II

221 35 3
                                    

"Mama masih heran, kamu kenapa suka banget bangun pagi-pagi, selesai beberes cepet-cepet cuman buat bengong di teras." Arafat tersenyum menatap mamanya. "Angin seger ma." Balasannya tak ditanggapi, wanita itu hanya memeluk anak semata wayangnya dan pergi, memulai hari untuk bekerja.

Arafat pura-pura menyibukkan dirinya ketika jam di tangannya menunjukkan pukul 6.10, sebentar lagi pujaannya akan keluar dan ia tak boleh terlihat seperti menunggu seseorang.

Arthur menatap sekilas pada jam di tangannya, sekolah masuk jam 6.50 dan sekarang baru jam 6.10, ia benci diburu waktu maka Arthur mulai berjalan menuju sekolahnya tanpa melihat sekitar. Memfokuskan dirinya pada aroma embun yang terasa melegakan dan semilir angin yang membelai manja rambutnya.

Arafat berjalan di belakang Arthur, selalu begitu setiap paginya, memandangi bagaimana pujaannya menikmati suasana pagi hari.

"Pagi, pak." Arthur menyapa ramah penjaga gerbang yang dibalas sama ramahnya. "Pagi, nak."

Ketika Arthur berbelok menuju kelasnya maka Arafat akan berbelok menuju kantin yang sepi dan menikmati sarapan yang masih hangat, menunggu teman-temannya datang.

"Kata Venko bakal ada pertandingan minggu depan." Arafat melirik pada Rendy yang menepuk pelan bahunya, menyadarkan Arafat akan kehadirannya. Pernyataan Rendy dibalas dengan anggukan, masih sibuk mengunyah tempe goreng yang dimasak garing, gorengan kesukaannya.

"Pantes aja si botak makin ga ada waktu." Arafat tersenyum, selesai dengan sarapannya. "Nontonlah."

"Nonton doang cok, ngerti juga kagak. Bosen juga lama-lama." Mendaratkan pantatnya pada kursi sambil dirinya yang tetap aktif berbicara. "Tahanlah kangennya."

Rendy berdecak, "Ada ga ada pertandingan kalian tetep latihan, gimana ga kangen coba." Dumelan Rendy memang benar, Arafat jadi tidak enak hati. "Tapi 'kan menang."

"Emang ga boleh libur dulu, Raf? Sebentar aja abis pertandingan. Lu kan ketuanya, masa ga bisa kasih libur." Kekuatan orang dalam, Rendy mencoba peruntungannya. "Lu ga kasian apa sama gua, Venko sibuk banget, gua kesepian, Raf."

Arafat menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mungkin anggotanya juga butuh sedikit istirahat setelah pertandingan. "Dua hari." Mata Rendy berbinar mendengarnya. Tangannya meraih tangan yang lebih tinggi untuk menunjukkan rasa terimakasihnya. "Makasih cokk, my bespren."

"Uhuk." Venko hadir, berpura-pura batuk untuk menyadarkan mereka akan presensinya. Rendy refleks melepaskan tangan Arafat dan beralih pada Venko dengan raut wajah bahagia. "Botakkk, kamu dapet libur dua hari setelah pertandingan."

Venko mengalihkan tatapannya pada Arafat yang di balas anggukan. Tangannya diangkat mengelus kepala kekasihnya, membalas rasa bahagia yang tengah kekasihnya pancarkan.

"Nanti kita jalan ya." Rendy mengangguk antusias, waktu yang mereka habiskan bersama dapat dihitung jari karena Venko yang terlampau sibuk dengan klubnya, membuat Rendy senang setiap kali janji pergi terucap.

"Ayo kelas, 5 menit lagi masuk." Arafat berjalan di depan Venko dan Rendy, melangkahkan kakinya menuju kelas dengan papan bertuliskan 12 IPA 1. Mendudukkan dirinya di belakang temannya, di antara jendela dan pujaannya.

JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang