Di tengah keheningan ruang keluarga yang elegan, Leia duduk bersama ibunya, Renata Elvira Mariana, dan ibu Lazlo, Zarina Marta Diego. Keduanya telah merencanakan pertemuan ini untuk mendiskusikan rencana pernikahan Leia dan Lazlo. Bagi Leia, perjodohan ini masih terasa terlalu mendadak. Di seberang ruangan, Lazlo duduk dengan sikap agak canggung, meskipun wajahnya tetap tampak tenang.Percakapan di Ruang Keluarga
Renata: "Leia, ini bukan hanya soal pernikahanmu. Pernikahan ini berarti bagi keluarga kita. Kamu tahu, sejak dulu keluarga kita dan keluarga Lazlo sudah dekat. Tak ada yang lebih membahagiakan bagi kami selain melihat kalian bersama."
Leia (menghela napas panjang, mencoba berkata dengan tenang): "Mama, aku tahu ini penting buat keluarga. Tapi... aku merasa semuanya terlalu cepat. Aku bahkan belum mengenal Lazlo dengan baik."
Zarina (tersenyum lembut, mencoba menenangkan Leia): "Leia, tante mengerti keraguanmu. Lazlo mungkin tampak sedikit tertutup, tetapi percayalah, dia adalah pria yang sangat peduli dan bertanggung jawab. Lagipula, tante yakin kamu bisa membawa kebahagiaan baru dalam hidupnya, terutama setelah... semua yang telah dia lalui."
Leia (kebingungan): "Maksud tante... semua yang telah dilalui?"
Zarina: "Oh, maafkan tante. Lazlo mungkin belum sempat bercerita padamu. Dia sebenarnya duda, Leia. Istrinya meninggal beberapa tahun lalu, meninggalkan seorang putra kecil, Ziko."
Leia terdiam sejenak, merasa sedikit terkejut. Ia tak pernah menyangka Lazlo adalah seorang duda, dan kini ia menyadari bahwa ada lebih banyak cerita di balik pria yang duduk di seberangnya. Lazlo, yang mendengar pembicaraan ini, mengangkat wajahnya dan menatap Leia dengan pandangan penuh pengertian.
Lazlo (dengan suara lembut): "Saya tidak ingin kamu merasa tertekan, Leia. Jika ini terlalu mendadak, mungkin kita bisa mencoba mengenal satu sama lain dengan perlahan."
Leia (menatap Lazlo dengan sedikit ragu): "Aku hanya... aku tidak tahu harus berbuat apa. Ini semua terasa rumit."
Renata (tersenyum, berusaha meyakinkan Leia): "Leia, kamu selalu kuat dalam menghadapi apapun. Dan mama yakin, dengan waktu, kamu akan bisa menerima ini."
Zarina (melanjutkan dengan nada lembut namun penuh harap): "Kehidupan Lazlo sudah berubah sejak kepergian istrinya, Leia. Dia butuh seseorang yang bisa menjadi teman hidup sekaligus ibu bagi Ziko. Tante percaya bahwa kamu bisa membawa harapan dan kebahagiaan dalam hidup mereka."
Leia menunduk, merenungi kata-kata Zarina. Meskipun hatinya masih ragu, ada perasaan iba yang mulai tumbuh dalam dirinya. Ia bisa merasakan betapa kesepian Lazlo di balik sikap dinginnya, dan melihat bagaimana seorang anak kecil, Ziko, membutuhkan kehadiran sosok ibu.
Sementara itu, Lazlo merasakan perasaan campur aduk. Baginya, perjodohan ini adalah hal terakhir yang diinginkannya, terutama setelah ia kehilangan istrinya. Namun, setiap kali melihat Leia, ia tak bisa mengabaikan pesonanya dan keceriaannya yang begitu alami. Ada sisi lembut dalam dirinya yang perlahan tersentuh oleh kehadiran Leia, meskipun ia belum siap untuk sepenuhnya mengakui perasaan itu.
Lazlo: "Leia, mungkin ini terdengar klise, tapi aku juga merasakan keraguan yang sama. Aku tahu ini tidak mudah, apalagi bagi kamu yang baru mengenalku. Tapi aku akan berusaha untuk lebih terbuka, jika itu bisa membuatmu lebih nyaman."
Leia (tersenyum samar, masih ragu): "Kita bisa coba... tapi perlahan saja. Aku tidak ingin terburu-buru, dan aku ingin memastikan bahwa ini memang keputusan yang tepat untukku."
Renata (tersenyum lega): "Itu adalah permulaan yang baik. Kami tidak akan mendesak. Kami hanya ingin yang terbaik untuk kalian berdua."
Malam itu, Leia pulang dengan perasaan campur aduk. Meski dirinya masih belum sepenuhnya yakin, perasaan terhadap Lazlo dan cerita hidupnya mulai mengusik hatinya. Di satu sisi, ia tak ingin menyerah pada tekanan keluarga, namun di sisi lain, ia mulai mempertimbangkan kemungkinan baru yang belum pernah terpikirkan.
"Di tengah hiruk-pikuk keluarga yang sibuk merencanakan masa depan mereka, Lazlo dan Leia diam-diam menyimpan keraguan dan harapan yang tak pernah diucapkan. Seperti dua bintang yang mengitari orbit masing-masing, mereka berada di ambang sesuatu yang tak terhindarkan sebuah takdir yang seolah digariskan, meski hati mereka enggan mengakuinya. Dan dalam senyap itu, sebuah perasaan asing mulai bersemi, tersembunyi di antara kata-kata yang tak pernah terucap."
...
Hello, guys! Nggak kerasa udah sampai di Bab 2 nih. Semoga ceritanya masih nyambung dan kalian tetep enjoy yaa! Hehe. Ditunggu banget vote dan comment-nya biar aku makin semangat nulis. Thank you, stay tuned!
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Hati, Menjemput Takdir
RomanceLazlo adalah seorang duda berusia 35-an yang memiliki masa lalu penuh luka. Kehilangan orang yang ia cintai membuatnya berjanji tak akan pernah membuka hati lagi. Namun, keluarga justru mendesaknya untuk menikah demi 'kebaikan' dan 'kebahagiaan' yan...