01 ; in the middle of the grass field

17 8 8
                                    

Jogja, 14 February

Kudengar alarm ku berbunyi. Sudah menunjukkan pukul 8.00 pagi. Ah, saatnya bekerja untuk Dewa. Diriku pun langsung bergegas mandi dan menyiapkan perlengkapan foto. Seharusnya ku siapkan dari malam agar tidak terburu-buru.

dring dring!

Handphone ku berbunyi. Ternyata ada panggilan masuk dari sang pujaan hati. Sembari menggosok gigi akupun mengangkat telepon darinya.

“Halo, sayang. Kenapa?" Tanyaku.

"Kamu kemana aja daritadi? Baru bangun? Ga lihat chat dari aku, ya? Buruan lihat!" Bentak pacarku. Aku terkejut, sangat sangat terkejut. Baru kali ini aku dibentak olehnya.

Aku melihat jam pada layar handphone, tidak terlambat kok. Janji pertemuan kami pukul 11, masih ada sisa beberapa jam untuk bersiap-siap.

Karena perintahnya, akupun membuka roomchat ku dengan Dewa. Dan betul, ternyata ia sudah mengirimkan ku beberapa chat dan telepon saat aku sedang tidur. Ah, harusnya aku bangun lebih awal.

Ia marah padaku. Sangat marah. Ketikannya terkesan sangat angkuh. Ia memajukan jam pertemuan menjadi jam 8 karena sesuai dengan aplikasi cuaca, jam 11 akan turun hujan.

Aku menjadi tergesa-gesa. Dengan cepat, aku memohon maaf kepadanya dan akan pergi secepat mungkin. Dewa hanya melihat pesanku. Aku abaikan saja, lha.

*****

Sesampainya disana, aku sangat terpesona dengan keindahan pemandangan ini. Padang rumput yang sangat amat luas, angin yang berhembus lembut, dan cuaca terik yang membuatnya sangat indah. Ah, aku ingin foto prewedding disini!

Aku menelepon Dewa. Aku sudah celingak-celinguk mencari keberadaannya, tetapi tak ketemu jua.

"Halo, Dewa. Kamu dimana? Aku udah disini, nih" ujarku. Hening, tidak ada jawaban. Panggilan terputus, ternyata ia yang mematikan teleponnya. Akupun merengutkan kening, terheran-heran dengan tingkah Dewa akhir-akhir ini.

Aku terkejut dan menoleh kebelakang. Ada yang menepuk pundakku. Oh, Dewa ternyata. Aku menghela nafas lega, tak perlu lagi aku susah-susah mencarinya.

Tapi tunggu, mengapa ia memakai setelan jaz berwarna cream? Rambutnya terlihat disisir rapih, muka yang cerah serta jaz yang berukuran pas di badannya.

Aku lagi-lagi terheran-heran. Alisku merengut, hampir ingin berbicara tetapi omonganku dipotong olehnya.

"Sudah? Yuk." Ujarnya.

Tangannya menarik tangan mungil ku dengan cepat. Ia berlari dengan langkahnya yang panjang. Sedangkan aku? Hanya menjalani apa yang sekarang tlah terjadi walau terheran-heran.

Kami berhenti pada.. suatu gelaran karpet bernuansa vintage? Ya, aku rasa begitu. Aku mengernyitkan dahi, kebingungan. Aku mengira foto shoot kali ini bernuansa formal, tetapi berbanding terbalik dari yang ku duga.

Aku melihat sekeliling. Diantara padang rumput yang kulihat, ada seorang wanita cantik nan lugu disana terduduk diam di kursi kecil. Ia terlihat menunduk menghindari panasnya matahari.

"Aku bisa jelasin nanti. Aku bisa bayar 2x lipat, tapi tolong kerjasamanya ya? Aku mohon" Ucap lelaki yang berdiri sedari tadi di hadapanku.

"Ga, aku minta penjelasan sekarang. Aku ga bakal kerjasama kalau keadaannya begini!"

Dia berdecak kesal, menghela nafas kasar. Ia menatapku kesal sembari mengisyaratkan dengan raut wajahnya 'kenapa?'

in the rain field. 4330Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang