Chapter 3 - Kaina Si Malaikat Tak Bersayap

4 1 0
                                    

Di suatu sore yang hangat, Nara duduk bersama Kaina di bawah pohon besar dekat kampus. Sore itu, seperti biasa, Kaina menemani Nara untuk membayar biaya semesternya. Wajah Nara tampak lelah, namun ada sedikit cahaya di matanya saat bersama Kaina. Gadis itu adalah satu-satunya tempat Nara bisa melepaskan semua beban yang menumpuk di hatinya. Kaina, anak dari adik ibunya, selalu menjadi bahunya untuk bersandar, sahabat setianya di tengah badai kehidupan yang tak pernah surut.

"Nara, aku tidak mengerti. Mengapa kau tidak pernah melawan? Kau terlalu sabar menghadapi keluarga setan itu. Aku tidak bisa terus-menerus melihatmu seperti ini," kata Kaina dengan nada penuh emosi, matanya tajam menatap Nara, seolah berharap jawaban yang bisa mengubah segalanya.
Nara menunduk, memainkan ujung jilbabnya dengan jari-jarinya yang halus. Senyum kecil terukir di bibirnya, senyum yang tak asing bagi Kaina—senyum sabar yang sering Nara tunjukkan, meskipun hatinya menangis.

“Kaina, aku tahu kau marah. Tapi ini belum waktunya. Aku harus bertahan dulu. Mungkin suatu hari, saat semua siap, aku akan bangkit dan melawan. Tapi untuk sekarang, biarkan aku seperti ini dulu. Allah selalu punya rencana untuk semua ini,” jawab Nara, suaranya lembut namun tegas.

Kaina mendesah, mencoba menahan amarahnya. "Tapi, Nar... Kau tak bisa terus begini. Tante Inara dan keluarganya sudah terlalu jauh! Setiap kali kau bawa makanan atau barang dari ibu, mereka selalu merampasnya! Bahkan dosenmu tahu kau gadis yang pintar dan berhak mendapatkan lebih dari sekadar perlakuan keji seperti itu!"

Nara menatap jauh ke depan, mengingat semua kejadian yang membuatnya berada di titik ini. Tante Inara, dengan segala iri hatinya, selalu menemukan cara untuk menjatuhkan Nara, bahkan menuduhnya mencuri uang yang jelas-jelas hasil dari kerja keras part-time Nara di supermarket kampus. Namun, Nara tetap diam, tak ingin memperkeruh suasana. Ia lebih memilih berjuang dalam senyap.

“Aku tahu, Kaina. Aku tahu mereka terlalu jauh. Tapi aku tidak bisa mengambil risiko terlalu besar sekarang. Setidaknya, aku sudah menyimpan semua bukti kejahatan mereka. Aku menyimpannya di tempat yang aman, dan sekarang…” Nara meraih tasnya dan mengeluarkan beberapa berkas penting, “...aku ingin kau juga menyimpannya. Ini semua bukti kejahatan tante Inara, pamanku, dan keluarganya. Simpanlah, sebagai cadangan.”

Kaina terperangah, menatap tumpukan berkas di tangannya. Ia merasa darahnya berdesir, keinginannya untuk melawan semakin besar. Namun, ia juga tahu bahwa Nara bukan gadis yang sembrono. Jika Nara memutuskan untuk memberikan semua bukti ini, pasti ada alasan kuat di baliknya.
"Nara… apa kau yakin? Ini sudah terlalu jauh. Kau benar-benar siap menghadapi mereka?" tanya Kaina dengan hati-hati.

Nara mengangguk. "Aku harus berhati-hati. Ini bukan tentang keberanian saja, Kaina. Aku harus cerdas. Mereka selalu mengawasi, tapi aku tahu, ada saatnya nanti aku bisa membalas semua perlakuan mereka. Aku hanya perlu waktu. Dan aku ingin kau menyimpan salinan ini, sebagai jaminan."

Kaina meraih tangan Nara dan menggenggamnya erat. "Aku mendukungmu sepenuhnya, Nara. Apapun yang kau butuhkan, aku akan ada untukmu."
Nara tersenyum lagi, kali ini senyum yang lebih tulus, penuh rasa syukur. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi tanpa dirimu, Kaina. Kau satu-satunya yang membuatku masih bisa tersenyum di tengah semua kekacauan ini."

Kaina balas tersenyum, namun ada kesedihan yang dalam di matanya. Ia tahu Nara terlalu banyak menanggung beban, dan Kaina ingin membantu lebih banyak lagi. Namun, Nara selalu berusaha mandiri, selalu menolak bantuan besar karena tidak ingin merepotkan orang lain. Di sisi lain, Nara merasa tidak pantas menerima perhatian lebih, bahkan dari dosen yang sudah lama menaruh hati padanya. Kaina sering kali mendengar cerita tentang dosen itu, tapi Nara selalu menutup diri.

"Aku ingin memperbaiki hidupku dulu, Kaina. Masih banyak yang harus aku lakukan sebelum aku bisa memikirkan hal-hal seperti cinta," kata Nara suatu ketika, menolak perhatian dari orang-orang yang sebenarnya peduli padanya. Kaina memahami, tapi tetap merasa sedih melihat Nara yang selalu mengorbankan dirinya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 17, 2024 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ANTARA LUKA DAN DOAWhere stories live. Discover now