4. Dua pria

1.1K 366 144
                                    

Mala tertawa terbahak-bahak sampai membuat Ge jengkel sendiri rasanya. Mereka makan gado-gado di pujasera samping kantor. Memilih duduk menjauh dari beberapa karyawan NSP agar tidak ada yang mendengar pembicaraan mereka. 

"Sori-sori. Lucu aja gitu lho. Kok bisa sekebetulan itu?"

"Plot twist yang sangat membagongkan." Ge mengaduk-aduk es jeruknya. 

"Ya lagian, kenapa juga kamu ngibul sama Pak Nicko kalau ngekos di Amarta? Hendra saja tahu itu rumah kamu, pake segala ngibulin atasan."

"Revisi ya Bu. Itu rumah Mas Romi, aku dan Raden Mas cuma numpang."

Tawa Mala kembali meledak. Raden Mas, adalah nama ikan cupang peliharaan Ge. Sementara Romi adalah nama kakak sulungnya. 

"Aku gak nyangka kalau bakal tetanggaan begini. Saat itu asal bunyi saja pas ketemu di minimarket. Biar gak banyak penjelasan. Toh, memang beneran itu bukan rumahku." Ge meletakkan kepalanya di atas meja.

"Terus? Pak Nicko kaget dong?"

“Iya. Tapi, ya udah sih, aku jelasin singkat dan dia cuma tanya Mas Romi, kerja di mana. Udah.” Ge kembali mengangkat wajahnya.

“Pak Nicko memang no drama club-club. Lagian, bukan urusannya juga, kamu mau ngekos, ngontrak atau ngemper.”

“Tetap saja canggung banget rasanya, Mak. Kalau mau izin telat, sakit atau cuti. Bisa-bisa sama dia langsung dipastikan beneran sakit atau enggak. Tinggal ketok pintu doang."

Mala terkikik dengan keluhan itu.

“Padahal akhir tahun aku mau ngambil jatah cuti tahunan." Ge menghela napas masgul.

“Cuti urusannya sama HRD, sepanjang kerjaan kamu beres, gak masalah. Eh, terus yang rencana gathering, serius, kamu nawarin Vila Nabila?”

“Eh iya, serius beneran Mak.” Semangat Ge kembali naik. “Kalau deal, nanti aku bagi komisinya deh.”

Mala tertawa. "Siaaap. Nanti, kalau Pak Nicko ngajak ngobrol, aku ngecap tipis-tipis deeh, biar dia oke. By the way, Pak Nicko gak tahu, kalau itu vila milik keluargamu?”

“Enggak.” Ge meringis. “Gak usah tahu lah, kan nanti urusannya sama HRD dan keuangan. Dia cuma perlu tahu lokasinya gimana, oke atau enggak. itu saja kan? Oh ya, gak usah bilang orang-orang kalau itu vila  keluargaku ya Mak. Biar gak banyak yang tiba-tiba minta diskonan.”

Mala tertawa. Dia pernah menginap di Nabila bersama keluarganya saat liburan ke Trawas. Tempatnya memang asyik, dan Mala dapat harga persahabatan.

“Jangan ambil tanggal  di akhir tahun. Karena sama Pak De, harga dinaikkan. Mending awal bulan Desember atau awal Januari tahun berikutnya."

“Nanti aku koordinasi dengan personalia dulu. Sekalian ngecek jadwal produksi," kata Mala.

Gea mengangguk. Lalu mendesah masygul. Tadi pagi, dia memilih berangkat duluan agar tidak papasan dengan Nicko, lalu bagaimana dengan nanti malam? Semoga, tetangga barunya tidak resek. 

Ponselnya yang ada di atas meja berdering. 

"Bentar, editorku telepon nih. Lagi kangen kayaknya dia."

"Kelamaan hiatus."

Ge meringis, mengangkat teleponnya yang terus berdering. 

***

"Akhirnya dapat rumah di mana, Mas?" Hendra bertanya pada Nicko yang siang ini lagi-lagi mengajaknya makan siang bareng, di salah satu rumah makan dekat kantor. Kadangkala Hendra memanggil Mas, jika hanya berdua seperti ini. Setelah ngobrol urusan kerjaan, dia teringat kalau bosnya sedang mencari rumah di dekat kantor. 

Desimal & Bujur SangkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang