10

242 11 1
                                    

Empat bulan sudah terlewati. Gue masih suka sama Kak Rafa. Dia terlalu susah digapai. Setiap hari gue dateng pagi-pagi ke sekolah hanya untuk melihatnya. Gue sengaja lewatin kelasnya agar bisa melihatnya, gue sering nanya-nanya tentang photography agar dapat chat dengannya. Gue hanya bisa menunggu.

Hari ini adalah hari sabtu. Gue baru bangun jam 9. Gue akuin gue ngebo.
Tapi entah kenapa perasaan gue gak enak. Tiba-tiba handphone gue berbunyi.

"Halo?" Tanya gue.

"Halo Iva?! Lo bisa ke rumah sakit sekarang????" Itu suara Tia. Suaranya sangat cemas.

"Rumah sakit?"

"Iya, kak Rafa kecelakaan."

"SERIUS LO?!"

"Iya gue serius, tadi abis latian basket. Lo tau kan gue sama Gio ikut basket juga sebagai sampingan? Kak Rafa juga anak basket senior."

"Okay gue otw sekarang."

--

Gue berlari di sepanjang rumah sakit sambil menggigit bibirku. Menahan tangisku. Gimana kalo Rafa mati? Gak. Gak mungkin Rafa mati.

Sesampai di depan ruang rawat, sudah ada Gio dan Tia.

"Rafa mana?" Tanya gue lirih.

"Di dalem, lo boleh masuk." Kata Gio.

"Cuma lo berdua disini?"

"Enggak, tadi ada anak basket dan mamanya Rafa, tapi anak basket udah balik dan mamanya Rafa lagi beli makanan." Jelas Tia.

"Okay, gue masuk."

---

Iva duduk di tempat duduk, disamping ranjang.
Iva memegang tangan Rafa.

"Kak? Bangun dong? Gue disini mau jengukin lo, masa lo tidur? Gak sopan tau"

"Kak? Lo tau kan gue suka sama lo? Gue sabar banget walaupun gue tau, lo gak bakal suka sama gue."

"Kak lo jangan mati dong, nanti siapa yang gue liatin di sekolah?"

Iva menaruh kepalanya di ranjang tempat tidur Rafa. Tangannya masih menggenggam tangan Rafa yang di gips.

Iva menangis tanpa suara.

Kadang Iva melihat kepala Rafa yang dikelilingin dengan perban.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tangan Rafa bergerak melepas tangannya yang di genggam oleh Iva. Rafa mengelus kepala Iva.

"Iva..."

"Lo udah bangun kak?!"

"Lo kenapa nangis??"

"Gimana gue gak nangis, orang yang gue suka, bahkan sayang, lagi terkapar di ranjang rumah sakit." Ucap Iva panjang lebar, terkadang dengan isakan pelan.

"Lo suka? Sayang sama gue?" Tanya Rafa kaget.

"Sorry karena perasaan gue ke lo, kak."

Rafa tersenyum.

Iva tidak tahu apa maksud senyum Rafa.

"Iva, gue sama sekali gak masalah sama perasaan lo ke gue."

"Kenapa?" Tanya Iva

"Karena, gue juga suka sama lo. Sejak kita pertama ketemu, gue udah tertarik sama lo. Lama-lama gue suka sama lo dan juga sayang sama lo. Gue pernah ngajakin lo pulang, makan bareng, dan lain-lain karena gue suka sama lo. Bawaannya gue cuma pingin ngelindungin lo. Tapi gue belom tau kapan waktu yang pas untuk menyatakan cinta gue ke lo."

Iva tersenyum. "dan sekarang...?"

"Dan sekarang gue udah bilang semuanya ke lo. Gue, sayang sama lo."

Rafa menarik Iva kedalam pelukannya.

Tiba-tiba Iva melepaskan pelukan mereka.

"Sekarang, ceritain kejadian kenapa sampe bisa kepala lo di perban dan kaki lo di gips kayak gitu."

Rafa langsung menyentuh kepalanya.

"Sialan, kepala gue cuma luka dikit banget. Ini pasti kerjaan Gio sama Tia deh Va. Tadi dia nanyain perasaan gue ke lo gimana. Terus setelah kita cerita-cerita bertiga, gue kepeleset dan jatuh dari tangga lapangan basket indoor."

"Kok Gio sama Tia?"

"Iya! Dia pasti giniin gue biar lo khawatir banget sama gue. Kalo tangan gue emang patah, gara-gara tadi pas jatuh gue badan gue nimpa tangan gue."

"Terus lo kok sampe gak sadarkan diri gitu?" Iva tambah kepo.

"Dokter bilang gue kecapean, disuruh tidur bentar dirumah sakit. Setelah bangun, boleh langsung pulang." Jelas Rafa.

"Hiaaa, rugi dong gue nangisin lo. Gue kira lo mati tadi." Kata Iva sambil mengerucutkan bibirnya.

"Oh jadi rugi nih nangisin gue?" Ucap Rafa sambil tertawa.

"Iya, males sama kak Rafa."

"Ini kan ide Gio sama Tia, gue aja gak tau kepala gue sampai di perban gini. Jangan marah, Iva."

"Gue pingin marah, tapi masalahnya gue gak bisa marah sama lo, Kak."

Rafa tersenyum lagi.

"Anterin gue pulang ya, Va? Mama gue udah pulang duluan tadi."

"Iya, yuk"

---
First story gue, hancur. Gue tau itu:(
Gue minta sarannya ya.
Tinggal epilognya nih.

Waiting for LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang