Part 5

1 0 0
                                    


Di ruang pemeriksaan

"Gimana Bed kondisi kesehatan Sella. Apakah ada yang serius, aku liat tadi dia kesakitan."

Dokter itu berjalan membuntuti pasien gadis yang dipapah oleh Bima menuju tempat duduk, disana sudah tersedia sofa berukuran besar sengaja ia persiapkan untuk Gisella.

"Uwah... sofa nya empuk sekali." melompat ria sehingga membuat pria disamping nya khawatir.

Keponakan asuh nya terlalu sembrono dalam bertingkah, jadi harus ekstra hati² menjaganya.

"Apasih om serem tau." ujar Gisella melengos saat sorot mata elang Bima siap menerkamnya.

Hahaha...

Betrand tertawa sembari mencubit pipi Gisella. "Kamu ini lucu sekali. Gue makin gemes sama."

Netra Bima menajam ia tak suka keakraban kedua sejoli itu, kalo gini ceritanya menyesal bawa Gisella kesana bertemu dengan nya.

"Telinga lo budeg ya." ketus nya.

Yang diajak bicara acuh ia malah duduk di samping pasiennya, merogoh sesuatu dalam kantong seragam putih nya ia berikan pada Gisella, gadis itu menerima baik.

"Serius dok ini buat Sella." mata berbinar menatap dokter yang telah merawat nya beberapa bulan ini.

Dr. Betrand tersenyum mengangguk. Ia berhasil buat pria berdiri tak jauh darinya mendengus kesal karna merasa terasingkan.

"Hey, om." menyenggol lengan Bima berdiri di depan pintu melipat kedua tangan nya.

"Gue udah selesai diperiksa. Kita pergi sekarang." lanjutnya.

Langkah lebar Bima dengan cepat meninggalkan ruangan serba putih itu tak menggubris ucapan gadis yang bergelanyut manja di lengan nya.

"Loh Om Bima... !!! Ihh... kok gue ditinggal." teriaknya.

Punggung lebar paman nya sudah menghilang dari pandangan, entah kemana dia pergi Gisella tidak tau.

Gisella berbalik menatap lelaki di belakangnya sendu. "Biar aku antar kamu pulang, soal Bima kamu tidak usah dipikirin, palingan dia cemburu sama kita."

"Cemburu."

'Astaga gue keceplosan.'

"Dok."

"Ah, Iya. Maksudku, kamu tau kan Bima orangnya sibuk, dia pasti ngurusin kerjanya, Ayo!" merangkul bahu gadis memiliki tinggi sebahu nya.

"Mau kemana dok."

"Jalan jalan."

"Nanti kalo ada pasien lain gimana. Kasian mereka nungguin dokter."

"Aku suruh asisten ku."

Alis Gisella bertaut. "Kak Ian."

"Iya. Siapa lagi emangnya, aku cuma punya satu asisten."

Betrand menggandeng lengan gadis di sampingnya menuju lift, disana ada beberapa wanita yang iri melihat keakraban keduanya.

"Dok."

"Hmm."

"Banyak orang."

"Ya biarin. Kita kan naiknya lift pribadi, jadi kamu tidak akan berdesakan dengan mereka."

Bukan itu maksud perkataan Gisella ia tak mau jadi pusat perhatian, terlebih para ciwi ciwi seumuran dokter pribadi nya melempar tatapan tak suka.

Dia dokter paling dikagumi disana, tak jarang para kaum hawa datang hanya untuk melihat ketampanan nya bak artis China.

"Dok."

"Jangan terlalu formal. Panggil aja Bee yang penting selain dokter." menempatkan telunjuk di bibir gadis di hadapannya hendak bicara.

"Usia kita ini tak jauh beda." sambungnya.

Menepis tangan Betrand. "Gak salah dengar dok. Sepuluh tahun loh, dan usiamu sekarang tiga puluh tahun, TIGA PULUH TAHUN." ujar Gisella menekan kata umur.

"Iya, iya. Cerewet amat sih pasien ku satu ini." ucap Betrand mencubit kedua pipi cubby Gisella.

Aku berteriak sebal, lelaki yang notabene dokter pribadi suka jail sama seperti pria yang tinggal seatap denganku, cuma beda watak.

Bima cenderung cuek menyebalkan, datar, sedangkan dia yang ngembaliin keceriaan aku ya meski waktu tak bisa diputar lagi seperti dulu sewaktu bersama keluarga, keduanya sama sama perhatian.
...

Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MOVE ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang