"Apa yang sebenarnya yang ingin disampaikan diri lainku itu?"
Gadis itu mati.
Gadis kecil yang bernama Ami itu mati. Ia adalah aku, aku adalah dia.
Dia telah mati... Dengan menyedihkan. Sesuatu terlintas di kepalaku.
...
Hawks baru saja menjenguk korban pencurian quirk, dia sekarang tengah terbang di udara. Namun tiba-tiba burung gagak menghampirinya.
Hawks mengernyit saat menyadari itu quirk bayangan. "Ini quirk Kaguya?" tanyanya.
"Gawat, Hawks, penjahat pencuri quirk datang ke pulau Nabu, kami dalam masalah, tolong," ucap gagak itu. Mengeluarkan suara.
Hawks terdiam heran, lalu kemudian dia serius. "Kirim bantuan ke pulau Nabu sekarang, hubungi juga U.A," perintah Hawks ke seseorang di telepon.
"Kenapa U.A?"
"Murid U.A sedang melakukan program pemerintah, ada adik-adik angkatku juga di sana."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku terlempar, kemudian berguling di tanah.
Kemudian kucoba untuk kembali berdiri, kemudian mataku mencoba melihat sekitar yang buram dan menganalisis sekitar. Rasa frustasi mulai menggangguku. Semua serangan tidak mempan, menghapus quirk-nya pun tidak bisa.
Aku mengadarkan pandangan, mereka masih berusaha menyerang sekuat yang mereka bisa. Sekuat kesia-siaan yang mereka lakukan. Di hadapan Nine, kesia-siaan semakin kental, sekental darah, atau sup yang diberi larutan maizena, lebih kental lagi.
Kemudian keputusasaan semakin sukar diatasi.
Kepalaku berdengung.
Aku semakin frustasi.
Dari pengamatanku, si Nine itu terlihat semakin kuat. Aduh. Semuanya menyebalkan. Akan lebih bagus jika aku mati saja, jadi aku tidak perlu repot-repot untuk semua ini. Apa, ya? Kata-kata Franz Kafka, aku mulai lupa. Kalau tidak salah, apa ya? Biarkan aku tidur dan melupakan semua omong kosong ini.
Apakah itu sudah benar? Ah, aku lupa kalimatnya seperti apa.
Tapi itu kalimat yang cocok untuk sekarang ini. Biarkan aku mati dan meninggalkan semua omong kosong ini.
Maafkan aku, Albert Camus, dari dua hal yang kamu katakan, aku memilih bunuh diri untuk mengatasi dunia yang absurd ini. Aku ingin mati, ingin mati. Bahkan setelah mati dan bereinkarnasi, aku tetap tidak bahagia. Apa aku perlu mati dan bereinkarnasi lagi? Perlu berapa kali terlahir kembali untuk bisa benar-benar bahagia?
Nol. Mungkin tidak. Mungkin tidak ada kebahagiaan di dunia tanpa makna ini. Aduh, kok aku jadi nihilisme begini...
Mungkin akan lebih baik mati kemudian menuju ketidakadaan yang absolut, tanpa kebahagiaan atau penderitaan. Setidaknya itu lebih bagus daripada saat ini.
Tapi, meskipun aku ingin mati. Aku harus tetap melakukan hal paling rasional saat ini. Ya, yang paling rasional ya mati, tapi! Maksudnya hal paling rasional selain kematian yang sia-sia.
Apa yang bisa aku lakukan? Apa hal terbaik yang bisa aku lakukan saat ini?
Bagiku, hidup akan bisa aku lewati dengan mudah dan tanpa penyesalan saat aku melakukan semua hal paling rasional saat itu. Tapi sekarang logika sudah kabur. Atau mungkin sebenarnya jawabannya tertulis dengan huruf besar dan terdapat di atas langit, namun kepalaku terlalu berat untuk mendongak dan membacanya.