🍂Bab 14

3.9K 721 59
                                    

Happy Reading!

Vino berlari masuk ke ruangan tuan Adrian dan langsung berlutut. Bahkan Abdi yang melihat itu hanya bisa menggeleng pelan.

"Habislah kau."ucap Abdi menakut-nakuti lalu bergegas keluar dari sana.

Vino hanya mendesis pelan."Tuan, ma__"

Bugh

Belum sempat mengatakan apapun, sebuah tamparan sudah melayang ke wajahnya. Vino hanya bisa menahan sakit dan kembali menunduk.

"Kemasi barang-barangmu dan pindah ke Jepang!"titah Adrian membuat Vino melotot lalu sesaat kemudian.

"Siap, tuan."ucap Vino semangat. Membantu bisnis di Jepang jauh lebih baik dari pada berurusan dengan wanita kesayangan tuan Adrian.

Adrian kembali ke kursinya dengan wajah masih sedikit emosi."Pulanglah dan katakan jika kau harus pergi untuk urusan pekerjaan."

Vino mengangguk."Baik, tuan."

"Dan ingat! Aku tidak ingin ada kontak mata, fisik atau apapun itu. Perhatikan kata-katamu dan jaga jarak sejauh mungkin."tekan Adrian membuat Vino menelan ludah kasar lalu mengangguk.

"Saya akan menjaga jarak dari nyonya, tuan. Tapi bagaimana kalau nyonya yang __"

Brakk

"Apa maksudmu Viola yang ingin dekat denganmu?"bentak Adrian membuat Vino langsung menggeleng.

"Saya tidak berani, tuan."ucap Vino cepat membuat Adrian mendengus kasar.

"Aku tidak akan memberi keringanan jika ini masalah Viola. Jadi sebaiknya jangan membuat masalah sekecil apapun."ucap Adrian serius dan Vino langsung mengangguk.

"Pergilah! Aku akan mengawasimu melalui cctv."ucap Adrian membuat Vino segera berdiri kemudian menunduk sopan lalu melangkah keluar dari sana.

Di luar, Vino segera mendekati Abdi.

"Setelah membuat tuan marah, kau hanya dapat satu tamparan. Itu adalah sebuah keberuntungan."sindir Abdi membuat Vino mendengus.

"Apa masalah Vera itu belum selesai? Kenapa kalian lama sekali."gerutu Vino.

"Belum. Tuan bilang ingin memberi pelajaran pada wanita itu lebih lama sebelum menceraikannya."sahut Abdi datar.

"Ck! Tuan Adrian aneh sekali. Padahal tinggal dor dan masalah selesai."ucap Vino lalu bergegas pergi dari sana. Dia harus pulang, berpamitan lalu pergi sejauh mungkin.

Sedang Abdi langsung mengernyit. Dor? Ide yang bagus. Untuk apa susah-susah bercerai. Padahal kalau wanita itu meninggal, bukankah sudah termasuk cerai.

Adrian langsung melotot saat Abdi menyampaikan pendapatnya.

"Bunuh? Kau yakin menyarankan ini?"tanya Adrian membuat Abdi mengangguk. Padahal itu ide yang bagus.

"Ada banyak proses jika ingin bercerai tapi jika kita bunuh, maka__"

"Dan kau ingin wanita itu mati dalam keadaan masih menjadi istriku, begitu?"tanya Adrian membuat Abdi terdiam.

Adrian langsung berdiri dengan tatapan tajam membuat Abdi menunduk. Bisa-bisanya dia menyampaikan perkataan Vino tadi. Padahal bocah itu sama sekali tidak bisa diandalkan.

"Maaf tuan, saya tidak akan membahas tentang ini lagi."ucap Abdi cepat.

Adrian mengangguk."Sebaiknya begitu."ucap Adrian lalu kembali duduk.

Di sisi lain, ada Vino yang baru pulang. Niat hati ingin pamitan malah dibuat kaget. Ini masalah besar, batinnya.

"Kak Vino belum makan kan? Aku sudah masak. Kita makan sama-sama ya."ajak Viola dengan senyum manis. Ini adalah bentuk terima kasihnya karena sudah diselamatkan juga diberi tempat tinggal.

Vino langsung menggeleng.

"Tid_"

"Ayo kak! Nanti makanannya dingin."ajak Viola lalu menarik tangan Vino.

"Hah?"Vino langsung melotot sedang Viola langsung berhenti lalu menatap ke arah lengan mereka.

"Kakak sakit ya? Kok gemetar?"tanya Viola cemas lalu dengan gerakan cepat menempelkan punggung tangannya ke dahi Vino.

Vino menelan ludah kasar lalu segera bergerak mundur. Bahkan langsung mepet dinding.

"Tidak. Tolong jangan sembarangan menyentuh."ucap Vino lalu melirik ke arah cctv.

Viola hanya diam. Tangan gemetar dan wajah yang pucat dipenuhi keringat, pria itu pasti sakit.

"Maaf, aku tidak akan menyentuh kak Vino sembarangan lagi. Tapi jika kakak tidak enak badan maka__"

"Siapa yang tidak enak badan. Aku baik-bai__hahhh"tubuh Vino langsung lemas dan pingsan membuat Viola melotot dan bergegas mendekati pria itu.

"Kak Vino. Kak_"panggil Viola cemas. Kepala Vino sudah ia naikkan ke atas pangkuannya.

"Ya ampun, bagaimana ini?"gumam Viola panik lalu matanya tak sengaja melihat darah di sudut bibir pria itu.

Viola menunduk dan memperhatikan luka Vino hingga jika dilihat dari sudut tertentu itu terlihat seperti sebuah ciuman.

"Arghhh dasar bajingan sialan."maki Adrian lalu segera berdiri dan bergegas keluar dari ruangannya. Padahal sudah dia peringatkan.

"Tuan, kita ada rap__"

"Diam!"bentak Adrian lalu melangkah semakin cepat sedang Abdi hanya mengikuti di belakang.

"Tuan, kita mau ke mana?"tanya Abdi penasaran. Pasalnya tuan Adrian menyetir sendiri, itupun dengan kecepatan penuh.

Begitu tiba di sebuah rumah, barulah Abdi sadar.

"Untuk apa kita ke sini, tuan?"tanya Abdi lalu berusaha mencegah tuannya untuk masuk namun Adrian tidak peduli.

"Tuan, nanti nyonya Viola tahu. Tuan__"cegah Abdi namun Adrian sudah terlanjur menendang pintu hingga terbuka.

Di sana terlihat Viola sedang berusaha memindahkan tubuh Vino.

Adrian yang murka segera saja melangkah masuk tanpa peduli akan ekspresi wanita di depannya.

"Tuan Adrian?"kaget Viola membuat langkah Adrian terhenti. Karena emosi dan cemburu, dia jadi bertindak gegabah.

Bersambung

Bukan Istri Tuan Adrian (New) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang