Bab. 30 Perang Dimulai

99 10 0
                                    

Mo Anran sudah menunggu Ru Yuan dengan dua kuda di depan benteng. Gadis itu berjalan pelan dan tersenyum ringan, tidak mengerti kekhawatiran yang terjadi seolah semua sesuai rencananya.

“Anda sudah lama menunggu, Tuan Anran.”

Kening Mo Anran terasa berkedut, keringat membanjiri kepalanya dan gadis itu dengan tenang bertanya tanpa dosa. Gadis itu pura-pura polos atau mengerjainya.

“Memang benar, kata orang wanita itu kalau dandan lama.”

“Aku tidak berdandan.” Ru Yuan lagi-lagi tersenyum dengan sedikit mendengakkan kepala.

“Baiklah, lupakan saja, ini kudamu,” ucap Mo Anran tak acuh.

Padahal Ru Yuan sengaja membuatnya marah agar dia mengatakan apa yang terjadi, ternyata sulit membongkar informasi dari Mo Anran. Gadis itu mendengus kecewa.

“Apa kita hanya berdua saja?” tanya Ru Yuan.

“Tidak, ada lima anggota lain, mereka jalan dulu. Kau pikir siapa yang membuatku menunggu lama?”

“Maaf, aku akan lebih peka lain kali.” Ru Yuan meraih tali kuda dari tangan Mo Anran.

“Ke mana tujuan kita?”

“Kota hiburan.”

Kota Bulan merah sering disebut kota hiburan karena memang tempat itu menjadi kota perjudian terbesar, berkumpulnya orang kaya, saudagar maupun pejabat yang melakukan taruhan besar-besaran. Tak tanggung taruhan mereka bukan lagi menggunakan uang tapi menggunakan mutiara sebagai mata uangnya.

“Apa kau mau berjudi dan mencari wanita penghibur?”

“Jangan berpikir negatif, kota hiburan adalah gudangnya informasi.”

“Baikah, aku mengerti.” Mata Ru Yuan mencorot tajam, menyidik raut wajah Mo Anran.

“Jangan menatapku seperti itu, aku ini pria baik-baik.”

“Mana aku tahu.” Ru Yuan mengangkat bahunya tak percaya.

Kemudian mereka menaiki kuda dan perlahan melaju.  Jalan yang mereka lalui tumbuh rumput muda, begitu pula dengan pepohonan yang bersemi, bunga mulai kuncup dan bermekaran.

Setelah dua jam perjalanan mereka melihat lima orang berkumpul di bawah pohon, kuda mereka diikat pada batang yang tidak jauh. Seorang diikat, berlutut, wajahnya pucat dan badanya bergetar.

Salah seorang melambaikan tangan. Mo Anran mempercepat laju kudanya meninggalkan Ru Yuan di belakang, sampai di hadapan mereka dan turun.

Ru Yuan datang lebih lambat tapi dia bisa memperkirakan apa yang terjadi. Pemuda yang berlutut dengan diikat tangan dan sebuah pedang menjulur di dekat lehernya. Pemandangan itu Membuat Ru Yuan mengernyitkan dahi dan menyipitkan mata.

“Kita menemukan mata-mata, Ketua.”

“Bunuh saja dia,” ucap Mo Anran.

“Apa? Hentikan, jangan bunuh dia, lepaskan saja pemuda itu,” Ru Yuan berusaha melarang karena melihat pakaian pemuda itu yang pasti dari Benteng Utara. Dia tidak ingin memiliki hubungan buruk dengan Zhou Liyi.

“Itu sangat berisiko, Ru Yuan, banyak hal yang tak seharusnya kau ikut campur, kau cukup duduk mengamati bidak yang bergerak di bawahmu.”

“Mo Anran, apa yang sebenarnya terjadi kenapa kalian buru-buru? Dan yang lebih aneh, kau menganggapku atasanmu tapi kau merahasiakan banyak hal padaku. Kau pikir aku tidak tahu dari kemarin banyak anggota kita yang pergi dari benteng secara kelompok kecil.”

“Sepertinya aku tidak bisa menyimpan rahasia lebih lama, pasukan Jenderal Zhou kemungkinan besok akan sampai ke Benteng Barat dan menyerang.”

“Itu tidak mungkin, dia bukanlah orang yang akan ikut campur dengan perang kita.”

Mengulang Waktu Ru Yuan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang