Malam itu, saat Sunghoon bersiap-siap meninggalkan apartemen Wonyoung, ia mengenakan jaketnya dengan gerakan cepat dan efisien, ekspresinya masih sama dinginnya seperti biasa. Wonyoung berdiri di sisi ruangan, menatapnya dalam keheningan, namun tak ada ungkapan rasa sayang atau perhatian yang tampak dari Sunghoon.
"Terima kasih untuk malam ini," ucap Sunghoon singkat sambil melirik sekilas ke arahnya, seolah ucapannya hanyalah formalitas belaka.
Wonyoung mengangguk pelan, hatinya terasa sedikit berat mendengar nada acuh tak acuh itu. Namun, sebelum Sunghoon benar-benar beranjak keluar, ia berhenti sejenak dan mengeluarkan ponselnya.
"Uang pengobatan untuk ayahmu," kata Sunghoon tanpa melihat ke arahnya. "Sudah kutransfer, jadi kamu tidak perlu khawatir lagi."
Kata-kata itu, meski penuh maksud baik, terdengar seperti sebuah kesepakatan. Bukan sebuah bantuan dari hati, melainkan lebih seperti pembayaran yang dingin. Wonyoung mengangguk lagi, namun kali ini matanya tertunduk. Kata-kata itu meninggalkan kesan perih yang sulit diabaikan. Sunghoon tidak menunggu jawaban lebih lanjut darinya, dia hanya membuka pintu dan pergi begitu saja, membiarkan kesunyian kembali menyelimuti ruangan
Saat Wonyoung tiba di rumah sakit untuk mengunjungi ayahnya, ia melangkah masuk ke ruang rawat dengan hati-hati. Ruangan itu dipenuhi suara mesin-mesin monitor yang berdetak monoton, seakan mengingatkan bahwa waktu di sini berjalan begitu lambat. Di sisi tempat tidur, ayahnya terbaring diam, masih dalam keadaan koma yang panjang. Wonyoung duduk di sampingnya, menggenggam tangan ayahnya yang terasa dingin, dan tiba-tiba ada rasa rindu yang menyelinap, mengingatkannya pada masa-masa ketika ayahnya masih sehat dan selalu mendukungnya.
Ia menarik napas panjang, berusaha menahan perasaan yang menyesakkan. "Pa, aku... aku berharap kamu bisa mendengar ini. Aku mencoba yang terbaik untuk menjaga semuanya tetap berjalan, tapi rasanya berat sekali..."
Pintu ruangan terbuka perlahan, dan tanpa Wonyoung sadari, Jake muncul dengan langkah pelan. Awalnya, ia hanya berdiri di ambang pintu, mengamati Wonyoung yang tenggelam dalam kesedihannya. Setelah beberapa detik, Jake melangkah masuk, mendekat tanpa suara hingga akhirnya Wonyoung menyadari kehadirannya.
Wonyoung menoleh, terkejut, namun wajah Jake yang lembut membuatnya sedikit tenang. "Jake...," ucapnya dengan suara pelan, tak mampu menyembunyikan kelelahan di matanya.
Jake duduk di sebelahnya, menatap wajah Wonyoung dengan penuh empati. "Aku sempat mencari-cari kamu, tapi ternyata kamu di sini," katanya, suaranya pelan dan penuh perhatian. "Kenapa kamu nggak bilang dari awal? Aku bisa menemani."
Wonyoung tersenyum samar, tetapi senyum itu tak bisa menutupi keletihan yang sudah terakumulasi. "Aku nggak mau membebani kamu dengan masalahku, Jake. Ini... terlalu banyak untuk dihadapi sendiri. Kamu punya banyak hal lain yang perlu diurus juga, kan?"
Jake menggeleng, tatapan matanya semakin lembut. "Aku peduli sama kamu, Won. Aku di sini bukan cuma buat hal-hal yang menyenangkan. Aku mau ada buat kamu, terutama di saat-saat sulit kayak gini."
Perkataan Jake membuat Wonyoung tersentuh. Ia berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Melihatnya begitu rapuh, Jake meraih tangan Wonyoung, menggenggamnya erat, seakan mencoba memberikan kekuatan lewat sentuhan itu. Mereka terdiam untuk beberapa saat, hanya menikmati kebersamaan yang sunyi namun penuh makna.
Jake lalu memandang ayah Wonyoung yang terbaring di tempat tidur. "Ini ayah kamu, kan?" tanyanya dengan lembut, mencoba memahami seberapa berat beban yang Wonyoung tanggung.
"Iya... Papa udah koma sejak beberapa bulan yang lalu. Ada banyak biaya yang harus aku keluarkan buat perawatannya," ujar Wonyoung sambil menunduk, suaranya terdengar kecil. Ia tak pernah terbiasa mengeluh, namun kehadiran Jake membuatnya merasa sedikit lebih kuat untuk berbicara tentang semua hal yang ia pendam selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET AND SINS| Sunghoon Wonyoung Jake ENHYPEN
RomanceAs soon as I see you, I can't stop looking at you from all angles. I want to remember every stroke of your face, every fold, every detail to the smallest and finest of them.