Bab 12 Pengawal Rahasia

20 4 0
                                    


Dengan langkah berat, dua bodyguard bertubuh besar memasuki ruang kerja Alan. Wajah mereka penuh lebam dan luka, darah mengalir dari sudut bibir, dan mata mereka nyaris tertutup bengkak. Mereka menunduk, berdiri di hadapan Alan yang terlihat shock. Mereka juga tampak kelelahan dan terbungkam, menahan rasa sakit yang begitu jelas terlihat di wajah mereka. Keheningan tegang memenuhi ruangan, sementara Alan menatap mereka tajam, merasakan ada sesuatu yang jauh lebih besar di balik luka-luka itu.

"Ada apa dengan wajah kalian?" tanya Alan.

"Maaf Tuan, ada beberapa orang yang menjaga rumah Xena. Kami diusir hingga babak belur," jawab salah satunya.

"Kalian bercanda? Xena itu hanyalah orang miskin yang gak punya apa-apa. Mana mungkin dia sanggup menyewa penjaga?"

"Tapi, memang ada banyak penjaga di rumah itu Tuan. Kami juga tidak tau siapa mereka."

Alan berpikir keras, mungkinkah yang di bicarakan bodyguard-nya itu benar?

"Kalian keluar sekarang!" perintahnya.

Merasa tak puas dengan informasi yang dibawa oleh dua bodyguard-nya itu, Alan mencoba menghubungi sekretarisnya.

"Halo, Tuan Alan?"

"Halo Pram. Bagaimana hasil penelusuran mengenai Xena. Apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang keluarganya?"

"Kami kesulitan menemukan keluarganya Tuan. Namun, kami mendapat sedikit informasi, bahwa dia adalah anak yatim piatu. Orang tuanya adalah korban pembunuhan di daerah pantai Kenjeran sekitar tiga belas tahun yang lalu."

"Kamu yakin, informasi itu benar? Setau saya, dia masih mempunyai seorang ayah."

"Kami juga belum terlalu yakin Tuan, karena nama anak korban pembunuhan itu, bukan Xena."

"Cari informasi yang benar. Jangan sampai salah."

"Baik Tuan Alan, kami akan berusaha mencarinya lagi."

Informasi dari sekretarisnya membuat kepala Alan berputar, hatinya semakin diliputi kebingungan. Ada sesuatu yang gelap dan misterius tentang Xena, sesuatu yang tak pernah ia duga. Tak heran perempuan itu berani menantangnya selama ini, seolah mempunyai kekuatan rahasia yang bahkan tak diketahui oleh Alan. Dalam keheningan yang mencekam, batinnya berbisik penuh kegelisahan, "Xena... siapa kamu sebenarnya?"

Beberapa saat kemudian, Jonathan muncul di ambang pintu, melangkah masuk dengan wajah tanpa ekspresi. Di tangannya, ia menggenggam beberapa berkas--hasil rapat panjang dengan pihak mal. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia meletakkan berkas-berkas itu di meja di depan ayahnya, matanya tetap tertunduk, menghindari tatapan pria yang selama ini menjadi sosok paling tak menyenangkan baginya. Setelahnya, tanpa sepatah kata, ia berbalik, berniat pergi secepat mungkin, meninggalkan ruangan yang tiba-tiba terasa begitu dingin dan penuh jarak.

"Nathan! Kapan kamu akan berangkat ke London?"

Tanpa berbalik sedikit pun, Jonathan menjawab pertanyaan ayahnya dengan suara yang tenang namun penuh amarah yang tertahan. Tubuhnya tetap memunggungi pria itu, seolah enggan memperlihatkan kekecewaannya yang mendidih di balik wajah dinginnya.

"Aku gak mau kuliah di sana," suaranya terdengar rendah namun tegas, menusuk keheningan di ruangan itu. "Biarkan Nathan tetap di Surabaya saja."

"Kamu gak ingin jauh dari Xena?"

Mendengar Alan menyebut nama Xena membuat Nathan sontak berbalik, menatap wajah ayahnya itu dengan penuh kesungguhan. "Nathan mau bantu Papa di perusahaan," ucapnya mantap. "Bukankah akan lebih baik kalau Nathan belajar langsung dari Papa?"

Xena Love Hate Reletionship ( Hiatus, Akan Pindah Ke PF Lain)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang