Up!
Vote!
Comment!
Happy reading! ‹3
💚🔙💚
•••Malam ini Hendery mengajakmu untuk makan malam bersama di rumah orang tuanya. Orang tua yang pernah kamu panggil 'Papa' dan 'Mama'. Orang tua yang kamu hormati, dan kamu sayangi seperti orang tuamu sendiri.
Awalnya, kamu menolak ajakan tersebut. Tentu, karena kamu belum memiliki kepercayaan diri yang cukup untuk berdiri di hadapan keluarganya lagi setelah satu tahun lamanya. Keretakan rumah tanggamu dengan Hendery tentu diketahui oleh keluarganya, namun mereka tidak ikut campur dan membiarkan kamu dan Hendery menyelesaikannya sendiri. Hal ini lah yang membuatmu merasa malu terhadap keluarganya. Terlebih, semua yang telah terjadi hanyalah sebuah kesalahpahaman. Kamu merasa malu untuk kembali setelah sebelumnya kamu lah yang memutuskan untuk pergi.
Saat ini pun, hubunganmu dengan Hendery tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Tidak ada kemajuan yang berarti karena kamu yang sedikit memberikan jarak secara sengaja. Bukan karena tidak ingin kembali, tapi kamu... hanya merasa belum siap. Terlebih, pertemuan dengan orang tuanya, membuatmu merasa semakin kecil dan tidak pantas.
Namun, dengan jurus rayuan jitu milik Hendery, mau tak mau, kamu akhirnya berdiri juga di sampingnya saat ini, berdiri menatap pintu masuk sebuah rumah megah yang sangat familiar bagimu. Ya, ini adalah kediaman orang tua Hendery, mantan mertuamu.
Kamu datang mengenakan blouse putih dan rok biru muda di bawah lutut. Rambutmu hanya kamu gerai begitu saja dengan satu jepit pita hitam di sisi kiri. Sedangkan Hendery, ia memakai turtle neck rendah berwarna putih bergaris hitam dengan celana santai berwarna hitam. Ia terlihat begitu menawan meski hanya berpakaian santai seperti ini.
Hendery menoleh, menatapmu yang jelas terlihat sedang gugup. Ia menuruti permintaanmu untuk tidak langsung masuk ke dalam sana karena kamu harus menyiapkan diri. Ia pun tersenyum kecil lalu meraih tanganmu untuk ia genggam. Gerakannya membuatmu mendongak, balas menatapnya dengan kedua mata risaumu.
Hangat genggam Hendery membuat degupan jantungmu yang menggila berangsur normal. Jemari besar itu menggenggam dengan lembut, memberimu ketenangan dan keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Kamu ngga lupa kan kalau mereka jauh lebih sayang sama kamu daripada sama anak mereka sendiri?" tanya Hendery begitu jenaka.
Kamu mendengus kecil, "Tapi semuanya udah berubah, Dery. Mereka pasti benci sama aku, aku yang maksa pergi waktu itu, aku takut..."
Lelaki pimpinan PT Dikta Purnama itu menggeleng tak setuju, "Ngga ada yang berubah, mereka masih sama. Mungkin malah kangen, udah setahun lebih mereka ngga ketemu kamu."
"Tapi..."
Hendery mengeratkan genggamannya, memberimu senyum manis yang begitu tampan. "Hey, ngga ada tapi. Percaya sama aku, semuanya bakal baik-baik aja. Aku di sini, di samping kamu, jadi kamu ngga perlu khawatir, okay?"
Kamu terpaku, menatap lengkung manis di bibirnya. Dua mata yang berbinar menatapmu penuh kasih sayang, membuatmu tak mampu berpaling barang sedetik. Kamu jadi terpikirkan satu hal. Sejak kapan Hendery bertambah semakin tampan seperti ini?
Adalah sebuah hipnotis, yang kamu yakini Hendery perbuat padamu hingga kamu mengangguk dan membiarkan tubuhmu dituntunnya untuk memasuki bangunan megah di hadapanmu ini.
°°°
Kamu duduk dengan begitu tidak nyaman oleh rasa gugup dan debaran jantung yang menggila. Ternyata, tidak hanya orang tua Hendery di sini, namun kakak perempuan beserta suaminya pun turut hadir, duduk bersama melingkari sebuah meja besar di ruang makan. Sebenarnya mereka sudah menyambutmu dengan begitu hangat. Ibu Hendery bahkan tersenyum begitu lebar ketika melihatmu datang sembari menarikmu dalam pelukan, berkata bahwa ia sangat merindukanmu. Begitu pula sang ayah yang menatapmu dengan senyum lega. Kamu segera ditarik ke arah ruang makan. Ibu Hendery memanggil asisten rumah tangganya untuk segera menata menu kudapan makan malam ke atas meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life 🔙 2'nd Chance with Hendery
Fanfiction《SLOW UPDATE》 "Aku mencintaimu. Cukup percayai dua kata itu, karena aku tidak pernah berpikir untuk menyimpan dusta dalam dua kata sakral tersebut. Meski kita berpisah, meski kita pernah saling menjauh, tapi kamu harus tahu, hatiku hanya milikmu."...