⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM BACA ⚠️
❗ VOTE & KOMEN❗
Yuk baca sinopsisnya dulu...
"Cinta itu obat dari segala penyakit bagi mereka yang percaya" - Risa Anesta
"Cinta itu tak harus dimiliki dan tak semua perpisahan dapat dijelaskan" - Raka Pramesta
.
.
.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
....... 💝🍂☘️🍂☘️💝
"Bukan hanya tentang kenangan. Ini adalah perjalanan hati saya, dari kepedihan menuju penerimaan, dari kehilangan menuju harapan. Kehilangan memang menyakitkan, tetapi di dalamnya, kita selalu bisa menemukan kekuatan untuk melangkah." - Risa Anesta - . . . .
Penerbitan buku Risa tentang kisah hidupnya dan kenangan bersama Raka ternyata mendapat sambutan hangat dari para pembaca. Buku itu menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang pernah merasakan kehilangan dan berjuang untuk berdamai dengan masa lalu.
Tak hanya cerita tentang kenangan dan kehilangan yang menyentuh banyak hati, tetapi juga cerita tentang anak-anak panti asuhan yang mulai menarik perhatian publik. Satu demi satu orang mulai berdatangan ke panti asuhan, ingin mengenal lebih dekat anak-anak yang telah menjadi bagian dari kehidupan Risa.
Sejak penerbitan itu pula Risa sering menerima surat dari para pembaca yang bercerita tentang pengalaman mereka, berbagi perasaan yang membuatnya merasa tak lagi sendirian dalam rasa kehilangan itu.
Setiap kali surat datang, Risa membacanya dengan hati yang penuh haru. Surat-surat itu mengajarkan kepadanya bahwa rasa sakitnya bukanlah milik sendiri, bahwa setiap orang membawa luka dan kenangan mereka masing-masing.
Weekend pagi ini, Risa tengah duduk di ruang baca panti asuhan, membuka satu per satu surat dari para pembaca. Dinda, yang masuk dengan tumpukan buku cerita anak-anak, menghampirinya dan ikut membaca beberapa surat di sampingnya.
"Sa, orang-orang benar-benar terhubung dengan kisahmu," ujar Dinda, memandang Risa dengan kagum. "Aku merasa kamu telah melakukan sesuatu yang luar biasa."
Risa tersenyum tipis. "Mungkin ini adalah caraku untuk menyalakan cahaya di tengah hening..."
Dinda menatap Risa dengan tatapan lembut. "Raka pasti bangga padamu,"
Risa terdiam sejenak, memandangi surat-surat itu sebelum akhirnya memeluk Dinda. Di dalam hatinya, ia merasakan kedamaian yang pelan-pelan mulai menyelimuti. Rasanya seperti menemukan cahaya di tengah kegelapan yang dulu pernah begitu pekat.
Hingga senja menyapa, Risa masih berada di panti. Risa berdiri di jendela panti, memandang orang-orang yang datang dengan senyuman dan bingkisan. Hatinya merasa hangat, melihat anak-anak kini tidak hanya dirangkul oleh dirinya, Dinda, dan Alan, tetapi juga oleh mereka yang tadinya mungkin tidak pernah tahu ada anak-anak yang membutuhkan kehangatan di sini.
"Sa, lihat!" Alan berlari-lari kecil menghampiri Risa dengan wajah berseri-seri. "Ada keluarga baru yang ingin mengadopsi Budi! Mereka baru saja bicara denganku!"
Risa terkejut sekaligus bahagia. Budi, anak yang selama ini pendiam dan kerap merasa tidak percaya diri, akhirnya menemukan keluarga yang akan menjadi rumah barunya. Mendengar itu Risa merasa haru.