Maaf jika typo bertebaran 🙏
-
-
-
Setelah malam itu, kehidupan Shankara terasa berbeda. Pertemuan dengan Zargo, malaikat kematian yang tampan dan misterius, meninggalkan kesan mendalam di benaknya. Rasa bingung dan penasaran menggelayuti pikirannya. Apa sebenarnya yang diinginkan Zargo darinya? Kenapa ia merasa seolah ada sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan biasa?
Saat Shankara melangkah menyusuri trotoar, pikirannya melayang jauh ke arah Zargo. Ia tidak menyadari keberadaan Gema yang berdiri di depan, menghalangi jalannya. Tiba-tiba, kakinya tersandung, dan ia terjatuh dengan suara keras.
“Kau buta? Tak bisa melihat kakiku?” Gema berucap sinis, mengolok-olok dengan nada sombong.
Shankara bangkit dan menatap Gema dengan tajam. “Kau sengaja?”
“Wah, kau mulai berani padaku, pemuda miskin,” Gema menjawab dengan nada mengejek.
“Lihat dia, Davin! Dia sombong sekali sekarang! Mentang-mentang punya kafe kecil kumuh itu, kau jadi sombong, Shankara!” Gema melanjutkan, suaranya penuh ejekan.
“Eh, yang terpenting itu hasil jerih payahku, bukan hasil ngemis orang tua,” balas Shankara, menahan emosi yang membara.
Kemarahan Gema seolah memuncak, wajahnya berubah merah. “Kau…!”
Namun, tiba-tiba waktu seakan berhenti. Semua orang di sekitar mereka berubah menjadi patung, tidak bisa bergerak, hanya Shankara yang tetap bisa bergerak. Ia merasa aneh, bingung, dan tertegun dengan situasi yang tidak biasa ini.
Tak lama kemudian, Zargo muncul di hadapan Shankara. Ia mengenakan setelan jas hitam yang membuatnya terlihat sangat tampan, ditambah dengan payung kuning yang selalu ia bawa, payung kebanggaannya.
“Kenapa, Shankara? Kau bingung?” tanya Zargo sambil tersenyum, wajahnya tampak menawan dengan senyuman itu.
“Apa ini, Zargo? Kenapa mereka tidak bergerak?” Shankara bertanya, bingung dengan keadaan di sekelilingnya.
Zargo tersenyum kemenangan. “Aku malas dengan manusia-manusia sombong ini, jadi kubiarkan kau terbebas dari mereka. Sekarang, pergilah.”
“Apa? Kau menyelamatkanku, Zargo?” Shankara bertanya, merasa tidak percaya.
“Oh, tidak. Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya malas melihat wajah melasmu itu,” jawab Zargo dengan nada santai, meski ada kesan mengejek dalam suaranya.
Shankara merasa Zargo memiliki gengsi tingkat dewa, sikap sombongnya membuatnya terkesan sekaligus jengkel. Namun, di balik semua itu, Zargo memiliki wajah yang imut, manis, dan sangat tampan.
“Kenapa kau menatapku? Aku tahu aku tampan,” ucap Zargo dengan percaya diri.
“Kau terlalu percaya diri untuk sekelas malaikat kematian,” balas Shankara sambil tertawa, merasa aneh dengan situasi ini.
Zargo hanya mengangkat bahu, tampak tidak peduli. “Terserah kau mau berpikir apa. Aku hanya menjalankan tugas.”
Shankara mengangguk, merasa ada yang aneh dalam interaksi mereka. Tanpa menunggu lebih lama, ia berbalik untuk meninggalkan Zargo, berharap bisa melupakan pertemuan yang membingungkan ini.
Begitu Shankara menjauh, Zargo menghilang seperti kabut, dan dunia pun kembali beroperasi. Waktu berjalan normal, dan orang-orang di sekelilingnya kembali bergerak seolah tidak terjadi apa-apa.
Shankara merasa lega, tetapi pikirannya masih terjebak dalam pertemuan itu. Zargo, dengan semua pesonanya, membuatnya merasa terpesona sekaligus bingung. Apa sebenarnya tujuannya? Apa yang inginkan dimasa depan ?
Ketika Shankara kembali ke kafenya, suasana hangat menyambutnya. Pelanggan berdatangan, dan aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara. Namun, meski di tengah kesibukan itu, pikirannya kembali melayang ke Zargo dan segala hal yang tidak ia pahami tentang malaikat kematian itu.
-
-
-
Di sebuah tempat tinggi, di mana langit malam bersinar cerah dengan jutaan bintang, Zargo duduk santai dengan segelas minuman di tangannya. Ia mengamati kehidupan manusia di bawah sana, seperti seorang pengamat yang menyaksikan drama tak berujung dari jarak jauh. Setiap tawa, setiap tangis, dan setiap kesedihan manusia seolah membentuk kanvas yang penuh warna, namun bagi Zargo, semuanya tampak seperti kekacauan yang tak berujung.
Tak lama kemudian, saudaranya, Hyunsik, muncul dengan ekspresi cemas. “Kali ini apa, Zargo? Kau mempermainkan siapa lagi?”
Zargo menatap Hyunsik dengan dingin. “Kenapa kau ikut campur, Hyunsik? Itu urusanku.”
“Zargo, dengarkan aku. Berhentilah menjadi malaikat kematian yang jahat seperti ini. Dulu, kau sangat baik,” Hyunsik mencoba membujuk.
“Diamlah, Hyunsik. Kau tak tahu apa-apa tentang masa laluku,” jawab Zargo tajam, mempertahankan jarak emosional antara mereka.
Hyunsik menghela napas, merasa frustrasi. Ia tidak habis pikir dengan pemikiran saudaranya yang terus melenceng. Zargo yang dulu penuh kasih dan pengertian kini berubah menjadi sosok yang dingin dan tidak peduli.
Tak lama kemudian, Lintang, saudara mereka, datang dengan senyum meremehkan di wajahnya. “Kau selalu ikut campur urusan Zargo, Hyunsik,” ucapnya dengan nada sinis.
“Diamlah, Lintang. Seharusnya kau memberi contoh baik padanya, bukan malah mengomporinya dengan berbuat licik,” Hyunsik membalas dengan tegas.
Lintang tertawa kecil. “Kau tahu manusia-manusia itu sangat bodoh. Bahkan mereka mengikuti hawa nafsu mereka untuk kesenangan semata. Buat apa bersikap baik pada mereka?”
Zargo, yang mendengarkan percakapan itu, merasa tertekan. “Kalian berdua diamlah, dan pergi dari tempatku,” ucapnya dengan nada yang lebih dingin.
“Kau galak sekali, Zargo,” Lintang mengejek, tapi ada keprihatinan dalam suaranya.
“Terserah aku,” jawab Zargo, berusaha tidak peduli.
Suasana di antara ketiga saudara itu semakin tegang. Hyunsik merasa perlu untuk berbicara lebih lanjut. “Zargo, kau tidak bisa terus seperti ini. Ada alasan mengapa kita diberi kekuatan sebagai malaikat. Kita seharusnya menjadi pelindung, bukan pemangsa.”
“Pelindung?” Zargo tertawa sinis. “Apa yang kau lakukan untuk melindungi mereka, Hyunsik? Mereka tidak peduli pada diri mereka sendiri. Mereka bahkan tidak mengerti apa yang mereka inginkan.”
“Tapi kita bisa memberikan mereka pilihan, Zargo!” Hyunsik berusaha meyakinkan. “Kita tidak bisa membiarkan kebodohan mereka menghancurkan hidup mereka sendiri.”
Lintang menimpali, “Kami semua tahu bahwa manusia hanya akan mengulangi kesalahan yang sama. Itu adalah sifat mereka. Kenapa kita harus terlibat dalam siklus itu?”
Zargo menggeram, merasa terjepit di antara dua pandangan yang bertolak belakang. “Kalian tidak mengerti. Ini bukan sekadar tentang baik dan jahat. Ini tentang kekuasaan dan kontrol. Tanpa aku, kekacauan akan merajalela.”
Hyunsik menggoyangkan kepalanya, matanya penuh ketidakpahaman. “Jika kau terus berpikir seperti itu, Zargo, kau akan kehilangan dirimu. Ingat siapa dirimu yang sebenarnya. Ingat masa-masa ketika kita membantu mereka, bukan menghukum mereka.”
Zargo terdiam, hatinya bergetar oleh kata-kata saudaranya. Dalam kenangannya, ia teringat saat-saat ketika mereka bertiga berjuang bersama untuk membantu manusia, memberikan harapan dan cinta, bukan rasa takut dan kemarahan.
“Tapi dunia telah mengubahku,” Zargo akhirnya berkata, suaranya lebih lembut. “Aku tidak bisa kembali ke cara lama. Mereka tidak pantas mendapatkan kebaikan.”
“Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua,” Hyunsik menjawab, nada suaranya lembut, penuh pengertian. “Dan mungkin, jika kau memberi mereka kesempatan, kau juga akan menemukan kembali dirimu yang hilang.”
Zargo merasakan pertempuran dalam dirinya. Di satu sisi, ada keinginan untuk terus menjadi malaikat kematian yang tak terpengaruh, yang tidak peduli pada kesedihan manusia. Namun, di sisi lain, ada suara kecil yang mengingatkannya pada kebaikan dan cinta yang pernah ia tawarkan.
happy Reading 🥰🔥

KAMU SEDANG MEMBACA
My Demon "Sing Zayyan Xodiac" END✔️
FantasyDi sebuah dunia di mana kehidupan dan kematian saling berhubungan, Shankara, seorang pemuda penuh impian, terjebak dalam janji yang mengikatnya pada malaikat kematian, Zargo Cardellion. Dalam suatu peristiwa tragis di masa lalu, Shankara dengan suka...