Suatu sore, saat hujan mulai mengguyur kota, Leo merasakan sesuatu yang berbeda. Hujan yang turun lebat membuat suasana terasa dingin dan mengancam. Leo terbaring di ranjangnya, berusaha mengeluarkan suara, tetapi hanya bisa mengeluarkan "Enghh..." yang lemah.
Sandra yang memasuki ruangan tampak terburu-buru, menghindari tatapan Leo. “Kau sudah siap?” tanyanya, nada suaranya datar, tanpa emosi. Leo merasakan jantungnya berdebar, bertanya-tanya ke mana mereka akan pergi.
Tanpa menjawab, Sandra menggiring kursi rodanya dan memindahkan Leo ke luar. Hujan semakin deras, dan Leo merasa air dingin itu mulai membasahi kulitnya. Dia berusaha melawan rasa dingin yang menyusup, tetapi tidak ada satu pun yang bisa dia lakukan.
Saat tiba di luar, Sandra berhenti. Dia menatap Leo dengan tatapan kosong, seolah-olah sedang menimbang sesuatu. Leo yang berada di kursi roda, hanya bisa memandangnya dengan penuh harap, berusaha untuk berkomunikasi meski tanpa kata-kata.
“Enghh…” Leo mengeluarkan suara, berusaha untuk mendapatkan perhatian Sandra. Dia ingin bertanya, ingin tahu kenapa mereka ada di luar saat hujan. Namun, Sandra hanya menatapnya tanpa berbicara.
“Aku sudah lelah, Leo,” akhirnya Sandra membuka suara, tapi tidak dengan nada yang penuh cinta. “Aku tidak bisa terus merawatmu seperti ini. Aku tidak ingin hidupku berakhir seperti ini.”
Dalam hati Leo, dia ingin meneriakkan bahwa dia tidak memilih untuk menjadi seperti ini.
Tetapi, saat hujan semakin deras, Sandra melakukan sesuatu yang tak terduga. Dengan cepat, dia mendorong kursi roda Leo ke arah air hujan. “Semua orang melihatmu, Leo. Mereka melihat apa yang kau lakukan padaku,” katanya, suaranya penuh kemarahan.
“Enghh…!” Leo berusaha merespons, merasakan ketidakberdayaannya semakin dalam. Hujan jatuh ke wajahnya, membuatnya merasa terjebak antara dunia nyata dan mimpi buruk yang tak pernah berakhir.
Sandra membiarkan Leo terperosok dalam hujan, dingin dan tak berdaya. Dia mengabaikan jeritan hatinya, memutar tubuhnya dan melangkah pergi. Leo merasa semakin terasing, terperangkap dalam tubuh yang lumpuh dan tak berdaya. Suara hujan mengalahkan suara hatinya, mengisi kekosongan yang menyakitkan.
“Kenapa ini terjadi?” Leo berpikir dalam hati, berusaha keras untuk memahami semua yang terjadi. Di luar hujan yang mengguyur, air mata dan hujan seolah bercampur, menandakan kesedihan yang mendalam. Dia ingin berteriak, ingin Sandra mendengar betapa dia mencintainya, betapa dia sangat menyesal atas segala sesuatu yang telah terjadi.
Namun, hujan itu menutupi segalanya. Kesejukan air mengalir di kulitnya, namun Leo tidak merasakan ketenangan, hanya kedinginan dan kepedihan. Dia berjuang untuk mengeluarkan suara, berusaha mengungkapkan semua perasaannya, tetapi hanya bisa bergetar dalam keheningan yang menyesakkan.
Dengan suara yang hampir tak terdengar, dia mengulangi, “Enghh...” berharap agar suara itu bisa menyentuh hati Sandra, berharap agar dia kembali melihat betapa dalamnya cintanya. Namun, hujan terus mengguyur, menenggelamkan harapan dan keinginan Leo.
Satu-satunya yang tersisa adalah keheningan dan air hujan yang terus membasahi tubuhnya. Dalam hati, Leo berdoa agar hujan ini bisa membawa pergi semua rasa sakit dan menyisakan harapan akan hari esok yang lebih baik. Dia tidak tahu berapa lama dia akan terjebak dalam kegelapan ini, tetapi satu hal yang pasti, dia tidak akan menyerah—meskipun hanya dengan suara “Enghh...” yang terputus-putus.
"Kau mau apa?" Sandra berteriak, suaranya tenggelam dalam desiran hujan. "Apakah kau berharap aku akan merawatmu? Apakah kau berharap aku akan kembali mencintaimu setelah semua yang kau lakukan?" Dalam nada suaranya, terdengar kemarahan dan kekecewaan yang mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Istri Baik
RandomSandra mencintai suaminya, tapi rasa sakit yang ia terima menutupi seluruh rasa cinta kepada leo suaminya. Sandra sadar menyiksa suaminya yang lumpuh bukan hal yang benar. Sandra sadar semuanya tidakannya tidak akan pernah berubah sesuatu yang terj...