Bab 4: Rasa Cemburu dan Perselisihan

18 12 0
                                    

Happy Reading



𔓘𔓘𔓘

Hari-hari berlalu, dan hubungan Zia dengan Bara semakin diuji. Meskipun Bara sudah berjanji setia padanya, kehadiran Laras mulai terasa seperti ancaman. Laras tak hanya sekadar dekat dengan Bara; ia juga mulai menunjukkan ketertarikan secara terang-terangan. Sering kali, Zia melihat Laras dan Bara berbincang akrab di sekolah. Bara yang dulu dingin kini tampak lebih mudah didekati oleh Laras, sesuatu yang membuat hati Zia terusik.

Suatu sore, ketika Zia sedang duduk sendirian di taman sekolah, Laras mendatanginya dengan senyum tipis yang sinis.

"Hai, Zia. Lagi duduk sendirian, ya?” Zia menatap Laras, mencoba tersenyum sopan meski di dalam hatinya ada perasaan was-was.

“Iya, ada apa, Laras?” Laras melipat tangannya di dada sambil mendekati Zia.

“Lo tahu, kan? Bara itu ketua geng. Dia bukan tipe orang yang bisa diatur, apalagi oleh seorang gadis yang terlalu kalem kayak Lo.”

Zia tetap tenang, menahan diri untuk tidak terpancing. “Aku percaya Bara tahu apa yang dia mau, dan aku yakin aku nggak perlu berubah untuk mendapat perhatiannya.”

“Yakin? Hm, karena gue rasa, Bara butuh seseorang yang bisa mengikuti gayanya, bukan seseorang yang cuma menonton dari jauh.” Laras tertawa kecil.

Mendengar itu, Zia merasakan sakit di hatinya, namun ia tetap berusaha tegar.

“Kalau memang Bara lebih memilih seseorang seperti itu, aku akan menghargai keputusannya. Tapi sampai saat ini, Bara sudah berjanji padaku, dan aku percaya padanya.”

Laras tampak tidak puas dengan jawaban Zia.

“Kita lihat saja nanti, Zia. Karena gue nggak akan menyerah hanya karena lo pacarnya,” ucapnya, meninggalkan Zia dengan senyum kemenangan.

Percakapan itu membuat hati Zia bergejolak. Rasa cemburu yang sebelumnya ia coba redam, kini semakin menguasai pikirannya. Malam itu, Zia memutuskan untuk menghubungi Bara dan memintanya bertemu.

𔓘𔓘𔓘

Ketika mereka akhirnya bertemu, Zia tanpa basa basi langsung menyampaikan kegelisahannya.

“Bar, aku nggak tahu harus mulai dari mana, tapi… Laras membuat aku merasa nggak nyaman. Dia terang-terangan mendekatimu, dan aku merasa… aku merasa seolah-olah aku kalah darinya.”

Bara terdiam sejenak, lalu menatap Zia dengan pandangan serius.

“Zi, kamu nggak perlu merasa begitu. Laras cuma teman, dan aku nggak pernah melihatnya lebih dari itu. Kamu satu-satunya yang aku pedulikan.”

“Tapi, Bar,” Zia menahan air matanya, “sikap Laras membuat aku merasa… terancam. Aku nggak suka merasa seperti ini. Setiap kali aku melihat kalian berdua, aku merasa seperti orang asing.”

Bara menghela napas panjang, terlihat sedikit kesal.

“Zi, kamu nggak percaya sama aku, ya? Aku udah bilang berkali-kali, aku nggak ada perasaan apa-apa ke Laras. Kenapa kamu nggak bisa mempercayai aku?”

Zia terdiam, terkejut oleh nada suara Bara yang tiba-tiba meninggi.

“Bar, bukan aku nggak percaya. Tapi setiap kali aku lihat kalian berdua, aku nggak bisa mengabaikan perasaanku.”

“Zi, kalau kita nggak punya kepercayaan, hubungan ini nggak akan berhasil. Aku butuh kamu percaya padaku, tanpa terus-menerus meragukan apa yang aku rasakan.” ucap Bafa sembari menatap Zia dengan frustasi.

Mendengar kata-kata itu, Zia merasa hatinya hancur.

“Jadi, kamu lebih memilih perasaan Laras yang kamu anggap ‘teman’ itu daripada mendengarkan kekhawatiranku?”

Bara menggeleng. “Bukan begitu maksudku, Zi. Aku hanya ingin kita punya hubungan yang saling percaya. Kalau kamu terus merasa cemburu, hubungan kita nggak akan bisa berjalan dengan baik.”

Air mata Zia akhirnya jatuh, ia merasa tersudut. “Kalau begitu, mungkin aku harus menjauh untuk sementara waktu, biar kita sama-sama bisa berpikir. Aku cuma butuh waktu, Bar. Ini semua terlalu berat untuk aku.”

Bara terdiam, mencoba meredam amarahnya. Ia mengangguk pelan.

“Baik, kalau itu yang kamu mau, Zi. Tapi ingat, aku ada di sini kalau kamu siap bicara lagi.”

Tanpa menunggu jawaban, Zia berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan Bara yang terdiam di tempatnya. Hati Zia terasa hancur, sementara Bara hanya bisa menatap kepergiannya dengan perasaan bersalah. Kedua hati yang tadinya saling mempercayai, kini retak karena konflik yang sulit diatasi.

Malam itu, baik Zia maupun Bara merasakan kehampaan yang luar biasa. Mereka tahu, hubungan ini sedang diuji, dan hanya waktu yang akan menjawab apakah cinta mereka cukup kuat untuk melewati badai ini.

𔓘𔓘𔓘



Jangan lupa vote yaa guys(❀❛ ֊ ❛„)♡
Kasih komen juga, kritik dan sarannya terbuka yakk
Kalo mau kasih saran silahkan komen disini==>

Minta tolong juga share cerita ini biar makin banyak yang baca(❀ˆᴗˆ)

Terima kasih guys udah mau Bacaa🥰

wopyu(˶˃ᆺ˂˶)

Queen of Andalas GangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang