"Ibu, tapi Hilmi terlanjur kecewa sama mereka, ingat bagaimana mereka dulu membiarkan Hilmi sakit tanpa merhatian mereka? Ingat bagaimana dulu mamah memaksa Hilmi mendonorkan ginjal Hilmi untuk anak selingkuhan nya yang nyatanya sekarang dia meninggal, ibu ingat kan?, Hilmi mau memaafkan mereka, tapi Hilmi takut, Hilmi takut mereka mengulangi hal yang sama walau saat ini Hilmi sudah banyak mengerti, Hilmi hanya takut ibu. Hilmi butuh ibu untuk bertahan hidup di rumah ini, kalau ibu pergi, Hilmi gimana? Hilmi gak mau di caci maki mereka ibu, Hilmi gak sekuat itu. Iya aja kalau Hilmi di bolehkan bertemu Refan dan Alpha, serta bunda, tapi ini tidak boleh ibu. Apa nanti kalau ibu pergi dan mereka akan melakukan hak yang sama? Apa Hilmi bunuh diri saja?" tanya nya yang malah membuat bi tika memeluk raga yang rapuh itu. Memeluk nya erat seakan akan tidak ingin berpisah.
Tanpa mereka sadari, seorang wanita berada di depan kamar itu, mendengar segala ucapan yang di lontarkan anak nya. Memegang dadanya seperti meremas jantung nya sendiri. Ikut merasa sakit dengan apa yang anak nya rasakan selama ini, ia menyesal, sungguh. Ingin rasa nya memeluk tubuh rapuh itu juga, ingin rasanya mengecup pucuk kepala yang banyak sekali pikiran sehingga hampir membuat pemilik nya stres dan hampir berfikir untuk bunuh diri.
Dengan perlahan, wanita itu memasuki kamar tersebut, mengetuk pelan pintu yang terbuka. Mengulas senyum saat dua insan dalam ruangan itu menoleh ke arah nya. Dengan segala keberanian nya. Ia berjalan maju, lebih maju hingga berada tepat di sebelah Sang anak.
"Hilmi" lirih nya sambil menyentuh pundak yang terlihat kokoh milik anak nya itu.
"Ngapain ke sini?" tanya hilmi dengan ketus nya. "Hilmi maafin mamah ya" kata nya seraya berjongkok di sebelah Sang anak.
Hilmi menoleh ke arah ibu nya, menatap mata teduh itu dengan air mata yang sudah berlinang di kelopak matanya.
"Hilmi mau kan memaafkan mamah?" tanya nya sekali lagi yang masih tidak mendapatkan respon dari anak itu.
"Hilmi inget pesan ibu tadi? Maaf kan lah, dia sudah berjuang melahirkan hilmi ke dunia ini, kalau tidak ada mamah, Hilmi tidak akan pernah bertemu ibu jadi ayo maaf kan" tutur bi tika dengan mengelus lengan Hilmi, Hilmi menggenggam tangan ibu nya, tanpa permisi air mata nya lolos membasahi pipi dengan isak tangis yang sedikit tenang Hilmi kembali melihat ke arah wanita yang sudah melahirkan nya.
"Hilmi mau maafin mamah, tapi dengan satu permintaan" katanya dengan lirih. "Baru kali ini anak mamah minta permintaan ke mamah, sebutkan sayang mamah akan penuhi sebisa mamah" katanya membuat hilmi menarik nafas panjang.
"Biarkan ibu di sini, membantu hilmi pulih dari luka yang mama beri" katanya dengan air mata yang kembali lirih. Sang mamah terdiam sejenak.
Se parah itu kah, luka yang ia berikan? Sampai anak nya harus mencari pulih dengan orang lain? "Mamah gak mau?" tanya Hilmi dengan menahan isak tangis nya.
"Mamah mau sayang, mamah gak akan suruh bi tika pergi. Tapi mamah bantu cari pulih untuk anak mamah ini ya?" ucap nya yang di jawab gelengan dari Hilmi.
"Bukan kenapa, Hilmi takut mamah malah menambah luka yang belum sembuh, Hilmi coba secepatnya ya mah biar kita bisa bareng bareng, dengan papah, mamah, ibu, bunda, ayah, Refan dan Alpha" mendengar anggota keluarga lain yang disebutkan anak nya membuat ia merasa kesal.
"Mamah tidak akan mengizinkan kamu berdekatan dengan keluarga Refan, kamu tau mereka seperti apa?" kata nya yang malah membuat Hilmi kembali kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Halaman Tahun 1981
Fiksi RemajaBaca deskripsi sebelum membaca cerita ini.. . . . . . . . . . Kembali ke vibes masa tahun 1981 bersama kehidupan Refan dan Alpha, dengan bahagianya, nasehatnya, terpuruk nya, hingga di mana merasakan apa itu kehilangan. Ikuti takdir dari k...