Lima: Senyum dong

6 1 0
                                    

Alexander menutup buku tulisnya tepat bel istirahat berbunyi. Cowok tinggi itu langsung bangkit dari kursinya dan menegakkan tubuhnya. Ketika baru jalan beberapa langkah terdengar suara lirih yang membuatnya berhenti.

Selanjutnya, sebuah tangan menyentuh bahunya dari berlakang. Sentuhan itu mengalirkan semacam aliran listrik yang membuatnya bergidik. Suara perempuan terdengar namun ia tidak mau menoleh sedikit pun untuk melihatnya. Alexander tidak mau kalau ia tertangkap basah sedang gugup dan tegang.

Cowok berjaket jins itu memutuskan untuk kembali melanjutkan langkah kakinya, membiarkan siswi baru itu menatapnya jengkel. Saat di ambang pintu, tiba-tiba saja langkahnya terhenti kembali.

Telinga Alexander baru saja mendengar perempuan itu mengatainya 'dasar tuli'. Bangke! Kurang ajar mulut petasan itu! Mau gue kasih cabai rawit merah rasanya!

Ngerti nggak sih, Alexander enggak dengerin ocehan Evalina itu bukannya tuli tapi karena gemetar dan gugup.

Alexander mendengus, sepertinya ia harus memberikan perempuan bawel itu jitakan kepala atau enggak petengen leher. Biar tahu rasa tuh perempuan!

Jadi Alexander langsung berbalik untuk memberikan perempuan berkepang dua itu pelajaran. Ternyata tidak mudah seperti mengahadapi perempuan lainnya. Ketika berada tepat di hadapan perempuan itu nyalinya mendadak ciut.

Ia justru hanya bisa menatap matanya tanpa kedip. Kedua manik mata bening perempuan itu membuatnya menelan ludah.

Jika sedetik saja lagi Alexander menatap mata perempuan itu pasti akan terjadi sesuatu yang aneh di hatinya. Alexander tidak mau hatinya berdebar. Jadi, ia langsung saja berjalan melewati anak baru itu dan mengambil sebatang rokok dari dalam tasnya.

Mungkin, setiap hisapan dan hembusan asapnnya akan membuatnya akan dapat berpikir tenang. Dan juga dapat melupakan mata perempuan itu yang kini melayang-layang di benaknya.

***

Alexander memutuskan melangkah pergi mencari ketenangan.

Kantin seperti di pasar!

Taman seperti tempat pacaran!

Lapangan dan koridor seperti lagi ada konser, biasalah murid-murid pada nonton basket!

Jadi tempat satu-satunya ialah perpustakaan, akhirnya Alexander bisa menenangkan pikirannya di sana. Tempat yang tidak pernah ramai. Paling banyak hanya lima orang, sementara kapasitasnya bisa sampai sepuluh kali lipat.

Alexander dari kecil memang suka membaca. Dari buku dongeng, komik, hingga fiksi. Ia pernah membaca salah satu buku tentang cinta dan kutipannya kurang lebih begini 'jika dadamu berdebar ketika menatap seseorang, itu tandanya jatuh cinta dan jatuh cinta adalah cara terbaik untuk bunuh diri!'

Tentu saja Alexander tidak mau merasakan itu, buat apa rela mati karena cinta!

Cowok tinggi itu bergumam. "Gue enggak mungkin suka sama tuh cewek!!!"

"Dasar cewek mulut terompet! Berisik! Pengganggu!"

Alexander benar! Sekarang perempuan itu berhasil mengganggu pikirannya. Cowok itu menaruh kembali buku yang telah ia baca lalu memejamkan matanya.

"Lupakan!"

"Lupakan!"

"Lupakan!"

Alexander membuka mata perlahan sambil mengembuskan napas keras!

Yang terjadi justru sebaliknya, perempuan yang miliki lesung pipi itu kini berada tepat di hadapannya, sedang memijat-mijat kepala.

"Pusing banget ya ampun! Pusing lagi kalau enggak ada kepala!"

Gak Semua Kuat Untuk TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang