Jam berdentang dua belas kali ketika pintu itu diketuk untuk pertama kalinya.
Sarah terbangun dengan perasaan berat. Jam di dinding kamarnya menunjukkan tepat pukul dua belas malam. Ketukan di pintu terdengar lagi—dua kali, cepat dan pasti. Ia merasakan perasaan aneh merayap di punggungnya. Siapa yang datang di jam seperti ini?
Dengan langkah ragu, ia berjalan menuju pintu depan. Ketika pintu terbuka, seorang pria berjas hitam berdiri di sana tanpa ekspresi. Ia memegang sebuah kotak kecil yang terbungkus rapi dengan kertas cokelat.
“Ini untukmu,” kata pria itu dengan suara datar.
Sarah mengernyit, tapi ia menerima kotaknya. Begitu kotak itu terbuka di tangannya, terlihat sebuah jam saku tua. Jarumnya berhenti tepat di angka dua belas.
Sarah menatap jam itu lama, merasakan ketidaknyamanan samar tapi tak dapat dijelaskan. Namun, rasa kantuk masih terlalu kuat. Ia menutup kotaknya dan kembali tidur.
---
Jam berdentang dua belas kali ketika pintu itu diketuk untuk pertama kalinya.
Sarah membuka matanya dan langsung duduk tegak di tempat tidur. Ini seperti deja vu. Ia merasa sudah mengalami hal ini sebelumnya. Ketukan di pintu terdengar lagi—dua kali, cepat dan tegas.
Dengan hati-hati, ia menuju pintu depan. Pria yang sama berdiri di sana, kotak yang sama di tangannya.
“Ini untukmu,” katanya, ekspresi dan suaranya sama persis seperti sebelumnya.
Sarah menerima kotaknya dengan ragu. Kali ini, saat ia membuka kotak itu, jam saku di dalamnya berdetik—sekali—lalu mati. Jarum berhenti di angka dua belas.
Tubuhnya menegang. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa peristiwa ini terulang persis sama?
Saat ia mencoba memikirkan jawabannya, pikirannya terasa kabur. Hari itu berlalu begitu saja, seakan tersedot ke dalam kekosongan.
---
Jam berdentang dua belas kali ketika pintu itu diketuk untuk pertama kalinya.
Sarah terbangun dengan pekikan. Ia tahu pasti—ini bukan mimpi. Ini adalah lingkaran waktu yang aneh dan mengerikan. Ketukan di pintu kembali terdengar. Kali ini, ia tidak menunggu. Ia bergegas membuka pintu dengan kasar.
“Kau siapa?!” serunya, marah dan panik.
Pria itu tetap tidak bereaksi, hanya menyodorkan kotak yang sama. “Ini untukmu,” katanya datar.
Sarah mengambil kotak itu dengan kasar, lalu melemparkannya ke lantai. Kotaknya jatuh dengan bunyi keras, tapi tidak rusak. Pria itu tetap berbalik dan pergi tanpa berkata apa-apa.
Saat Sarah menutup pintu dan berbalik, kotak itu tiba-tiba sudah ada di meja ruang tamunya—terbuka. Jam saku di dalamnya berdetik cepat, tik tik tik, seperti menghitung mundur sesuatu.
“Berhenti! Berhenti!” jerit Sarah, menutup telinganya. Tapi suara detakan itu terus menggema di pikirannya, semakin keras hingga ia merasa akan gila.
---
Jam berdentang dua belas kali ketika pintu itu diketuk untuk pertama kalinya.
Sarah berbaring diam di tempat tidur. Tidak ada gunanya melawan. Ketukan itu akan selalu datang.
Dengan napas berat, ia bangkit dan membuka pintu tanpa ragu. Pria berjas hitam itu masih di sana, memegang kotak yang sama.
“Kau harus memilih,” kata pria itu. “Terima, atau waktu akan terus mengulang.”
Sarah menatap kotak itu dengan mata merah dan lelah. Tangannya gemetar saat ia menerimanya.
“Apa yang terjadi jika aku buka?” tanyanya lirih.
“Jam di dalamnya akan berhenti,” jawab pria itu, “dan dengan itu, sesuatu dalam hidupmu akan hilang. Selamanya.”
Air mata mengalir di pipi Sarah. Ia tahu, tidak ada jalan lain. Dengan tangan gemetar, ia membuka kotak itu.
Jam saku di dalamnya berdetik sekali, dua kali, lalu berhenti di angka dua belas. Seketika, Sarah merasakan sesuatu hilang—kenangan tentang seseorang yang ia cintai. Tapi siapa? Ia tidak tahu. Yang tersisa hanyalah kekosongan di dalam dadanya.
Saat pria itu berbalik dan pergi, ketukan di pintu tidak lagi terdengar. Waktu akhirnya bergerak maju. Tapi bersama dengan itu, sesuatu telah hilang—sesuatu yang tak akan pernah bisa ia pulihkan.
---