Waktu sudah menunjukan pulul 17.30 yang berarti Arsen sudah seharian berada di rumah sakit, ruangan yang di dominasi oleh warna putih dengan bau obat-obatan yang menyengat itu kini terasa hening karena penghuninya yang sibuk dengan urusan Masing-masing, Sena yang sudah terlelap setelah minum obat bersama dokter yang memeriksanya tadi, Raiden yang sibuk dengan ponselnya dan Arsen yang juga sibuk dengan benda pipih kesayangannya.
Monster galak🐯
Anda:
Ka, jemput aku udah mau pulang ||
17.30
√√
/ReadArsen meletakan ponsel dengan logo apel setengah digigit miliknya diatas nakas di samping brankar Sena setelah sebelumnya mengirim pesan kepada Aska dan memastikan sang pacar sudah membaca pesannya tersebut, tatapan Arsen tertuju kearah Sena yang tengah berbaring diatas brankar dengan infus yang terpasang di tangan kirinya.
Kedua mata dengan bulu mata lentik itu terpejam dengan nyanyaknya, Arsen menatap wajah pucat itu dengan perasaan bersalah, padahal Sena sudah bilang jika itu bukan salahnya, tapi Arsen tetap merasa bersalah karena terbaringnya Sena di rumah sakit karena ulah pacarnya, Aska.
Mengingat nama sang kekasih, Arsen mengalihkan tatapannya kearah Raiden yang berada di sofa, remaja itu sedang fokus memainkan ponsel.
Arsen menatap lekat remaja si pemilik kesabaran setipis tisu itu, sesekali menatap kearah punggung tangannya sendiri yang terdapat luka memar, kemudian menyentuh lehernya yang terpasang plester luka.
Raiden begitu membenci Aska, dan Arsen mengerti alasan kenapa Raiden memiliki rasa benci itu terhadap kekasihnya, kelakuan Aska yang terkadang membahayakan orang lain patut di benci orang lain.
Maka dari itu, saat Raiden menotice luka di lehernya tadi, Arsen langsung memberi alasan yang di dalamnya tidak terdapat nama Aska, karena jika ia mengatakan luka tersebut ia dapatkan dari Aska yang menggigitnya saat di sekolah tadi, Arsen tidak menjamin jika setelah itu Raiden benar-benar akan membunuh Aska.
"Kenapa tangannya di usap-usap terus? Ada yang sakit?"
Arsen tersentak kaget saat suara serak Sena terdengar di tengah-tengah lamunnya, dengan segera Arsen menarik lengan seragamnya agar menutupi memar yang ada di punggung tangannya, kemudian tersenyum dan menggeleng pelan.
"Enggak ada, Na. Kok lo bangun?" jawab dan tanya Arsen.
"Aus." Arsen segera meraih gelas berisi air diatas nakas tepat di sampingnya, lalu membantu Sena untuk duduk dan memberikan gelas tersebut kepada sang sahabat.
"Udah jam setengah enam, lo mau nginep disini?" tanya Sena setelah sebelumnya melirik jam yang terpasang di dinding diatas pintu ruang rawatnya.
Arsen mengecek ponselnya terlebih dahulu, belum ada balasan pesan dari Aska. Namun, pesan yang sebelumnya ia kirimkan sudah dibaca, mungkin Aska sedang di jalan.
"Pulang lah, Na. Gue udah ngechat Aska sih, paling bentar lagi datang." Sena hanya mengangguk kemudian melirik Raiden yang masih fokus dengan ponselnya.
"Lo pulang aja, Rai. Nanti besok pulang sekolah baru kesini lagi, gue disini dirawat sama dokter, jadi gak sendirian," ucap Sena yang sukses menarik perhatian Raiden dari ponselnya.
"Males ah, udah terlanjur izin tiga hari gue, sayang kesempatan libur masa gue sia-siain," kata Raiden yang kembali fokus pada benda pipih ditangannya.
Sena menggeleng pelan, sedangkan Arsen terkekeh kecil, detak jarum jam menjadi satu-satunya suara yang terdengar setelah itu, ketiganya di selimuti keheningan sampai dimana suara notifikasi pesan dari ponsel Arsen menyita perhatian mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship (bxb)
General Fiction"Lo milik siapa Haikal Arsenio?" "Kamu." "Kamu siapa? Jawab yang bener!" "J-jayden Araska." Bagi Aska, sampai kapanpun Arsenio akan tetap menjadi miliknya, tidak ada yang bisa merebut atau memisahkan Arsen darinya, bahkan kematian sekalipun. start:...