Fajar sudah menyingsing, menampakan cahaya hangat seolah ingin melupakan segala kesuraman yang pernah ada. Udara segar memasuki rongga dada Maherza setelah keluar dari ruangan yang mencekam serta menghipit dadanya untuk mendapatkan oksigen secara normal.
Maherza tengah berdiri di depan rumah sakit, di gendonganya ada Felicia yang menguap mengerjapkan matanya setelah baru saja bangun. Maherza, dengan semangat baru, mengajak Cia keluar untuk sekedar menghirup udara segar dan mencari sarapan. Ya, walaupun tanpa seizin Helen. Ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Cia yang sempat renggang karena perlakuannya yang kasar dulu.
"Selamat pagi cantik" sapa Maherza mengelus surai rambut Felicia yang tengah mengucek mata.
"A-ayah ini.. ini dimana?" Tanya Felicia takut.
"Kita di depan rumah sakit sayang, kita cari sarapan dulu, abis itu baru Cia minum obat" senyum Maherza menentengkan keresek wadah obat Felicia.
"Ta-pi Mama di dalam Ayah" menoleh di belakang, mengkhawatirkan Helen.
Maherza tersenyum bangga saat anak seusia Felicia yang begitu perhatian terhadap orang tuanya "Ayah sudah ninggalin catatan di meja dekat mama kamu, sekarang kita cari makan dulu ya" menenangkan kekhawatiran Felicia.
"Iya Ayah" sahut Felicia mengeratkan pelukannya di leher Maherza saat Maherza berjalan menuju salah satu warung makan yang sudah buka di dekat rumah sakit.
Setelah mereka sarapan bersama dan Cia sudah meminum obatnya, Maherza berpikir untuk mengajak Cia jalan-jalan di sekitar taman rumah sakit, agar Cia bisa lebih akrab lagi dengannya. Dibalik ajakan jalan-jalan itu terdapat alibi seorang Maherza yang mengulur waktu agar tidak cepat bertemu Helen.
"Jalan-jalan, yuk. Cia pasti suka ngeliat bunga, dan nanti kita main ayunan di taman" ajak Maherza lembut.
"Em, tapi mama udah lama kita tinggal sendirian ayah" ucap Cia menunduk memainkan jari-jarinya.
"Ah, mama tidak sendirian sayang. Mama di temenin perawat ko" bujuk Maherza agar mau lebih lama di luar ruangan.
Cia ragu-ragu, tapi akhirnya ia mengangguk. Mereka berjalan menyusuri trotoar, dengan Cia yang berada di gendongan Maherza menikmati suasana pagi yang tenang. Saat asik berjalan-jalan dan Maherza melontarkan segala macam celotehnnya untuk mencairkan suasana, yang ditanggapi seadanya oleh Falicia karena masih merasa canggung terhadap sikap Maherza sekarang, tanpa terasa mereka sampai di taman yang masih berada di area rumah sakit.
Langkah kaki Maherza langsung menuju ke arah ayunan yang ada di taman itu, terlihat ada beberapa anak-anak dan orang dewasa sedang bermain atau sekedar menikmati suasana taman. Maherza berjongkok di depan ayunan kosong, Cia yang tadinya berada di gendongan ia dudukan di pahanya.
"Ayah bisa sulap loh!" Seru Maherza menatap Cia dengan tersenyum misterius.
"Benarkah Ayah?" Tanya Cia tertarik.
"Iya beneran, Cia ga percaya? Ayah bakalan kasih liat ke Cia" ucap Maherza dan terlihat binar antusias di mata Cia dan ia cukup penasaran.
"Coba Cia sentuh dulu dudukannya" mengarahkan cia menyentuh kursi duduk ayunan. Si Cia dengan patuh menyentuh kursi dan merasa sedikit kedinginan saat kulitnya menyentuh kursi.
"Dingin ga?" Tanya Maherza saat melihat Cia sudah menyentuh kursi. "Dingin Ayah" jawab Cia menatap ke arah Maherza.
"Cia liat ya, simsalabim ambrak kadabrak, bumm!" Maherza menggosok kursi itu dengan mengucapkan kalimat sulap yang sering kita dengar.
"Sekarang coba Cia sentuh lagi, masih dingin ga?"
Saat Cia kembali menyentuh dudukan kursi itu. Ia merasa hangat, tidak lagi terasa dingin seperti sebelumnya. Sontak ia menatap kagum Maherza karena hal itu. Maherza terkekeh melihat reaksi dari Cia, padahal itu hanya hal sederhana yang ia lakukan, namun bisa menipu anak-anak seusia Felicia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Punarjanman
Teen FictionKematian adalah takdir tapi aku membantah itu karena bukannya mati dan naik ke surga aku malah memasuki tubuh orang lain. Ini bukan kematian namanya melainkan renkarnasuu! Dan jika aku di berikan kehidupan kembali kenapa aku hidup sebagai orang yang...