III

145 30 3
                                    

Salah satu suara yang paling dinantikan oleh para pelajar berbunyi, menjadi pertanda bahwa ini saatnya mereka beristirahat dari ocehan pengajar yang membuat mereka menahan kantuk.

"Raf, kantin kita yok." Anggukan diterima Rendy sebagai balas dari ajakannya. Arafat sambil membereskan mejanya, sesekali matanya melirik ke arah Arthur, teman sebangkunya sekaligus pujaannya, terlihat mulai membuka bekal menimbulkan aroma nikmat yang mengudara.

Tak cukup lirikan, ia mulai menatap Arthur yang tengah mengunyah, menikmati makanannya. Pipinya menggembung, kunyahannya dilakukan perlahan seakan tak ingin makanannya habis dengan cepat. Udang saus padang tak pernah terlihat senikmat ini dimata seorang Arafat.

"Lekkk lama kalii, hilang fokus kau ya." Terserah dengan tatapan cinta yang menguar dari Arafat, Rendy butuh untuk segera mengisi perutnya. Tak terlampau kuat, tapi cukup untuk membuat Arafat berdiri, Rendy menarik lengan Arafat dan mereka berlalu menuju kantin bersama Venko.

"Cantik ya." Gumaman pelan Arafat terdengar di telinga pasangan di depannya.

"Percuma muji-muji kalau ga ada aksi." Arafat menghela napasnya, makanan di depannya tak lagi membuat dirinya selera.

"Kau loh lek, semeja sama dia aja langsung traktir kami. Seseneng itu padahal ada interaksi pun enggak. Maju lah, keburu ada yang rebut nanti."

Sejuta kali sudah Rendy mengatakan hal yang sama. Sahabat dongo nya ini terlalu lambat. Bodoh dalam percintaan. Percuma jabatannya yang mampu membuat siapapun takhluk.

"Ganteng, pinter, body oke, ketua klub dengan piala berbaris, keren. Jijik aku sebenernya muji kau kayak gini, tapi kau harus punya kepercayaan diri biar bisa deketin cinta kau itu."

Mulut Rendy sibuk membuka pikiran Arafat sambil tangannya yang juga sibuk menyuapi pacarnya.

"Raf, ini barusan aku cari-cari. Kata internet ada mitos kalau orang taro bungkus permen di meja orang lain itu berarti dia naksir. Praktekan coba, siapa tau pujaan kau itu peka." Venko mendapatkan lirikan sinis dari Rendy setelah mengatakan apa yang ia dapatkan.

"Gila ya? Yang ada dia ngamuk karena bikin jorok mejanya."

"Tapi coba aja loh, Arafat babi ini kan ga mampu kalau mulai obrolan, mungkin harus mulai perkelahian." Sanggah Schevenko.

"Bener sikit kau monyet kalau kasih ide, Arafat dongo ini bisa aja ngeiyain ide gila kau." Rendy menggeplak lengan Venko, pusing karena pacarnya yang out of the box.

"Kayaknya ide lu boleh di coba, Ven." Arafat tersenyum senyum sambil kembali menyuapkan makanannya.

"Good luck bro." Venko mengacungkan jempolnya sedangkan Rendy hanya menghela napas pasrah, mendoakan yang terbaik bagi sahabatnya.

JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang