Ara sekarang berada di rooftop sebuah gedung terbengkalai. Ia perlu menenangkan diri untuk bisa berfikir dari mana mencari uang 7juta dalam waktu 2 hari. Ara terdiam sejenak lalu ia tertawa. Menertawakan dirinya dengan miris, bosen dia ketemu sama masalah yang kayak gini. Setiap dia punya masalah, pasti masalahnya uang. Kemiskinan gak bosen apa ya ngikutin dia mulu.
"Kemana, ya...?"
"Gaji di bengkel 3juta, gaji di cafe 2,2juta, ngojek paling mentok dapet 500rb. Itu juga kalo lagi rame, kalo sepi paling 200-300rb..."
"Totalnya gak sampe 7juta."
"Nyari kemana lagi gue?" Batin Ara sambil menggaruk pelipisnya.
Ara mengambil ponselnya dari dalam saku celana, ia menyalahkan ponselnya dan memandangi ponsel itu cukup lama.
"Apa gue jual aja ya nih hp? Gak bakal nemu juga sisanya. Mau nyari kemana lagi gue. Ngemis? Mending jadi manusia silver njir kreatif dikit." Batinnya sambil membolak balikan ponsel itu.
"Oke, jual aja." Ara bangkit dari duduknya untuk menuju ke tempat penjualan ponsel. Walaupun ponselnya terbilang kuno dan murahan, ya setidaknya bisa nambah nambahin lah walaupun tak seberapa.
***
Ara berdiri di depan sebuah toko handphone, ia memandangi plang toko itu dan menghela nafasnya dalam dalam. Ponsel ini ia beli dengan hasil keringatnya berbulan bulan, lalu sekarang ia harus menjualnya secara cuma cuma karena kebutuhan hidup yang sangat mendesak.
Ara menghembuskan nafasnya kemudian memantapkan langkahnya untuk masuk.
"Selamat datang kak, mau cari apa?"
"Anu mbak, saya mau jual hp. Kira kira kalo hp kayak gini laku berapa ya?"
"Oh coba kak, boleh saya lihat dulu handphone ny-"
"Gak laku itumah." Suara lain terdengar dari samping memotong perkataan dari mbak mbak seller. Ara reflek menoleh. Ternyata itu Kathrina, rekan kerja Ara di cafe tempat ia bekerja paruh waktu.
"Atin? K-kok disini?" Terlihat jelas wajah kaget Ara saat melihat ada Kathrina disana.
Kathrin tersenyum singkat sebelum menoleh pada Ara, "Aku cuma lagi liat liat aja, sih. Kamu sendiri?" Tanya Kathrin balik berbasa basi.
Ara memandang Kathrina dan mengangkat ponselnya, berharap itu cukup untuk menjawab pertanyaan basa basi dari Kathrina.
"Kok di jual? Kenapa di jual?" Tanyanya sambil menatap Ara penuh arti.
Ara tersenyum singkat, "Ada keperluan yang mendesak." Ujarnya kemudian.
Kathrina mengangguk pelan dan langsung menarik tangan Ara untuk ikut dengannya pergi dari sana.
"So-sorry—Atin..." Cicit Ara sambil melepaskan dengan lembut jari jari tangan Kathrin dari pergelangan tangannya yang tadi Kathrin genggam.
Kathrin memandang tanya pada Ara sambil naikin alisnya. Seperti meminta penjelasan cenah kenapa dia gak dibolehin pegang tangan Ara.
"Anu, aku punya pacar Tin, kalo kamu lupa. Bukannya aku mau sok cakep atau sok keren, tapi kayaknya pacar aku kurang suka deh kalo ada yang pegang pegang... hehe, maaf ya." Ara menyengir bodoh guna menghilangkan situasi akward yang ia rasakan. Terasa sekali aura canggung dari dirinya dan Kathrina yang justru malah tertawa singkat, memberikan kesan seperti menyepelekan apa yang Ara ucapkan.