Candra 1

15 2 0
                                    


Utara. Sungenep. Lemah Padas

Susena kembali mengingat pesan sang senapati sebelum menjalankan mandatnya. Utara yang menjadi tujuan semakin jauh dan Susena merasakan kegagalan pertamanya sebagai prajurit. Bekel muda itu kemudian menengok ke belakang. Di bawah pohon beringin yang akar gantungnya menjulur, sekelompok perempuan merapatkan diri. Mereka berusaha berlindung dari angin yang menusuk-nusuk tulang. Tubuh lemah yang hanya dilindungi sandangan sederhana itu menggigil. Juga, wajah-wajah ketakutan dan kebingungan mereka menambah suasana suram yang mencekam.

"Bekel Susena!"

Ketika Susena menoleh ke sumber suara, tampak seorang bawahannya yang menjabat sebagai lurah prajurit datang tergopoh-gopoh. Badan kecilnya begitu lincah melintasi tanah yang licin. Segera prajurit itu tegap kala menghadap sang bekel.

"Bekel Susena, saya datang melapor!" kata prajurit itu. Tubuhnya basah oleh hujan beberapa saat lalu. Kakinya penuh lumpur. Bibirnya pun sudah membiru. Tetapi, semangat di matanya enggan padam.

Susena melihat keadaan prajuritnya itu dengan tatapan bangga sekaligus iba. Mungkin keadaannya pun sama, bahkan juga dengan lima belas prajurit lainnya yang kini menunggu arahan. Bertolak dari Pamotan menuju utara tanpa persiapan bukanlah hal enteng. Apalagi jika membawa gadis yang merupakan putri dari seorang tumenggung. Namun kenyataannya kini, mereka berbalik jauh dari utara itu sendiri ke sebuah wilayah yang belum diketahui pasti.

Sang bekel mencoba menenangkan pikiran. Semua ini memang terjadi begitu tiba-tiba.

Yang Susena ingat, dirinya bersama Senapati Wangga bertugas mengawal keluarga Tumenggung Tanu yang kala itu menghadiri sebuah pertemuan di Pamotan. Sang putri tumenggung pun juga telah ditunjuk sebelumnya untuk menampilkan tarian di depan utusan kaisar dari Kerajaan Ming, bersama putri-putri pejabat lainnya. Lalu secara mendadak, prajurit penjaga merangsek ke halaman seraya berteriak-teriak sementara di belakangnya prajurit dari kedaton barat mengejar dan menyerang tanpa ampun.

Kala itu, Senapati Wangga memerintahkan untuk melarikan putri junjungan mereka. Susena pun serta merta menyusul sang putri yang berada di keputren. Dan entah keberuntungan sang putri atau keberuntungannya, Susena berhasil bertemu putri tumenggung tersebut dan segera melarikan diri.

Awal tujuan mereka adalah Lemah Padas, tempat orang tua sang tumenggung. Sayangnya, jalur yang mereka pilih telah dikepung prajurit kedaton barat sehingga terjadilah perlawanan sengit.

Keadaan yang terpojok memaksa Susena membelokkan tujuan. Akan tetapi, pelarian yang tanpa kuda ditambah hujan yang sempat mengguyur menyulitkan mereka. Para perempuan sudah tentu tidak sanggup diajak berjalan jauh dengan medan yang tidak tentu. Mereka telah menempuh perjalanan dari siang hingga kini menjelang petang. Tidak mungkin mengajak mereka menyusuri jauh ke dalam hutan.

Keadaan terhimpit demikian seperti ingin menguji kesabaran dan ketangguhan si bekel prajurit yang masih muda itu.

"Berikan laporanmu, Rukut!" perintah Susena.

"Saya melihat ada cahaya dari balik bukit ini, Ki! Kemungkinan itu adalah cahaya dari permukiman," balas si prajurit bernama Rukut itu.

"Bagaimana keadaan sekitar?" tanya Susena.

"Semuanya aman. Tidak ada pergerakan yang terlihat. Tetapi, kita harus menyeberangi sungai," jawab Rukut.

Susena terdiam. Pikirannya mulai bimbang. Ia menoleh ke arah sekelompok perempuan yang bergerumbul. Susena paham jika keadaan kelompoknya dalam kepayahan. Namun, berdiam diri pun akan membuat nyawa terancam karena di belakang sana, ratusan prajurit kedaton barat siap menyapu bersih lawannya.

Candra Sandyakala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang