Mama Hana mencuci tangannya setelah selesai menyiapkan bekal makan siang untuk suaminya. Hari ini Mbak Yanti tidak izin tidak masuk, jadi mama Hana yang memasak menu sarapan, makan siang, hingga makan malam nanti. Karena tadi pagi mama Hana tidak sempat membuatkan bekal makan siang untuk suaminya, jadilah ia yang akan mengantarkan langsung ke kantor siang ini.
Terhitung sudah hampir dua minggu suaminya kembali bekerja setelah bebas. Kehidupan keluarga mereka kembali normal begitu pula perusahaan keluarga Adhitama yang sudah mulai stabil. Karyawan yang saat itu terancam di-PHK kini terselamatkan.
Hari ini di rumah hanya ada mama Hana dan Nabila yang sudah libur sekolah sementara suaminya bekerja, dan Rony sedang berada di Bandung sejak kemarin untuk melakukan beberapa sesi foto prewedding bersama Salma.
Sepulangnya Rony dari Surabaya, anak sulung keluarga Adhitama itu berkata akan merencanakan pernikahan akhir tahun nanti. Rony dan Salma tidak mau membuang-buang waktu namun juga tidak ingin gegabah untuk menyiapkan pernikahan mereka. Tentu saja mereka bersyukur dan merasa senang sekali mendengar itu.
"Adek... Jadi mau ikut ke kantor papa gak?" tanya mama Hana mengencangkan suaranya agar Nabila yang berada di kamarnya mendengar.
"Jadi ma, ini lagi pakai jilbab." Suara Nabila tak kalah kencang,
"Mama ganti baju dulu ya, kamu tunggu di ruang tamu."
"Siap,"
Setelah mama Hana dan Nabila selesai bersiap, mereka memesan taksi. Di antara keduanya tidak ada yang bisa mengendarai mobil. Sebenarnya Nabila bisa saja membonceng ibunya menggunakan motor, tapi karena jalan menuju kantor papanya melalui jalan besar dan banyak polisi, Nabila belum berani. Dan jangan lupakan kalau Nabila belum memiliki SIM, jadi ia tidak mau mengambil risiko.
"Ma, itu bukannya mobil papa, ya?" Nabila memperhatikan mobil berwarna hitam yang berada di depan taksi yang ia tumpangi.
Mama Hana mengalihkan pandangannya dari ponsel ke depan, mengikuti arah pandang Nabila. "Eh, iya juga ya,"
"Mama udah bilang mau ke kantor papa?"
"Udah, ko'. Tadi pagi mama udah bilang," jawab mama Hana masih memperhatikan mobil suaminya. "Loh, itu kan bukan arah ke kantor papa," ucap mama Hana ketika berada di persimpangan jalan namun mobil hitam itu berbelok ke kiri.
Nabila ikut mengernyit bingung, mau ke mana papanya?
"Pak, ikutin mobil itu ya, tapi jangan sampai ketahuan." Nabila menoleh menatap mamanya yang kini terlihat gelisah setelah mengubah tujuan. Dapat Nabila lihat kedua tangan mama Hana saling meremas dan mulai berkeringat.
"Mama nggak papa?"
Belum sempat mama Hana menjawab, mobil yang mereka tumpangi berhenti di bahu jalan, depan rutan. "Mobilnya masuk kantor polisi, bu. Mau masuk atau di sini saja?" tanya supir taksi melirik kedua penumpangnya melalui spion tengah.
Mama Hana mengeluarkan dua lembar uang pecahan seratus ribu, menyerahkan pada supir taksi. "Di sini aja, pak. Terima kasih,"
Supir itu menerima uang dari mama Hana sambil mengangguk, "terima kasih bu."
Setelah keluar dari taksi, mama Hana memantapkan hatinya untuk melangkah masuk ke dalam rutan. Sedangkan Nabila hanya mengikuti saja kemana kaki ibunya melangkah.
Mama Hana menduga suaminya datang ke sini untuk bertemu dengan pelaku tabrak lari sebenarnya. Seharusnya ia tidak merasa gelisah atau khawatir, namun entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang mengganjal hingga membuatnya tidak nyaman.
Dua perempuan berbeda generasi itu diarahkan oleh salah satu polisi untuk bertemu dengan terdakwa di ruangan khusus. Namun langkah mama Hana terhenti saat telinganya mendengar percakapan antara suaminya dan seorang perempuan, membuat Nabila juga ikut menghentikan langkahnya tanpa banyak bertanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEMESTA [TERBIT]
Fiksi PenggemarTentang seorang gadis yang pertama kali jatuh cinta. Ia terlalu naif mengira bahwa hidupnya akan selalu baik-baik saja apalagi setelah mengenal sosok yang berhasil mencuri hatinya. Tentang seorang laki-laki yang sedang mencoba membuka hati lagi, nam...