"Ara ayo masuk dulu."
"Gak usah, Ica. Udah malam, nanti ganggu. Ica mau langsung istirahat kan? Besok katanya mau meeting sama klient inter."
Saat ini mereka berdua sedang berada di depan gerbang rumah Chika. Mereka baru sampai setelah tadi berkeliling mencari makanan untuk Chika bawa pulang.
"Ihh gak papa Araaa. Ayo masuk duluu."
Akhirnya Ara memilih mengalah dan memarkirkan motornya untuk singgah sebentar di rumah Chika.
"Shalom~ apakah ada orang..." Chika membuka pintu utama dan langsung di sambut oleh mamahnya yang sudah berdiri di depan pintu.
"Astaga! Mamah kayak hantu deh bikin kaget aja." Chika mengelus dadanya.
"Kenapa baru pulang? Pulang kantor bukannya jam 8?"
Chika mengangkat plastik berisikan martabak dan aneka makanan lainnya yang ia pegang, "Abis beli makanan dulu tadi." Ujarnya tersenyum lebar.
"Pulang naik apa nang tadi?" Tanya mamaknya sambil mencium kening Chika sekilas.
"Sama Araaa." Senyum sang mamah berangsur hilang saat mendengar nama Ara.
"Lalu mana orangnya? Kok gak mampir. Gak sopan."
"Ih apasih mamah, itu Araa nya di luar." Kata Chika pada mamahnya.
"Yaudah, kamu bersih bersih dulu sana." Chika mengangguk dan tersenyum, setelahnya melenggang ke dalam. Beda sama mamahnya yang malah berjalan ke teras rumah yang dimana disana ada Ara.
"Ekhem!" Ara yang tadinya sedang fokus pada ponselnya jadi menoleh ke asal suara.
"Eh mamah," Ara bangkit kemudian mencium tangan mamah dari Chika itu.
"Dari mana aja tadi sama Chika?" Tanya wanita paruh baya itu sambil mendudukan dirinya di kursi kosong sebelah Ara.
Ara ikut duduk, "Gak dari mana mana mah, Ara pulang kerja sekalian jemput Chika di kantor tadi. Terus beli makan soalnya Ara keinget Chika belum makan malam. Ara sekalian beli buat mamah sama ayah." Ujar Ara tersenyum. Berbeda dengan wajah ibu dari Chika itu yang hanya menampilkan wajah lempeng.
"Jadi gimana?"
"Gimana apanya, mah?" Tanya Ara bingung.
"Mau kapan nikah nya? Kalau sampai akhir tahun ini belum ada omongan, kamu harus terima kalau Chika akan saya jodohkan dengan pariban nya. Anak teman saya juga siap jika saya suruh untuk nikahkan Chika sekarang juga. Pekerjaannya juga lebih baik dan jelas." Ujar mamah Chika tanpa menoleh pada Ara yang kini menatap kearahnya sambil tersenyum.
"Ah soal itu... akan Ara usahakan secepatnya, mah. Ara juga udah ngomong kok sama Chika, kalau mamah berkenan, mamah bisa tunggu sebentar lagi? Ara usahakan akhir tahun ini mah. Mamah gak usah khawatir," Ucap Ara tenang sambil tersenyum.
"Ya, bagus kalau kamu mengerti. Ingat, Chika adalah anak perempuan satu satunya yang saya punya. Jangan mengecewakan ekspetasi seluruh keluarga besar saya. Saya gak akan minta macam macam, cukup pernikahan di gedung dengan 1000 tamu undangan. Apa kamu sanggup?" Mamah Chika menoleh pada Ara.
Ara memaksakan senyumnya lalu mengangguk, "Ya, mah. Ara sanggup." Ujarnya setelah itu.
Tanpa mengatakan apapun lagi, ibu dari 2 orang anak itu langsung bangkit dari duduknya dan melenggang masuk.
Ara menyenderkan punggungnya dan menghela nafas panjang.
"Araa?" Itu Chika.
"Iya Ica?" Balas Ara pelan sambil memaksakan senyumnya.