Chapter 1(Bagian 3) : Sebuah Perasaan

4 4 2
                                    

-

-

-

Bel masuk kelas akhirnya berbunyi dan hari ini kelasku ada jadwal untuk belajar di laboratorium sains. Aku mengambil buku penelitian dan buku tulisku lalu berjalan menuju laboratorium.

Jarak antara laboratorium dan kelasku mungkin bisa dikatakan cukup jauh. Laboratorium berada di lantai tiga dan kelasku berada di lantai dua. Untuk melewatinya tentu cukup melelahkan karena harus naik tangga satu kali.

Sesampainya di laboratorium, Pak Darwin membuka ruangan tersebut dengan kunci dan setelah ruangan itu terbuka, entah kenapa tempat ini terlihat sedikit menyeramkan. Mungkin karena sudah lama tidak ada yang memakai tempat ini.

Tapi kami tetap memutuskan untuk belajar di ruangan itu karena bahan-bahan yang diperlukan untuk penelitian hanya bisa ditemukan di ruangan itu.

"Baiklah semuanya, duduk di tempat masing-masing dan sekarang kalian buat satu kelompok yang beranggotakan dua orang, lalu kerjakan penelitiannya bersama-sama," ucap Pak Darwin.

Aku kira Pak Darwin hanya akan memberu salam pembuka seperti pagi tadi. Tapi sepertinya aku berharap terlalu banyak. Mungkin kata-kata 'jangan berharap terlalu tinggi terhadap seseorang' itu benar adanya.

Dari sini kami akan mencoba untuk menyalakan sebuah lampu kecil melalui stop kontak yang terpasang lewat penghubung yang pendek.

Aku dan Jason berhasil menyalakannya dalam satu kali percobaan, sedangkan beberapa teman kelas yang lain berhasil dalam dua dan tiga kali percobaan, bahkan ada yang sampai lima kali.

Setelah itu Pak Darwin melihat hasil upaya kami dalam menyalakan lampu tersebut. Melihat hasilnya, beliau hanya mengangguk saja lalu mencatatkan nilai kami di buku nilai yang dia pegang.
Sejujurnya aku dan Jason tidak tahu berapa nilai yang diberikan itu, sepertinya hanya tuhan dan Pak Jason yang tahu, sayang sekali.

Lalu dilanjutkan dengan berkeliling melihat hasil percobaan dari siswa-siswa lain dan dia memasang reaksu dan ekspresi yang sama.

Setelah selesai, Pak Darwin mulai menjelaskan beberapa teori yang terkait dengan materi hari ini beserta dia juga menjelaskan tentang siapa penemu bola lampu dan bagaimana bola lampu itu bisa ditemukan.

Pak Darwin menjelaskan semua hal itu selama kurang lebih satu jam hingga kami semua yang berada di ruangan itu ada yang merasa mengantuk. Bahkan beberapa siswa yang duduk paling belakang sudah tertidur.

Dan ....

Bel selanjutnya sudah berbunyi yang menandakan sudah waktunya untuk pergangian jam. Kami membereskan beberapa alat dan meletakkannya kembali ke tempat, lalu membereskan buku-buku kami juga dan keluar dari ruangan itu.

Karena Jason dan teman-teman lainnya berjalan lambat sekali, akhirnya aku mrndahului mereka semua dan saat aku berjalan lebih awal, aku melihat di lantai dua kalau Ichika sepertinya sedang ditembak oleh seseorang yang sepertinya itu adalah adik kelas.

"Kak Ichika, aku menyukaimu, aku mohon terimalah coklat ini dan balaslah perasaanku," ucap orang itu sambil berlutut dan memberikan coklat kepada Ichika.

"Maaf, aku tidak bisa membalas perasaanmu karena aku sedang punya alasan tertentu," jawab Ichika.

Lalu orang itu berjalan menjauh dari keberadaan Ichika dan di saat itulah Ichika tidak sengaja melihatku saat melihatnya ditembak oleh orang itu.

"Kau ... kau melihatnya?" Ichika bertanya dengan nada yang sedikit gugup, mungkin dia merasa malu karena hal itu dilihat oleh seseorang.
"Ya. Tapi aku akan melupakannya, jadi kau tenang saja," balasku. Lalu aku masuk ke kelas dan meninggalkannya berdiri sendirian di ruangan itu.

Setelah melihat Niki masuk kelas, Ichika berjalan sendirian menuju toilet perempuan dengan pandangan tertunduk ke bawah.

Saat berada di toilet, dia terlihat sedih sambil mencuci tangannya. Lalu dia melihat ke arah kaca yang ada di toilet.
"Kenapa kau tidak peduli kepadaku, kenapa kau bahkan tidak melihat seseorang sepertiku! Apa yang kurang dariku!" Gerutunya terhadap diri sendiri di depan kaca.

Lalu dia mencuci mukanya untuk menyembunyikan rasa sedih yang baru saja dia keluarkan. Setelah merasa sudah lebih lega, dia keluar dari kamar mandi dan berjalan ke kelas. Wajahnya seolah-olah mengatakan kalau tidak terjadi apa-apa terhadap dirinya, Ichika menyembunyikan ekspresinya dengan baik.

Tapi, rekasinya itu dicurigai oleh satu teman baiknya, yaitu Mimi.

"Hei Ichika, apa yang terjadi denganmu? Sepertinya kau baru saja mengalami sesuatu yang menyedihkan," tanyanya.

Ichika terkejut saat melihat Mimi tiba-tiba berada di kamar mandi. Dia langsung memasang muka seolah-olah tidak ada hal aneh yang terjadi.

"Eh? Mimi? kenapa jau berada di tempat ini, seharusnya kau menungguku di kelas saja--"

"Aku ke sini karena khawatir denganmu. Cepat jelaskan apa yang terjadi padamu. Kau mengalami sesuatu yang menyedihkan bukan?"

Mimi memotong kalimat Ichika sebelum akhirnya Ichika selesai berbicara.

"Aku? Mengalami sesuatu yang menyedihkan? Itu sangat mustahil Mimi. Aku baik-baik saja kok, kau percaya saja padaku," balasnya dengan nada yang sedikit meragukan.

Mimi memasang muka curiga, dia merasa ada suatu hal yang terjadi lada Ichika. Tapi, karena Ichika terlihat ingin menyembunyikannya, jadi Mimi hanya bisa mengikuti arus.

"Baiklah kalau kau merasa seperti itu."

Mimi tetap merasa curiga tentang apa yang dilakukan oleh Ichika. Tapi, dia tidak ingin memperpanjang percakapan itu karena dia sadar nanti akan jadi merepotkan jika percakapan itu diperpanjang.

**********

My IdolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang