1996 - Amarta
Suatu Malam di Rumah Cinta
Sudah hampir seminggu sejak percakapan penuh makna di bawah pohon besar itu, dan hari-hari Cinta terasa lebih berwarna. Setiap pagi ia selalu merasa bersemangat, dan setiap malam, ia kerap tertidur dengan senyuman kecil di wajahnya. Namun, malam ini berbeda. Di luar jendela kamarnya, langit bertabur bintang, cahayanya redup tapi cukup terang untuk menerangi halaman belakang rumahnya. Saat itulah ponselnya bergetar, memunculkan pesan dari seseorang yang sudah mengisi hatinya belakangan ini.
Adrian: “Lagi ngapain, Cinta?”
Cinta: “Enggak ngapa-ngapain, lagi liat bintang di halaman belakang. Kamu?”
Adrian: “Sama, lagi liat bintang juga. Eh, ngomong-ngomong, lo mau nggak temenin gue? Gue di taman belakang rumah lo.”
Cinta terkejut, tak menyangka bahwa Adrian benar-benar ada di dekat rumahnya. Jantungnya berdebar kencang, namun ia buru-buru keluar tanpa berpikir panjang. Ketika ia tiba di halaman belakang, di sana sudah ada Adrian yang duduk di atas kursi kayu dengan jaket tebal dan sebuah termos kecil di tangan.
Adrian menoleh saat mendengar langkah kaki Cinta. Ia tersenyum lebar, lalu melambaikan tangan. “Malam, Cinta!”
“Malam, Adrian.” Cinta balas tersenyum, sedikit gugup. “Ngapain kamu di sini malam-malam?”
Adrian mengangkat termos di tangannya sambil tertawa. “Gue pikir, malam ini langitnya cerah banget. Sayang kalau cuma diliat sendirian. Jadilah gue ke sini, buat ajak lo nikmatin malam bareng.”
Cinta tersipu, tapi ia mencoba menyembunyikan rasa malunya. “Kamu aja bisa-bisanya kepikiran hal begitu.”
Adrian hanya tertawa kecil, lalu memberikan termos yang dibawanya kepada Cinta. “Ini, gue bawa cokelat panas. Niat banget kan?”
Cinta menerima termos itu, merasakan kehangatan yang menular hingga ke tangannya. “Makasih, Adrian. Ini… kejutan yang menyenangkan.”
Mereka duduk berdampingan di kursi kayu, memandang langit yang dipenuhi bintang. Udara malam terasa dingin, namun kehadiran Adrian membuat semuanya terasa hangat. Sambil menyeruput cokelat panasnya, Cinta merasa nyaman dalam kebersamaan yang sederhana ini. Di antara keheningan malam, mereka tak perlu banyak bicara untuk saling memahami.
Adrian Merangkai Mimpinya
Setelah beberapa saat, Adrian memecah keheningan. “Cinta, lo pernah mikirin masa depan nggak?”
Pertanyaan itu membuat Cinta sedikit terkejut. Ia menoleh ke arah Adrian yang tengah menatap langit dengan mata penuh mimpi. “Ya, kadang-kadang. Tapi nggak terlalu jauh. Kalau kamu?”
Adrian mengangguk sambil tersenyum kecil. “Gue sering mikir. Gue pengen jadi musisi, tahu nggak? Gue pengen nulis lagu, main gitar, keliling kota buat ngasih hiburan ke orang-orang.”
Cinta mendengarkan dengan penuh perhatian, takjub melihat semangat yang terpancar dari sorot mata Adrian. “Itu keren banget, Adrian. Gue yakin, suatu hari kamu pasti bisa meraihnya.”
Adrian menatap Cinta, senyumnya penuh ketulusan. “Makasih, Cinta. Tapi tahu nggak, sekarang ini, gue punya mimpi kecil. Mimpi yang sederhana, tapi bikin hati gue seneng.”
Cinta tersenyum penasaran. “Apa itu?”
Adrian mengambil napas dalam, lalu berkata pelan, “Mimpi gue… bisa terus ngobrol sama lo seperti ini, di bawah bintang-bintang, sampai gue lupa waktu. Ada sesuatu di diri lo yang bikin gue ngerasa tenang, Cinta.”
Cinta merasa pipinya memanas mendengar kata-kata Adrian. Hatinya berdegup kencang, tapi ia hanya bisa tersenyum dan mengangguk. “Aku juga ngerasa gitu, Adrian.”
Berbagi Rahasia dan Kenangan
Mereka kembali terdiam, namun keheningan kali ini diisi dengan rasa saling memahami yang mendalam. Setelah beberapa saat, Cinta merasa ada sesuatu yang ingin ia ungkapkan, sebuah rahasia yang selama ini ia simpan sendiri.
“Adrian, gue… gue dulu pernah takut sama rasa kesepian. Gue selalu berusaha ngerasa bahagia, biar nggak ngerasa kosong di dalam hati,” ungkap Cinta perlahan, dengan suara yang hampir berbisik. “Tapi sejak ketemu kamu, rasa kosong itu nggak ada lagi.”
Adrian menatapnya dengan penuh perhatian, mendengarkan tanpa menyela. “Gue ngerti, Cinta. Kadang kita bisa dikelilingi banyak orang, tapi tetap ngerasa sepi. Gue juga ngerasain hal itu, sampai akhirnya lo masuk ke hidup gue.”
Cinta terharu mendengar kata-kata Adrian, dan saat itu, ia merasakan kedekatan yang jauh lebih dalam dari sebelumnya. Ia sadar, Adrian bukan hanya seorang teman, bukan hanya seseorang yang membuatnya tertawa. Adrian adalah seseorang yang memahami hatinya, yang mampu mengisi kekosongan yang ia rasakan.
Malam yang Penuh Keberanian
Ketika malam semakin larut, Cinta dan Adrian tetap duduk di bawah langit berbintang, seolah tak ingin malam itu berakhir. Udara semakin dingin, namun mereka tetap bertahan, menikmati momen kebersamaan yang begitu berharga.
Setelah beberapa saat, Adrian kembali memandang Cinta, kali ini dengan tatapan yang berbeda, lebih dalam dan penuh keberanian. “Cinta, gue nggak bisa bohong. Ada sesuatu yang pengen gue bilang dari dulu, tapi gue nggak pernah punya keberanian.”
Cinta menatap Adrian, hatinya berdegup kencang. “Apa itu, Adrian?”
Adrian menarik napas panjang, lalu berkata dengan suara bergetar. “Gue sayang sama lo, Cinta. Bukan cuma sebagai teman. Gue sayang lo dengan cara yang nggak bisa gue jelasin, tapi gue tahu… gue nggak mau kehilangan lo.”
Hati Cinta seolah berhenti berdetak sejenak, lalu melaju dengan kecepatan yang tak terduga. Kata-kata Adrian menyentuh hatinya, membuat perasaannya bergejolak. Ia mencoba meresapi apa yang baru saja ia dengar, berusaha menemukan kata-kata untuk menjawab.
“Adrian, gue… gue juga ngerasain hal yang sama,” jawab Cinta pelan, suaranya hampir berbisik. “Gue nggak tahu kapan atau bagaimana, tapi gue ngerasa kalau kita udah jadi bagian penting satu sama lain.”
Adrian tersenyum lega, dan mereka saling menatap dalam diam. Di bawah langit berbintang, tanpa banyak kata, mereka tahu bahwa perasaan yang tumbuh di antara mereka adalah nyata. Di malam itu, di bawah bintang-bintang yang bersinar, mereka menemukan sebuah janji tak terucap. Sebuah janji untuk selalu ada satu sama lain, dalam suka maupun duka.
Di Akhir Malam
Setelah beberapa saat, Adrian mengantar Cinta kembali ke rumah. Mereka berjalan perlahan, seolah ingin memperpanjang waktu bersama. Saat mereka tiba di depan pintu, Adrian menatap Cinta dengan senyum penuh arti.
“Cinta, gue harap kita bisa terus kayak gini. Gue nggak pengen kehilangan momen-momen kita.”
Cinta mengangguk, tersenyum penuh kehangatan. “Aku juga, Adrian. Gue harap kita bisa terus kayak gini, selamanya.”
Mereka saling berpamitan, dan saat itu, Cinta tahu bahwa hatinya tak lagi sama. Malam itu, ia tertidur dengan senyuman yang lebih lebar dari sebelumnya, dan di dalam hatinya, ia menyimpan kenangan malam yang indah itu.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
amarta
Teen FictionAldrian seorang remaja yang tampil urak-kurakan, jatuh cinta kepada siswi baru SMA negeri Amarta 1 yang memiliki paras cantik menawan, seorang siswi pindahan dari Jakarta. Cinta yang baru saja datang sudah dibuat salah tingkah oleh sikap Aldrian, d...