Setelah mengantar kembali Felicia ke kamar inap Helen, Elza bergegas ke apotek dekat rumah sakit itu untuk menebus obat yang di resepkan dokter tadi. Tapi di tengah perjalanan ia berhenti.
"Eh gue punya uang gak ya? Alamak mana belum ngurus administrasi si Helen lagi" Elza menepok jidatnya karena merasa kesal akan kelemotan otaknya ini dalam memproses situasi.
Tanganya meraba bagian tubuhnya yang kira-kira ada terdapat dompet, ternyata dompetnya berada di saku belakang. Dengan perlahan ia membuka isi dompet.
"Wahh.. dompet kulit cuk!" Excited melihat bahan dari dompet itu. "Tapi isi recehan, jangkrik!" Umpat Elza tidak tahan melihat isi dompetnya yang tidak sesuai ekspektasinya.
"Tapi ni ada beberapa kartu kredit, kali aja ada isinya" mata Elza berbinar melihat harapan lain dengan adanya beberapa kartu kredit di dalam dompet itu. Namun etensinya tertuju pada foto kecil yang terdapat di dalam dompetnya.
Ada foto pernikahan antara Maherza Gustav dan Helen Youza, mereka terlihat mesra dan tentunya wajah Maherza terlihat sangat bahagia di foto tersebut. Tapi mengapa si berengsek ini malah sering berbuat kasar pada Helen dan anaknya, terlebih lagi kini Helen dalam kondisi mengandung.
Elza tidak begitu tau rincinya karena cerita di film donghua yang ia tonton hanya sedikit menyorot kisah mereka di awal pernikahan sampai pada terjadinya kebangkrutan yang dialami oleh si berengsek karena di tipu, ditambah tekanan keluarganya. Membuat ia melampiaskan amarahnya ke Helen dan anaknya yang membuat anak pertama mereka mati dan kandungan Helen keguguran, sehingga itu membuat Helen terguncang, tidak sampai di situ. Karena gesakan keluarganya yang terus menuntuk untuk mencerikan Helen si wanita tidak berguna membuat ia menjadi semakin tidak menyukai Helen.
Karena itu Maherza resmi menceraikannya, perbuatan itu menumbuhkan dendam yang membara di diri Helen, membuat tekat Helen semakin kuat untuk balas dendam atas kematian anaknya, dengan mengandalkan koneksinya entah darimana membuat ia berhasil menculik Maherza dan menyiksanya dengan pelan-pelan dan memutilasi hidup-hidup Maherza tanpa membiarkan ia menghembuskan napas dengan mudah.
Sampai kematian Maherza Gustav tidak juga membuat ia merasa puas, sehingga ia menargetkan keluarga besar dari Maherza Gustav untuk memuaskan ia dan menguapkan dendam yang ada dalam dirinya, namun di pertengahan aksinya menghancurkan keluarga Maherza, ia malah bertemu dengan pria yang menghadirkan air di hidupnya yang gersang dan perlahan memadamkan api dendamnya yang membara dan cerita di film itu berakhir happy ending.
Entah berapa lama Elza tenggelam dalam pikirannya, sampai ia tersadar saat bola mengenai kakinya.
"Maaf paman" ucap bocah laki-laki yang memakai baju pasien dan menggunakan kupluk kepala. Terlihat ia tengah tersenyum sumringah walau wajahnya agak pucat.
"Tak apa boy" senyum bocah itu menular ke Elza dan ia mengelus bahu sang bocah. Dengan perlahan bocah itu berlari menjauh dari Elza.
Senyum Elza masih terpatri melihat kepergian bocah itu, dengan langkah pelan ia juga pergi berlawanan arah dari bocah itu.
"BTW kata sandinya apa ya cuy? Ini gue kaga di kasih ingatan sama ni batang tubuh kah? Kaya yang di renkarnasi-renkarnasi yang sering gue baca." Gumam Elza di depan ATM.
"Eh goblok ini kan dari film bukan cerita, tapi kan biasanya film juga dari cerita ya. Auah pusing gue cuy hidup disini"
"Ok, mari kita gunakan intuisi aja, kali aja gue bisa kan" kekeh Elza memejamkan matanya dan mengandalkan naluri tubuhnya saja.
Dan yap, benar saja, ia benar-benar berhasil membuka pint ATM tersebut dan tentunya membuat senyuman terbit di wajahnya.
"Uhuuyyy berhasil cuk!" Tawa girang Elza, saking senengnya sampai ia melompat-lompat kecil. "Ok, lanjut liat saldonya berapa, dan HAP..." senyuman yang tadinya tercetak jelas di kini sirna dalam sekejap mata saat melihat angka nol yang tertera.
"Hahaha.. masih ada ATM lain bestei!" Elza tetap optimis dan mencek ATM yang lain.
"Arghh Tai Lasoo!" Umpat Elza keluar dan menendang kaleng soda yang tergeletak di dapanya.
"Bank ATM elit, isi duit syulid!" Frustasi Elza menengadahkan kertas berwarna biru.
Balum keluar kata di bibir Elza, ia malah di kagetkan oleh suara pria dewasa.
"Woy! Kamu ya yang nendang kaleng soda ini"
Sontak Elza menoleh ke sumber suara, telihat pria besar berotot yang menatapnya nyalang. Elza meneguk ludahnya gugup melihat pria itu.
Entah respon tubuh Elza yang cepat atau otaknya yang mulai bekerja semestinya, ia kini tengah berlari kencang dan di tikungan ia meloncat ke arah parit untuk bersembunyi.
"Hah.. hah.. sumpah tu orang ngeri banget cuk" Elza berusaha mengisi paru-parunya yang kekurangan pasukan oksigen secara drastis akibat berlari menghindari pria berotot tadi karena takut di geprek.
Saat tidak sengaja tatapan Elza mengarah ke arah bungkus snacks di parit yang tengah ia tempati, yang untung parit itu kering dan tidak ada aroma memabukan. Dengan melihat hal itu membuat cahaya lampu menerangi otak Elza. Ia mengingat kalau Maherza memiliki orang tua tajir. Dengan cepat Elza meraba saku celananya mencari keberadaan handphone, setelah menemukannya dengan cepat ia mencari kontak orang itu dan benar saja ada tertulis PAPAH JO TAMPAN.
Alis Elza mengernyit melihat tulisan yang sangat kontras dari kontak lain, namun ia tak ambil pusing dan langsung menekan tombol telepon, setelah beberapa nada dering berbunyi akhirnya ada suara orang di seberang sana.
"Halo, ada apa Maherza? Apakah kamu ingin meminta uang lagi?" Tanya orang di seberang dingin.
"Hehe.. benar sekali Papah, apakah Papah titisan cenayang?" Kekeh Elza dengan nada santai namun sedikit canggung saat mengucapkan kata Papah dalam menanggapi pertanyaan Papah pemilik raga yang tengah Ia tempati.
"Dasar anak tidak berguna! Aku akan mengirimkan uang 500 juta, ini yang terakhir kalinya aku mengirimkan uang. Dan berhentilah menjadi beban. Kau memalukan aku di keluarga besar, kembalilah bekerja dan ceraikan saja istri tidak bergunamu itu, Celin masih mau menerimamu. Dengarkan, perintah Papah!" Ucap Papah Jo di seberang sana panjang lebar dan langsung mematikan sambungan telepon secara sepihak.
Elza ternganga mendengarnya, ia reflek mengatupkan mulutnya saat melihat seekor lalat akan melakukan ekspedisi ke dalam mulutnya yang berbau surga. Hiyahh surga gak tu. Terdengar notif masuk ke handphone Elza, saat ia melihat ternyata itu notif transfer yang masuk ke akunya.
"Anjirt! dewi portuna memberkati" jerit Elza tidak tertahan saat melihat jejeran nol di belakang angka 5. Baru kali ini ia melihat angka tersebut di akun rekeningnya. Ralat, lebih tepatnya rekening milik Maherza Gustav, saking terkejutnya ia sampai gemetar melihat angka tersebut.
"Selama gue idup, ga pernah gue dapat uang segini cuk. Sampai gue mati pun kaga pernah, untuk gue idup lagi jadi gue bisa liat nol segini banyaknya selain di buku tugas gue sekolah dulu" dramatis Elza dengan air mata angin yang diusapnya.
"Oke gass, oke gass! Mari kita nebus obat" semangat Elza berdiri dari jengkoknya di parit sedari tadi. Dengan sedikit berlari dan senyum-senyum ia menuju apotek dengan tatapan aneh dari orang-orang sekitar.
****
"Ok aaa.. Ayah suapin Cia" ucap Elza menyodorkan sendok ke arah Felicia walau ada perasaan aneh menyebut dirinya Ayah padahal dulu gendernya adalah perempuan.
"A-ku bisa ma-kan sendiri ayah" ucap Felicia gugup mendapat perlakuan Elza yang notabennya menempati raga Maherza Gustav selaku ayah kandungnya.
"Diam lah, kamu lagi sakit, dan Ayah yang akan menyuapi kamu, paham" tegas Elza agar Felicia menuruti kemauannya.
Terkesan egois memang, namun Elza menyadari Felicia kini tengah demam dan tidak bertenaga. Itu terbukti saat Elza melihat Felicia minum dengan agak gemetar saat ia tadi menyerahkan botol minum untuknya.
-01112024
KAMU SEDANG MEMBACA
Punarjanman
Teen FictionKematian adalah takdir tapi aku membantah itu karena bukannya mati dan naik ke surga aku malah memasuki tubuh orang lain. Ini bukan kematian namanya melainkan renkarnasuu! Dan jika aku di berikan kehidupan kembali kenapa aku hidup sebagai orang yang...