6. Ex

1.3K 387 148
                                    

Selamat membacaaa.

😌😌😌

Gea tak pernah menyangka, kalau setelah makan malamnya dengan Nicko, esok siangnya dia harus berhadapan dengan Erika. Bukan untuk di sidang, atau dimaki habis-habisan, tapi untuk mendengarkan curhatan perempuan itu. Lebih tepatnya, dia diseret Mala dengan paksa untuk menemani menemui Erika yang tiba-tiba ingin bertemu. Yah, nasib apes Mala, karena pernah menjadi teman sekolah Erika saat SMA. Meskipun tidak dekat-dekat amat.

"Nicko nih, bener-bener cowok gak punya hati. Kami bahkan sudah membeli rumah di Puri Indah Ketintang, bisa-bisanya dia mutusin pertunangan begitu saja."

Setengah jam duduk mendengarkan luapan emosi Erika, Gea sudah tak tahan. Frappuccino-nya bahkan sudah habis. 

"Terus, rumah itu, gimana jadinya, sekarang?" tanya Mala. 

Gea cukup tertarik untuk bagian yang satu ini. Membeli rumah bersama, artinya investasi bersama. Kalau putus, pembagian hak miliknya gimana tuh? Nikah saja belum. 

"Ya rumah itu tetap milik Nicko lah, kan dia yang beli untuk kami tinggali nanti."

Yaelah! Kirain. Gea berniat menambah minuman, karena sepertinya pembicaraan masih lama. 

Eh tunggu-tunggu, kalau Nicko sudah punya rumah di Ketintang, kenapa dia gak kabur ke sana saja daripada beli rumah baru di Amarta, ya? Sengaja buat investasi apa takut didatangi Erika ke Ketintang? Gea jadi penasaran. 

"Aku tu iri sama kalian berdua. Bisa tiap hari ketemu Nicko, tiap hari ngobrol sama dia." Erika merengut. 

Sontak saja Mala tertawa. “Ya ampun, Rik. Kamu iri sama kami? Tiap hari kami memang ketemu, tapi kami kerja, bukan nongkrong. Pak Nicko kalau ngajak ngobrol, yang diobrolin progres dan laporan. Galak pula." Mala mulai hiperbola.

“Kaku banget ya?” tanya Erika

“Sangat, tanya saja sama Gea. Kalau sudah deadline dan desain dia gak kelar-kelar.”

Ya ampun, sudah anteng, disenggol juga. Keluh Gea dalam hati.

“Ya kan Ge?” Mala menyikut lengannya. Mencari bantuan. 

Gea mengangguk. “Sangat kaku. Sangar. Menyeramkan.” Duh, sorry deh Bos.

“Justru karena dia kaku dan menyeramkan, makanya aku suka banget sama dia.”

Hah? Mala dan Gea kompak melongo.

“Bukannya anyep ya? Gak ada romantis-romantisnya?” tanya Mala heran.

“Ya iya sih. Love language dia tuh, act of service. Memang gak banyak omong, tapi lebih banyak tindakan.”

Hadeh. Tadi ngomel-ngomel, sekarang memuja. Gea mengangkat tangan, memanggil waiters, karena ingin menambah minuman. 

“Dia tuh, masuk kriteria cowok setia, La. Dia gak pernah ganjen sama cewek lain, tiap ikut aku pemotretan. Dia lebih suka cari tempat yang nyaman versi dia, ketimbang meladeni temen-temenku yang pengen kenalan.”

Gea melirik Mala yang masih terlihat sabar mendengarkan.

“Dia green flag. Gak pernah macam-macam. Gak kayak cowokku sebelumnya. Pokoknya, dia husband material, dan aku maunya nikah sama dia.”

“Orang tua kalian, gimana?” tanya Mala.

"Tante dan Om Nawasena hanya bisa minta maaf, gak bisa berbuat banyak, karena Nicko orangnya kaku. Kalau sudah ambil keputusan pantang berubah.”

“Orang tua kamu?”

“Papa sama Mama, gimana ya?” Erika cemberut lagi. “Papa sama Mama justru memarahiku, kata mereka, aku yang banyak tingkah, makanya Nicko menyerah. Mama bahkan menuduhku ada main sama Ferdinand.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Desimal & Bujur SangkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang