Aku membuka mataku. Wanita penyihir duduk diatas perutku. Ah sungguh menjengkelkan.
"Kau sedang apa?!" Aku bangkit duduk dan mendorong wanita itu. Membuatnya terhuyung ke belakang dan hampir rubuh, tapi aku langsung menarik cepat pinggangnya, agar kejadian ia mati tadi tak terulang. Menyebalkan.
"Kau sangat menjengkelkan, dasar wanita aneh, tubuh saya terasa lebih lemah, dan kau masih mau bermain main dengan saya!"
"Astaga anda sangat tidak tahu berterimakasih. Saya membantumu menjelajah masa depan. Tubuhmu lemah karena kau membayar dengan darahmu."
Aku menghiraukannya dan bangkit duduk dikursi. Tubuhku terasa lemah. Masih teringat jelas bayang bayang Evelin dan suaminya bercinta. Ingin rasanya menonjok batang hidung pria itu. Dia mencuri kekasihku.
"Apa kau penyihir yang tidak berniat membantu? Tapi kau sengaja memporak-porandakan otak saya dengan sihirmu itu?!"
Aku mendengus sebal. Wanita ini menjengkelkan.
" Sudah saya katakan bahwa apa yang kau lihat terjadi sesuai kepercayaanmu. Saya tidak bisa mengatur apa yang dilihat orang tentang masa depannya. Jika yang kau lihat begitu yah berarti dilubuk hatimu yang terdalam memang meyakini akan hal itu."
Aku menyenderkan punggungku disandaran kursi. Kupejamkan mataku dan mulai berpikir. Apa sebenarnya aku memang tidak yakin menikahi Evelin? Apa sebenarnya aku memang masih ragu mempercayai bahwa aku akan menikahinya? Tapi aku memang sedikit tidak yakin akan menikah. Aku ragu. Aku bimbang. Aku terlalu minder.
Gumpalan asap terpapar diwajahku. Sudah pasti karena si penyihir. Kubuka mataku memandang wajah wanita penyihir itu yang sudah didepan wajahku.
"Ngomong ngomong siapa namamu?" Tanyaku penasaran menatap mata coklat gelap milik penyihir jengkel ini.
Ia memundurkan wajahnya dan menghisap rokoknya. Menjauhkan diri dari hadapanku dan pergi ke dekat jendela.
"Saya rasa anda akan mengetahuinya."
Sudah kuduga dia pasti tidak akan memberi tahu. Sudah sekian lama ditempat ini aku bahkan sampai lupa kalau tadi membawa ponsel. Kuraba saku celana dan ternyata ponselku ada disana. Kuraih benda pipih itu dan menyalakannya.
Terlihat jelas dilayar yang menyala jam masih sama seperti terakhir aku melihatnya sebelum masuk ditempat ini. Apa disini waktu berhenti. Ah daripada memikirkan hal aneh ini. Lebih baik aku pulang saja.
"Hey penyihir saya akan pulang. Tubuh saya terasa lemah. Dan yah setelah tubuh saya kembali pulih saya akan datang lagi kesini."
"Baiklah kau istirahat saja."
Wanita itu berdiri dan berjalan menghampiriku. Tangannya terangkat menyentuh mulutku. Satu jarinya masuk kedalam mulutku. Semakin dalam sehingga aku ingin tersedak. Aku memejamkan mata karena merasa seperti ada ular masuk dalam mulutku bahkan sampai kedalam perut.
Tak tahan aku kemudian terbatuk batuk dan membuka mataku, seketika semuanya gelap. Nuansa klinik kotor yang awal telah kembali semula. Wanita penyihir itu menghilang.