PROLOGUE

309 39 20
                                    

Elias Sastranegara.

Philly berdecak kesal begitu melihat nama dari peneleponnya. Tangannya dengan cekatan bergerak untuk mematikan ponselnya yang sedari tadi tak kunjung berhenti bergetar itu.

Setelah memastikan kalau pria menyebalkan bernama Elias itu tidak bisa menghubunginya lagi, barulah Philly memasukkan ponsel miliknya ke dalam saku jaketnya.

Seharusnya hari ini adalah hari dimana Philly merayakan kesendiriannya untuk tahun kedua puluh tiga. Lahir dari rahim seorang simpanan, membuat sang ayah menyembunyikannya sedari Philly lahir.

Philly tidak pernah bertemu dengan ibu kandungnya dan kalau boleh jujur, dia juga tidak berharap untuk bertemu dengan perempuan murahan yang dengan kesadaran penuh menjadikan dirinya sendiri sebagai simpanan seorang pejabat.

Sedangkan ayahnya, pria paruh baya yang hidup dengan nyaman itu hanya mengunjungi Philly jika dirinya berbuat ulah. Dan sekarang, setelah ada Elias, Daniel Kawiswara sama sekali tidak pernah mengunjunginya lagi.

Philly mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Ternyata selain dirinya, banyak keluarga yang memutuskan untuk berpiknik di taman yang berada di dalam perumahannya. Banyak anak kecil yang berlarian bersama ayah mereka, sedangkan ibu mereka siap dengan ponselnya untuk merekam keakraban suami dan anaknya.

Dulu sekali, ketika Philly masih kecil, dia selalu iri dengan pemandangan seperti itu. Dia juga ingin berlarian bersama ayah dan kakaknya. Dia juga ingin piknik dengan keluarganya dan memakan bekal yang sudah disiapkan ibunya. Tetapi semakin dewasa Philly semakin sadar kalau semua itu tidak akan pernah terjadi.

Berlarian dengan ayah dan kakaknya? Pria yang mengaku sebagai ayahnya itu saja bahkan menyembunyikannya dari seluruh dunia. Kakaknya? Ah, pria yang sekarang sudah menjadi aktor tersebut mana tahu kalau dirinya hidup. Dan ibu? Rasanya Philly ingin menertawakan dirinya sendiri. Ibu macam apa yang meninggalkan anaknya di depan pintu rumah orang lain?

"Woah!"

Suara takjub yang berada di dekatnya membuat Philly tersadar dari kegiatan mengasihani dirinya sendiri. Philly mengangkat wajahnya dan mendapati anak laki-laki menatap kakinya dengan takjub.

"Woah," ucap anak itu lagi, masih terkesima dengan kaki Philly yang terekspos karena dia menggunakan summer dress yang cukup pendek. "Kok Kakak bisa punya kaki robot?"

Philly tersenyum mendengar penuturan takjub dari sang anak. Bukan pertama kalinya ada orang yang membahas masalah kaki prostetiknya. Tetapi berbeda dengan orang dewasa yang kerap menyinggungnya, respon anak-anak adalah salah satu hal yang paling Philly sukai.

"Ini?" tanya Philly sembari menunjuk kaki prostetiknya. "Kamu mau pegang?"

Sang anak mengangguk dengan semangat. Tangan kecilnya terulur untuk menyentuh kaki prostetik Philly yang menurutnya terlihat seperti kaki robot. "Kakak beli ini dimana? Aku juga mau minta sama Papa."

Philly tertawa gemas mendengar penuturan anak laki-laki itu. "Kamu mau kaki robot kayak Kakak punya juga?"

Anak itu menatap Philly dan menangguk dengan semangat. "Keren banget Kak, aku juga mau!"

Philly tersenyum lebar. Sepertinya Tuhan baru saja memberikan hadiah ulang kepadanya. Padahal Philly sudah bersiap untuk menghabiskan hari ulang tahunnya sendirian sembari tenggelam dalam masalah hidup. Namun ternyata Tuhan berkata lain. Dia malah memberikan Philly hadiah berupa seorang anak yang mengajaknya berbicara.

Tetapi semua itu tidak bertahan lama. Karena beberapa saat kemudian, anak laki-laki yang sedari tadi berjongkok di sampingnya dan mengagumi kaki prostetiknya itu ditarik oleh sang ayah. Ayah dari anak tersebut melemparkan senyum sungkannya kepada Philly. "Maaf ya, Mbak, anak saya udah ganggu Mbak-nya," ucapnya sebelum menarik anaknya untuk menjauh.

Senyum bahagia Philly seketika itu juga berubah menjadi sendu. Memangnya apa yang salah dengan kaki prostetik? Kenapa orang-orang dewasa tidak bisa bersikap seperti anak-anak dan mengaguminya saja sih? Kenapa mereka malah menatap Philly dengan tatapan kasihan?

"Philly."

Philly tahu kalau ada yang memanggil namanya. Dia juga tahu kalau orang itu sekarang sudah berada di hadapannya. Tetapi Philly tidak mau mengangkat wajahnya dan menatap orang tersebut, karena dia tahu, ketika matanya bersitatap dengan mata orang di depannya, maka hari ulang tahunnya akan hancur.

"Kenapa enggak angkat telepon saya?"

"..."

Pria di hadapannya itu menghela napasnya kasar ketika Philly tak kunjung menjawab pertanyaannya. Dan setelah itu pun, Philly masih tidak mau mengangkat wajahnya. Dia malah memilih untuk mencabut rumput-rumput yang menjadi alasnya duduk.

Namun apa yang selanjutnya dilakukan orang pria yang dibencinya itu membuat Philly mau tidak mau akhirnya mengangkat wajahnya. Elias Sastranegara, si pria menyebalkan itu baru saja mengulurkan cupcake dengan lilin di atasnya di depan wajah Philly.

"Huh?" tanya Philly kebingungan.

"Kue untuk kamu," kata Elias. Pria itu kemudian duduk di hadapan Philly dan kembali mengarahkan cupcake ke depan wajah Philly. "Dari tadi pagi saya belum lihat kamu tiup lilin. Kalau kata Papa saya, setiap ulang tahun itu harus ada kue dan tiup lilin."

Philly menatap pria di depannya dengan curiga. Kenapa Elias tiba-tiba berbaik hati begini kepadanya? Biasanya pria itu hanya akan mengekorinya seperti anak ayam dan bersikap menyebalkan ketika Philly ajak berbicara.

Tetapi ucapan Elias ada benarnya juga. Setidaknya, Philly harus memberikan permohonan dan meniup lilin di hari ulang tahunnya. Siapa tahu Tuhan mendengar permohonan Philly dan mengabulkannya.

Karena itu Philly menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan memejamkan matanya.

Tuhan, tolong bikin mata Papa terbuka dan suruh Elias untuk stop ikutin aku.

Kata per kata itu Philly katakan dalam hati dengan sungguh-sungguh. Dia sangat berharap agar Elias dapat segera pergi dari hidupnya sehingga Philly bisa kembali hidup dengan tenang.

Philly membuka matanya dan menatap Elias yang sudah menunggunya. Dilemparkannya tatapan tidak suka kepada pria itu sebelum akhirnya Philly kembali fokus kepada cupcake yang dipegang oleh Elias. Dengan semangat Philly meniup lilin yang tertancap pada kue tersebut.

Apa yang tidak Philly ketahui, permohonannya itu tidak akan pernah terwujud. Alih-alih, Tuhan malah akan memberikan Elias Sastranegara sebagai teman seumur hidup untuknya.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Moon Is Breaking Through Her HairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang