, serius. Aufell tuh kayak beda level sama cewek-cewek lain. Kagak ada yang punya badan gitar spanyol dan cakep begitu selain dia, putih mulus lagi. Siapa yang kagak ngiler ngeliatnya?" kata salah satu sambil bersandar di kursinya.

"Setuju banget, apalagi kalau dia update di IG, fotonya banyak yang buka-bukaan. Pas liat like ternyata banyak cowok dari sekolahan kita," sambung Jayen dengan semangat.

"Ya, yang penting followers, bos. Soalnya kalau udah cantik gitu mah, tinggal pamerin dikit, pasti cowok-cowok pada nge-follow," kata yang lain sambil menepuk pundak Davin.

Davin tersenyum sambil menggelengkan kepala, "Padahal tuh cewek sebenarnya biasa aja. Cuma kebetulan aja banyak yang demen. Kalau bukan karena badannya, siapa yang bakal demen?"

"Lah? Bro! Kan dia bisa begitu karena tahu caranya pamer! Dia tahu caranya ngejual biar banyak yang mau!" sambung teman yang duduk di sebelah Davin dengan semena-mena.

Davin terkekeh, dia pun melanjutkan, "ya, kalau modalnya cuma tampilan doang sih gampang. Coba aja lihat, pasti biasa aja. Nggak ada bedanya sama cewek-cewek lain."

Gatra sudah mulai tidak tahan berada di tempat duduknya sembari mendengar semua komentar mereka pada salah satu anak populer di kelas satu. Dia sudah tidak bisa lagi fokus pada pekerjaannya sekarang karena merasakan gejolak penolakan dari dalam dirinya sedari tadi. Meskipun yang dibicarakan bukan siapa-siapanya Gatra, lelaki itu tetap merasa tidak nyaman. Kata-kata mereka bagai pisau kecil yang perlahan menyayat telinga. Semakin ringan kata-kata itu keluar dari mulut mereka, semakin terasa mengganggu bagi Gatra. Dia seharusnya melanjutkan pekerjaan ini di rumah saja.

Elliot's Hidden CharmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang