Legenda Cinta dan Kutukan di Tanah Jawa
Adalah kisah yang termaktub di dalam lembaran waktu, yang telah terlupakan oleh angin sejarah. Dahulu, berabad-abad silam, berdirilah sebuah kerajaan permai bernama Juranggoa Jawadwipa yang tersembunyi di Tanah Jawa. Sebagaimana namanya, Jurang, letaknya di dasar jurang dan dikelilingi bukit-bukit, yang menjulang tinggi dan gagah perkasa bagai benteng alam yang menjadi parta pertahanan yang melindungi dari segala marabahaya. Goa sendiri berarti menembus sesuatu. Istana rajanya menempel di lereng salah satu bukit, megah menembus ke dalam dan konon tempat itu adalah pusat kekuatan spiritual yang menjaga kerajaan. Sementara itu, Jawadwipa merupakan nama kuno pulau Jawa.
Di bawah kepemimpinan raja yang dikenal adil serta bijaksana oleh masyarakat di Nusantara saat itu, kerajaannya makmur dan rakyatnya pun sejahtera. Bersama panglima perang yang berani dan setia, yang juga merupakan sahabat karib baginda sejak kecil, mereka menciptakan negeri yang aman dan tenteram. Sayang beribu sayang, kebahagiaan itu tidak bertahan lama.
Suatu malam dalam tidurnya, sang raja bermimpi menemukan kembang Wijaya Kusuma yang memancarkan cahaya berkilauan di tengah hutan belantara sehingga dia pun mengutus panglima kepercayaannya untuk pergi ke sana. Namun, yang ditemukan bukanlah bunga, melainkan ialah seorang gadis cantik jelita bak bidadari turun dari kahyangan yang memesona hati bagi siapa yang memandang. Singkat cerita, dibawalah si gadis ke istana dan kecantikannya seketika memikat hati sang raja. Raja pun berniat untuk mempersuntingnya.
Keelokan parasnya itu juga mengundang iri hati seorang dayang yang berhati busuk. Dengan niat jahat, ia menuduh gadis itu sebagai Gadis Pembawa Malapetaka. Selain karena asal usulnya yang seakan misterius, serangkaian petaka melanda kerajaan semenjak kehadirannya. Para penghuni istana satu per satu jatuh sakit dan menemui ajal. Tersebarlah keyakinan di segenap penjuru Juranggoa Jawadwipa bahwa dialah sumber dari segala kutukan yang mengancam negeri dan harus segera disingkirkan.
Kerajaan menjadi gempar. Gemuruh amarah para penghuni bagai badai yang mengguncang istana, beramai-ramai mereka menuntut nyawa si gadis misterius sebagai tumbal keselamatan. Kendati demikian, raja yang adil dan bijaksana itu tentu takkan serta merta memenuhi tuntutan keji untuk memenggal kepala gadis tersebut hidup-hidup dan mengakhiri nyawanya begitu saja, sebab dia tulus mencintainya. Malang betul, tetapi keadaan pun menjadi kacau balau. Pergolakan ada di mana-mana.
Kerusuhan melanda kerajaan. Mendengar kabar bahwa gadis itu akan dihukum mati dalam ketidakadilan, panglima perang yang rupanya juga telah menaruh rasa sejak pandangan pertama, murka. Dengan segenap amarah, ia membuang kesetiaannya kepada kerajaan serta sahabatnya sendiri. Penuh nekat, demi menyelamatkan cintanya dari nasib yang tragis, dibawalah kabur si gadis dari istana.
Di tengah jalan pelariannya, sang panglima perang menemukan sebuah buku kuno yang menyebutkan petanda tentang seorang putri yang membawa kehancuran bagi seluruh alam, merenggut nyawa setiap insan hingga tiada sisa, dan kerajaan akan jatuh dalam kegelapan bagai malam tanpa bintang. Inilah musibah yang sebenar-benarnya. Semakin dia membalik setiap halamannya, semakin dia menyadari bahwa sosok yang digambarkan dalam ramalan itu begitu mirip dengan gadisnya....
Dongeng yang menyelimuti jiwanya yang berada di bawah alam sadar itu perlahan memudar, bagai kabut pagi yang sirna tersibak mentari. Menenangkan, tetapi juga meninggalkan sejuta tanya dalam relung hati. Ketika kesadarannya menyapa, Jawsoen memandang sekeliling. Namun, yang dilihatnya sekarang adalah keadaan yang tidak dipahami. Segala yang ia rasakan setelah bangun dari ketidaksadaran atau sebuah tidur panjang dengan serangkaian mimpi aneh, benar-benar tak bisa dimengerti.
Jawsoen mendapati diri terbaring di atas hamparan rumput yang gersang, di bawah pohon beringin yang memayungi dari sinar matahari. Pepohonan lain tampak tak berdaun, menjulang tinggi, dan cahaya menembus celah ranting yang menyilaukan pandangan. Burung-burung saling sahut-menyahut, seakan-akan sedang menyambut bangun tidurnya. Debu-debu mimpi masih menempel di pelupuk matanya. Ia merasa bagai seorang pengembara yang tersesat di hutan belantara mimpi buruk sembari bertanya-tanya, apakah ini alam baka?

KAMU SEDANG MEMBACA
Jika
Ficción históricaEntah zaman kembali mundur ke masa penjelajahan samudera atau manusia yang justru menjadi terbelakang, di abad 21 ini, semua orang masih tergila-gila 3G: Gold, Glory, Gospel (Harta, Tahta, Agama)-motif bangsa Eropa datang ke Indonesia. Tiga hal yang...