Pedri tengah menunggu Gavi di depan rumahnya. Keduanya berencana untuk pergi ke supermarket, lantaran Pedri mendapatkan perintah dari ibunda tercinta untuk membeli bahan-bahan dapur.
Keluarga keduanya juga termasuk keluarga yang hangat dan harmonis, ibu Gavi juga sudah menganggap Pedri sepertinya putranya sendiri. Seperti kali ini, ibu Gavi memberikan cookies yang baru saja dibeli. Berbicara banyak hal dengan Pedri, dan tentu saja Gavi termasuk dalam topik pembicaraan mereka.
Gavi datang dengan menggunakan hoodie abu-abu favoritnya, berjalan mendekati Pedri dan ibunya yang tengah duduk di teras depan rumah. "Kalian membicarakan ku, ya?" alis Gavi mengerut penasaran.
"Tidak tidak. Kalau begitu ayo Gavi kita berangkat." Pedri beranjak dari duduknya, mengajak Gavi untuk segera pergi, dan berpamitan pada ibu Gavi.
"Hei hei. Nanti jangan lupa traktir aku dengan es krim, oke Pepi?" Gavi suka memanggil Pedri dengan sebutan Pepi, Gavi merasa begitu dekat dengan Pedri, dan Pedri selalu mengiyakan apapun yang Gavi mau saat dirinya menyebut nama panggilan Pedri.
Mereka berjalan beriringan, menikmati ramainya jalanan, dan betapa sibuknya semua orang. Pedri menoleh dan mengangguk dengan senyuman lebar.
"Sungguh? Tumben sekali tidak menolak."
Pedri menghela nafas dan mulai merangkul pundak Gavi. "Agar preman sekolah ini senang, dan tidak merajuk, paham?" goda Pedri penuh penekanan pada kalimat preman.
Gavi mengerucutkan bibirnya, dan mulai mencubit perut Pedri. "Pedri sialan González," sungut Gavi tak terima.
Keduanya berjalan dengan dibarengi gelak tawa. Gavi yang membicarakan banyak hal dan dengan Pedri yang senantiasa mendengarkan dan merespon dengan penuh antusiame. Hal kecil yang tidak semua orang bisa lakukan, dan salah satu alasan kenapa Gavi begitu terperangkap dalam perasaan yang tak seharusnya ada untuk sebuah persahabatan yang sudah mereka bangun sedari kecil.
.
.
.Kini dua pemuda itu tengah memilih bahan apa saja yang dibeli. Sebenarnya hanya Pedri, sedangkan Gavi seperti anak ayam yang mengikuti induknya di belakang. Sesekali Gavi meminta makanan ringan pafa Pedri, dan tentu saja mendapatkan penolakan dari Pedri.
"Tidak Gavi. Untuk kali ini hanya es krim saja, ok?"
"Tidak asik." Gavi kesal, mengerutkan keningnya. Seharusnya Gavi tidak percaya begitu saja ketika Pedri mengiyakan keinginannya, lihat sekarang, Gavi tak bisa membeli makanan ringan favoritnya.
Bukan tanpa alasan Pedri melarang Gavi membeli brownies kering. Gavi memiliki masalah pada giginya, sahabat Pedri itu sering kali makan makanan sembarang dan berakhir giginya akan sakit, dan Gavi merengek pada Pedri.
Pedri berbalik, menatap Gavi. "Ingat terakhir kali dirimu makan es krim dan coklat secara bersamaan, Gavi," tegur Pedri tegas. Jika bersama Gavi, Pedri seperti orang tua yang mengasuh anaknya.
"Baiklah Pepi," cicit Gavi, tak mau membantah lagi. Meskipun Gavi ini nakal di sekolah, jika harus dihadapkan dengan Pedri yang seperti ini tentu saja Gavi tak akan berani. Tak punya nyali.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Pedri selesai dengan belanjaannya, dan tak lupa membelikan es krim vanilla untuk Gavi.
Keduanya memutuskan untuk duduk sejenak di depan supermarket, memakan es krim bersama. Dan tak sengaja bertemu dengan Pablo Torre, teman sekelas mereka yang sepertinya juga baru selesai berbelanja.
"Hai sobat," sapa Pablo pada keduanya. Gavi tersenyum, melakukan tos dengan Pablo. Gavi dan Pablo itu 11 12, bukan hanya wajah mereka yang mirip, tingkah keduanya juga sama. Siswa nakal sekolah. Hanya saja, Pablo lebih pendiam dari Gavi yang sedikit agresif.
"Sendiri saja?" Tanya Pedri basa-basi, melihat Pablo keluar sendirian dari supermarket. Pablo menggelengkan kepalanya dan menunjuk dengan dagunya kearah dalam supermarket.
Marc Bernal, junior mereka di sekolah yang terkenal karena kepintarannya dan kapten tim sepakbola Barcelona High School.
Pedri dan Gavi saling tatap dengan bingung, pasalnya bagaimana bisa Pablo bersama pemuda itu.
Sementara itu Marc Bernal, datang dengan rokok disudut bibirnya. Mencium sekilas bibir Pablo, membuat Gavi sedikit membelalakkan matanya.
Pablo menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Aku. Dan Marc sudah bersama sejak lama, tapi tak banyak yang tahu," Pablo menjelaskan, melihat ekspresi bingung kedua temannya.
Gavi mengangguk paham. Ya tentu saja, dengan popularitas yang Marc miliki tidak mungkin mereka secara terang-terangan menunjukkan hubungan mereka. "Hei bung. Bagaimana bisa kau menyukai orang seperti Pablo," goda Gavi diakhiri dengan gelak tawa.
"Sialan," sungut Pablo.
Marc tampak berpikir sejenak. "Karena itu Pablo," jawabnya singkat.
Pedri yang sedari awal hanya diam pun ikut angkat bicara. "Pasangan yang serasi."
"Terima kasih, Pedri. Kalau begitu kami pergi dulu." Pablo menarik lengan kekasihnya, dan memberikan jari tengahnya pada Gavi yang menjulurkan lidahnya.
Usai perginya pasangan Marc dan Pablo Gavi bergumam pelan. "Aku iri."
"Kenapa?" Pedri yang mendengarnya bertanya.
Gavi menggelengkan kepalanya, tidak mungkin ia menjawab bahwa dirinya menyukai Pedri dan semakin diperkuat ketika melihat temannya memiliki kekasih yang supportif.
"Es krim mu sudah habiskan? Ayo kembali juga," ajak Pedri. Gavi lagi-lagi hanya tersenyum. Mau berharap apa dirinya pada pemuda seperti Pedri ini.
Hanya keajaiban yang dapat menyadarkan Pedri jika Gavi menyukai dirinya.
tbc~~~
heheheheh semoga suka, alurnya agak lambat kayaknya ini. buat sakit gigi gavi itu aku terinspirasi dari doi yg absen match musim kemarin karena sakit gigi 😔🫵 klo buat Marc Bernal sama Pablo Torre, aku gemes sama mereka di pra-musim, keliatan deket banget🤏lagi banyak moment ini duo midfielder barca, gemesss 🥹🤏

KAMU SEDANG MEMBACA
Trust Me [PedriGavi]
FanfictionSuka, benar. Gavi, seorang remaja nakal yang sialnya menyukai sahabatnya sendiri, Pedri. Dimana sifat keduanya saling bertolak belakang. Awalnya, semua baik-baik saja, baik perasaan Gavi pada Pedri, ataupun pertemanan keduanya. Hingga satu peristiwa...