Bab 8 - Goodbye, Lorais!

0 0 0
                                    

🗡️🗡️🗡️

Aku yang baru selesai mengganti pakaian serta riasan tipis di wajahku ini, dikejutkan oleh wanita paruh baya yang kembali masuk ke dalam kamarku.

"Ketuklah pintu jika ingin masuk," ucapku ketus sekaligus memberi teguran keras. Bibi langsung mengangguk, "Iya, maaf Nona. Saya sedang buru-buru karena Pangeran pertama sudah menunggu anda di taman belakang," ucapnya yang membuatku mengernyit.

Taman?

Istana seram seperti kastil penyihir ini ternyata memiliki taman? Di dalam cerita novelnya pun tidak dijelaskan secara detail mengenai istana ini. Lalu kenapa tiba-tiba muncul?

"Katakan padanya aku akan datang lima belas menit lagi," ucapku yang langsung diangguki Bibi dan ia segera pergi.

Kini pandanganku mengarah pada meja rias yang saat itu alat makeupnya tidak bisa ku kenali. Sangat jadul namun estetik jika dijadikan bahan objek foto, lalu pasang di wallpaper ponsel.

Ah, iya ponsel!

Aish, jaman ini mana mungkin ada handphone. Rasanya aku hidup di jaman batu. Lalu sekarang aku harus merias diriku dengan apalagi?

Aku sengaja tidak ingin dirias oleh pelayan istana karena takut jika hasilnya akan jelek, dan tidak sebagus dengan riasanku sendiri. Tapi nyatanya ... Aku begitu bodoh untuk menyadari diriku ini sedang hidup di jaman purba.

Eh, salah.

Intinya aku hidup dijaman baheula yang jelas pada saat ini nenek ataupun buyutku belum lahir ke dunia.

Dengan cepat aku riasi wajahku dengan bedak tipis-tipis yang terpenting tidak akan terlihat pucat. Toh juga wajah gadis ini sudah sangat cantik menurut Cameron.

"Ah, akhirnya selesai..." gumamku setelah puas memberi polesan tipis di wajah Lily.

Aku pun tersenyum dan meletakkan bedak itu kembali ke tempatnya. Tak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar sangat keras. Pasti yang datang Bibi. Dan dugaanku pun ternyata... salah.

Yang muncul justru pelayan tua berkumis putih paling menyebalkan level satu diatas Jester di istana ini. Ia pun langsung masuk begitu saja tanpa menunggu jawaban dariku. Kurang ajar memang!

"Kenapa harus kau?! Menyebal---" ucapku yang terpotong dengan cerocosannya. "Saya sendiripun sebenarnya tidak mau ... Tapi tuan Cameron sendiri yang menyuruh saya untuk memanggil adik perempuannya yang gila ini," sahutnya membuatku geram.

"Heh! Kau ini sedang berbicara dengan seorang putri! Tolong jaga ucapanmu yang so---"

"Tuan putri apanya? ... Kau bahkan di sini tidak anggap sebagai putri bangsawan oleh ayah kandungmu sendiri yang seorang raja,"

Oh, F*CKING!

Ucapannya adalah sebuah kenyataan yang menyakitkan ditelingaku. Rasanya aku ingin buru-buru pergi dari istana ini secepatnya. Ingat saja, setelah perfotoan ini berakhir aku akan segera pergi dari istana---malam ini juga.

"Aku malas sekali berdebat denganmu! Lebih baik aku pergi menemui kakak tampanku," ucapku dengan selingan senyum mengejek.

Ia yang melihat senyum ejekku langsung memelototiku dengan kedua matanya menatap tajam. Namun tetap saja, aku tidak takut.

Ku lawan balik dengan menjulurkan lidahku dan kembali mengejeknya. "Bye-bye... Kakek-kakek bau tanah," ucapku sembari melangkah bak model dan melambaikan tangan kearahnya.

Setelah itu ku tutup pintu kamarku rapat-rapat. Tidak ku kunci memang, sebab tidak tahu di mana kuncinya. Mungkin terselip di dalam laci meja. Ah, aku tidak peduli! Yang terpenting aku harus segera pergi.

IMMORTALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang