Halooo...
Balik lagi niiih... Sama si jeje yang lagi ngelaksanain pernikahan.
Ini aku masii coba coba ngambil gendre ini dan semoga kalian suka yaaa!!!
••••
Jendra merasa kelelahan sepanjang hari karena jadwal padat di hari pernikahannya, yang melibatkan akad dan resepsi dalam satu rangkaian.
Dari pagi, ia harus bersiap-siap, mengikuti prosesi akad, menyambut tamu, dan menjalani sesi foto tanpa henti.
Ketegangan dan kegembiraan membuatnya lupa sejenak pada kondisinya, namun lambat laun, napasnya mulai terasa berat. Tubuhnya mulai terasa lemah, dan asmanya kambuh berkali-kali. Tanpa ada waktu yang cukup untuk istirahat, Jendra akhirnya harus berhenti sejenak di tengah acara untuk beristirahat dan menenangkan diri.
Di tengah ruangan, Jendra terduduk lemah dengan napas yang berat dan keringat mengalir di dahinya. Wajahnya mulai memucat, dan tangannya gemetar saat berusaha mengeluarkan inhaler dari sakunya.
Namun, sebelum ia sempat menyemprotkannya, Rendi segera menghampiri, memegang tangannya dengan lembut.
“Jangan dulu, Nak,” bisik Rendi, cemas melihat putranya yang terlihat begitu lelah.
“Kamu udah terlalu sering pake inhaler hari ini. Kita nggak mau ini malah makin parah buat kamu.”
Jendra menatap Ayahnya dengan napas terengah, matanya menunjukkan rasa lelah yang dalam.
"Cape, pah..." kata Jendra. suaranya serak dan lemah.
Rasa sesak itu makin menjadi-jadi, dan kini tubuhnya juga terasa panas karena demam yang mulai menyerang akibat kelelahan yang terus menumpuk.
Rendi mengusap pundak Jendra, mencoba menenangkannya.
“Tarik napas pelan-pelan, istirahat sebentar, ya? Kita bisa panggilin dokter kalau perlu. Yang penting kamu tenang dulu, jangan dipaksain, " Ujar Rendi.
Dengan bimbingan Ayahnya, Jendra mencoba mengatur napas, sementara rasa sakit di dadanya perlahan berkurang meski tubuhnya masih terasa lemah.
Rendi kemudian duduk di samping Jendra, menepuk-nepuk lembut pahanya, berusaha menghibur dan menenangkan putra sulungnya yang tampak kelelahan. Melihat napas Jendra yang semakin berat, Rendi kemudian memeluknya erat. Dalam pelukan itu, Jendra merasakan kehangatan yang membantu mengurangi kecemasannya.
"Kamu bisa tenang sekarang bang, "
Pelukan Rendi selalu punya cara khusus untuk menenangkan dadanya yang terasa sesak. Perlahan-lahan, napasnya mulai teratur. Ayah berbisik dengan suara lembut, menguatkan Jendra sambil terus memeluknya. Pelukan itu membuatnya merasa lebih tenang, karena Jendra selalu merasa lebih baik jika dipeluk ketika asma nya kambuh.
"Makasih... " Lirihnya begitu lemah.
Saat Alletha kembali ke ruangan setelah berganti baju, matanya langsung tertuju pada Jendra yang berada di pelukan Ayahnya, napasnya terengah dengan wajah yang tampak pucat. Pemandangan itu membuat Alletha terkejut, tak menyangka asmanya ternyata seakut ini.
"Papa..." panggil Alletha dengan nada khawatir, bergegas mendekat.
Rendi menoleh dan tersenyum lembut, berusaha menenangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's jendra
Ficção Adolescente"Ayah, plis... Ayah aja yang baca nya, ya??? Aku mah pemalu, " "Eeehhh... Kalau ayah yang baca, dia jadi mama keduamu dong? Yang gentle dong... Masa anak ayah malu malu gini? " "Kalau gitu pending aja nikahnya!!! " Menceritakan seorang Rajendra Mahe...