Chapter 22

37 4 1
                                    

Halo guys!! udah lama nih kita enggak ketemu lagi!

kira-kira udah lebih satu bulan ini aku enggak update. Aku harap kalian enggak keburu hapus cerita ini di library kalian. wkwkwkw.

aku mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya bagi kalian yang masih setia nungguin EHC sampai hari ini meski mungkin Authornya menghilang dari peradapan cukup lama. wkwkw.

Cerita ini hanya punya segelintir pembaca, tapi kalianlah alasanku untuk tetap nerusin karya ini. Makasih juga untuk comment dan vote kalian yang telah lalu. Sampai mungkin karya ini populer (amin!) aku bakal tetap ingat kalian.

Kita ketemu lagi di update selanjutnya, happy reading time!!

*
*
*
*
*

Aufell memeriksa penampilannya terlebih dahulu sebelum ia melenggang masuk ke kelas. Pagi ini, seperti biasa, dia tiba lebih awal demi menemui seorang lelaki yang menjadi pujaan hatinya. Aufell sudah mengakui bahwa dia sedang jatuh hati kepada seorang lelaki berkacamata yang dari kelasnya. Tiap kali laki-laki itu terlintas di benak Aufell, hati gadis jelita itu selalu penuh dengan bunga. Berbagai angan dan khayalan bersenda gurau dengannya yang selalu salah tingkah.

Pagi ini langit mendung dan turun hujan deras, tetesan air yang berhasil membasahi seragam Aufell waktu keluar dari mobil meninggalkan bercak basah pada kain pakaiannya. Rambutnya juga sedikit lepek karena ikut terkena hujan dan mungkin seragamnya akan apek. Untungnya polesan riasan wajahnya tidak luntur sama sekali. Hari hujan tidak membuat suasana hati Aufell menjadi suram, bahkan dia sangat antusias untuk berangkat ke sekolah hari ini.

Dengan langkah penuh percaya diri, Aufell masuk ke ruang kelas. Matanya menjeling ke arah bangku paling belakang dan pojok, langsung mencari keberadaan seseorang yang pasti sudah duduk di sana.

Benar saja, Elliot telah tiba lebih dahulu dan duduk di kursinya saat Aufell masuk. Hari ini dia tampak sangat cemerlang dan mendebarkan hati. Rambutnya ditata dengan rapi ke belakang, memperlihatkan jidat dan alis yang terbingkai dengan kacamata. Sorot mata Elliot yang tenang dan dingin dibalik lensa kacamata itu bergulir perlahan ke arah Aufell, menangkap keberadaan perempuan itu yang sudah ada di kelas. Kepalanya mengangguk pelan dengan garis bibir yang tertarik tipis di wajahnya, menyapa Aufell yang baru saja datang.

Aufell langsung mengembangkan senyuman terbaiknya dan melambaikan tangan untuk membalas sapaan Elliot yang tampak sedikit niat. Perempuan itu lalu berbalik badan dan duduk di kurs miliknya. Mau seberapa lama gadis itu melihat, pesona Elliot dari hari ke hari semakin menguat. Aufell tidak bisa mengelak jikalau ada orang lain yang sudah mulai menyadarinya. Oleh karena itu, Aufell merasa ia harus melakukan sesuatu sebelum didahului orang lain. Perasaan kagum dan khawatir tumbuh bersamaan di dalam hati Aufell seiring dia memperhatikan laki-laki itu dalam diam.

"Ayo! Siapa lagi yang mau jawab?" Ibu Kirana menatap murid-murid dengan wajah menyelidiki, nada suaranya dan arah matanya seolah menekankan satu per satu dari anak-anak di hadapannya harus maju ke depan untuk menyelesaikan soal Ekonomi.

Kursi di samping kiri Aufell berderit bersamaan dengan Naomi yang perlahan berjalan ke papan tulis, gadis itu mengajukan dirinya untuk mengerjakan soal terakhir setelah tidak ada lagi yang mau maju ke depan. Soal terakhir itu merupakan soal dengan langkah pengerjaan paling panjang dan sedikit rumit, itulah kenapa soal itu menjadi yang terakhir dikerjakan. Tampaknya semua murid enggan repot-repot menjawabnya sebelum akhirnya Naomi yang dengan senang hati membawa buku catatannya untuk menyalin soal yang telah ia kerjakan.

Saat itu, Elliot baru saja selesai menulis jawaban nomor 5, lelaki itu kemudian menyerahkan spidol kepada Naomi yang berdiri di sampingnya. Naomi mengangkat tangannya, jemarinya mengambil spidol dari tangan Elliot.

Elliot's Hidden CharmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang