Arsen berdecak saat tiba-tiba pandangannya tidak sengaja bertemu tatap dengan Marcel yang baru keluar dari ruangannya. Pria itu hanya tertawa tanpa rasa bersalah saat lagi-lagi . Melangkah beriringan di sampingnya yang kini tampak terganggu dengan kehadiran sahabatnya itu.
"Tumben lo balik jam segini?" Tanya Marcel, yang berjalan di sampingnya.
"Ada urusan." Jawab Arsen sekenanya. Yang diangguki mengerti oleh Marcel.
"Anak-anak pada nanya, badmin nggak nih minggu ini?"
"Liat entar deh. Gue kabari kalau gue free."
"Yee, bangke."
Arsen berdecak, namun gerakan kaki mereka terhenti begitu mendengar jeritan akan sesuatu. Arsen sempat saling pandang dengan Marcel di sampingnya. Lalu, buru-buru bergerak ke sumber suara yang saat itu Merisa terduduk di atas tanah dengan wajah meringis.
"Risa, kenapa?" Tanya Marcel yang kini berjongkok di samping Marisa yang meringis dengan tangan memegang pergelangan kakinya.
"Nggak tahu Pak, tiba-tiba ada motor yang mau nabrak saya."
Marcel mendongak, menatap Arsen yang kini berdiri di sampingnya. "Kamu bisa jalan?" Tanya Arsen yang dibalas gelengan.
"Maaf, ya, Sa. Saya liat dulu." Ujar Marcel meminta ijin sebelum memegang pergelangan kaki Marisa. Membuat wanita itu meringis.
"Kayaknya terkilir, Sen." Ujar Marcel yang kini menyentuh kaki Marisa yang terliht memerah. Hingga membuat wanita itu meringis beberapa kali.
"Keluarga kamu ada yang bisa dihubungi?"
Marcel berdecak, melotot dan hanya dibalas Arsen dengan satu alis terangkat tinggi. "Kita antar ke rumah sakit lah, Sen."
"Lo mau balik, kan? Lo yang antar lah. Gue ada urusan soalnya."
"Gue nggak bawa mobil. Mobil gue di bengkel, bangke."
Arsen menatap jam di pergelangan tangannya sesaat. "Kamu bawa mobil?" Tanya Arsen begitu Marisa sempat menatapnya.
Marisa menggeleng. "Nggak, Pak." Yang mau tidak mau pun membuat Arsen tidak punya pilihan lain.
"Sel, bantu papah dia. Gue ambil mobil." ujar Arsen yang diangguki setuju oleh Marcel.
Arsen bergerak menjauh, melangkah ke arah mobilnya yang terparkir rapi. Membawanya mendekat ke arah Marcel yang berdiri dengan Marisa di sampingnya yang ia papah. Mermarkirkan mobilnya tepat di depan dua orang itu. Arsen bergerak turun dari mobil begitu Marcel memasukkanya ke dalam mobilnya dikursi samping kemudi.
"Sel, lo yang bawa."
Marcel hampir mengumpat kesal saat sahabatnya itu bersikap semaunya. Apalagi saat sahabatnya itu telah duduk di kursi belakang tanpa rasa bersalah, yang mau tidak mau membuat Marcel tidak punya pilihan lain selain menurut.
Masih tampak tersungut-sungut kesal, Marcel menatap kesal sahabatnya yang duduk di kursi belakang dan sibuk dengan ponselnya.
"Pak Marcel, maaf ya., Pak. Saya merepotkan, Bapak."
Wajah kesal Marcel surut seketika, senyum tipis ia berikan pada wanita yang kini duduk di sampingnya itu. "Santai, Sa. Saya dan Pak Arsen juga nggak sibuk-sibuk amat hari ini." Ujar Marcel, namun wajahnya kini menatap Arsen kesal. Yang dibalas Arsen hanya dengan lirikan sekilas. "Jadi kayaknya kami bisa nganter kamu ke rumah sakit."
"Tapi kayaknya Pak Arsen lagi buru-buru. Nggak papa, Pak, biar saya naik taksi aja. Saya bisa turun di depan."
"Seharusnya kalau kamu memang mau naik taksi, kamu ngomongnya dari tadi. Bukan waktu kamu sudah naik mobil saya."

KAMU SEDANG MEMBACA
STAY (Titik Henti) (SELESAI)
Romance**** Rachella sedang berada di titik 'Kelelahan' saat hubungannya dengan tunanganya, Arsen, 'Tak kunjung menemukan kepastian' mereka berpacaran cukup lama. Lalu, bertunangan, tapi hanya berhenti di sana. Arsen tak pernah menjelaskan apa-apa tentang...