BAB 3. THE END (c)

231 58 20
                                    

BAB 3. THE END ( c )

SEBELUMNYA

==================

"Tidak perlu, Vale!! Aku sangat bisa membiayai anak-anak seumur hidup mereka. Dan kamu tidak akan semudah itu untuk mati" Jelas Erick mengejeknya karena ia pernah mencoba bunuh diri di depan pria itu, tapi sayangnya ia tidak punya nyali. Sungguh saat yang memalukan.

Valeria menggelengkan kepalanya, mengabaikan ejekan Erick, toh ia pernah mendapat hinaan lebih parah dari itu.

"Setidaknya anak-anak mendapat sesuatu dari aku. Meskipun itu bukan hasil kerjaku. Mungkin nanti kamu bisa kasih penjelasan kalau mamanya dulu hanya ibu rumah tangga, yang tidak punya penghasilan, jadi hanya bisa kasih warisan dari harta gono-gini..."

Valeria terkekeh sambil mengedipkan matanya pada Anita yang segera menundukkan kembali wajahnya. Wanita itu terlihat sangat takut padanya. Bagus lah...

Dan ia bisa melihat wajah Erick memadam.

"Drama apa lagi yang kamu mainkan, Vale?" Geram Erick.

*******

Valeria menggelengkan kepalanya

"No, tidak ada drama lagi.." Valeria mengangkat tangan kanannya dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya

"Swear" Imbuh Valeria sambil tersenyum lebar. Berkebalikan dengan perih dihatinya.

Erick mendengkus tidak percaya.

"Ambil saja semua itu, Vale. Ambil untuk kamu semua. Kamu pasti memerlukannya. Kamu tidak punya apa-apa, kamu tidak punya siapa-siapa lagi yang bisa bantu. Kamu pikir kenapa aku kasih kamu tunjangan cerai?"

Hati Vale pedih.

Erick tahu.

Erick tahu kalau dia tidak punya apa-apa dan tidak punya siapa-siapa.

Seluruh hidupnya sudah ia abdikan untuk suami dan kedua putrinya.

Tapi kenapa ia dibuang?.

"Terima kasih, Erick. Sejak dulu kamu memang baik..." Sindir Valeria.

Erick semakin geram.

Valeria memandang taman di sekeliling halaman belakang ini.

"Semua mawar sudah dibuang ya..?" Kekeh Valeria

"Mawarnya bagus padahal..."

"Lima menit kamu habis" Ujar Erick dengan nada memperingatkannya.

Valeria mengangguk.

Kini ia melihat ke arah rumah bertingkat dua itu. Ia menatap lantai dua.

Kamar yang ia tempati dulu. Kamar yang ia rancang sendiri, bahkan suaminya dulu sangat menyukai kamar mereka, khususnya ranjang mereka yang antik. Dengan empat tiang dan kain tule putih yang menjuntai yang membuat suasana sangat romantis. Kadang ia menaburkan kelopak mawar di lantai dan...

Valeria menggelengkan kepalanya, ia tepis kenangan yang kini terasa menyakitkan.

Ia perhatikan lagi kamar itu, mungkin untuk yang terakhir kalinya

Sial! mawarnya yang merambat di dinding itu juga dibuang.

Padahal mawar itu ia rawat dengan susah payah agar bisa merambat hingga ke lantai dua, kenapa harus di potong? meskipun ia tahu siapa yang menginginkan mawar-mawarnya di potong. Tapi tetaplah menyebalkan hasil kerja kerasnya di buang begitu saja.

THE STORY OF VALERIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang