Setelah kejadian ribut besar pagi ini, Razan memilih untuk pergi bekerja dan meminta bunda Maya untuk berkunjung kerumahnya sekedar untuk menemani Sabrina. Takut terjadi apa-apa, karena perempuan itu sedang hamil.
Pikiran Razan kemana-mana sambil menyetir mobil, langit pun tidak panas dan mendung karena memasuki musim hujan di bulan ini.
Bingung, satu kata yang menggambarkan Razan akhir-akhir ini. Tekanan dari Sabrina membuatnya selalu berfikir berkali-kali apa yang akan ia lakukan?
Rumah tangganya selalu diterpa masalah karena Ivy, memang iya, perempuan itu selalu membuat ulah padanya tetapi tidak dengan kinerjanya. Bagus-bagus saja menurut Razan. Apa ia harus mengeluarkan Ivy dengan cara lain seperti meminta seseorang untuk menjebak atau mengerjainya?
Kepala Razan menggeleng, ia berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran buruk soal mengerjai perempuan itu. Layaknya, tidak perlu.
Oji ada di parkiran tempat dimana biasanya Razan memarkirkan mobil, sedikit bingung karena apa yang dilakukan lelaki itu disini?
"Ngapain Ji?" Tanya Razan setelah ia menutup pintu mobilnya.
"Gak ada kerjaan, gue bantuin lu dah dikantor. Ada gak yang bisa gue bantu?"
Seakan semesta mendukung semua pikiran Razan, mengirimkan Oji yang membutuhkan pekerjaan rasanya seperti kebetulan yang disengaja kan.
Melamun sedikit berfikir berkali-kali, apa ia harus menggunakan kesempatan ini?
"Ada sih kerjaan"
"Boleh, apaan bang?"
"Bantuin Hadin aja diatas" tiba-tiba Razan mengubah tujuan dari maksudnya itu.
Berjalan berdua dengan Oji, pikiran Razan terus terisi penuh dengan hal-hal yang ingin ia lakukan. Apalagi dengan adanya Oji disebelahnya, seperti kesempatan bukan?
Sesekali Razan menoleh menatap Oji, sampai lelaki itu takut sendiri karena posisinya sedang berada di lift berdua. Hanya berdua.
"Lu kenapa sih bang? Takut dah gue" ucap Oji sambil menyilangkan tubuhnya, seperti takut disentuh oleh Razan.
"Najis! Lu kira gue bakal ngapain lu? Gue masih demen cewek, gue punya bini" balas Razan,
"Lagian lu liatin gue kayak gitu, gue kira mau ngapain"
"Gue butuh bantuan lu sebenernya"
"Iya, apa gue tolongin bang" Razan diam berfikir,
"Nanti aja, gue kasih tau"
Lift terbuka dan Razan lebih dulu berjalan memasuki area kantor yang mana sudah ramai semua karyawannya itu, termasuk Ivy sudah ada di mejanya yang mana didepan ruangan miliknya.
"Vy, keruangan saya sekarang" ucap Razan lalu ia masuk kedalam ruangan, meninggalkan Oji yang mematung tidak jauh dari ruangan Razan.
Duduk di kursi yang biasa ia duduki, dimeja kerjanya juga terdapat foto pernikahan dirinya dengan Sabrina.
"Ada apa pak?" Tanya Ivy, Razan meliriknya dengan alis menukik sebelah.
"Saya yang harusnya tanya, ada apa tadi pagi kamu nelfon saya?" Tanya Razan, Ivy langsung berdiri dengan rasa tidak nyaman.
"Oh iya pak, saya cuma mau minta tolong ke bapak. Nanti malam bisa gak ya pak, bapak nemenin saya buat ketemu orang yang kemarin?"
"Yang kemarin?" Pertanyaan Razan ini seperti sebuah peluang untuk Ivy, karena perempuan ini mendadak bersemangat cerita, tidak seperti tadi.
"Iya pak, yang kemarin malam bapak bantuin saya" Razan ngangguk-ngangguk.
"Kenapa kamu mau ketemu dia?"
"Saya mau ambil uang saya di dia pak"
"Transfer aja, kenapa harus ketemu"
"Gak mau pak dianya, minta saya buat temuin dan ambil langsung"
Razan terkekeh, lelaki ini seperti sedang meremehkan permintaan tolong Ivy. Mungkin karena sudah muak atau apa, tidak tau.
"Pagi-pagi kamu nelfon saya cuma mau bahas ini? Urusan kamu?"
"Saya minta maaf pak" Ivy menunduk.
"Kamu tadi dengar kan istri saya marah marah sama kamu, saya fikir yang mau kamu bahas adalah soal kerjaan jadi saya bela kamu didepan istri saya"
"Saya bingung pak, minta bantu siapa"
"Polisi, kamu telfon polisi" balas Razan,
"Saya gak bisa nolong kamu, rumah tangga saya lebih dari segalanya—"
"Sekarang kamu keluar, balik kerja lagi" sambung Razan.
Setelah Ivy keluar dengan wajah murung, masuk lah Oji serta Hadin dibelakangnya. Membawa laptop pula, ntah apa yang akan ditanyakan. Razan hanya bisa memijat kepalanya sendiri, pusing sekali.
"Ada masalah Din?" Hadin geleng kepala,
"Terus ngapain?" Tanya Razan lagi.
"Disuruh sama Oji nih, gue lagi sibuk didepan"
Duduk lah Oji serta Hadin dihadapan Razan yang mulai sibuk buka-buka berkas yang ada diatas mejanya. Dipilah-pilih satu persatu,
Oji sibuk menatap Razan yang sepertinya memang punya masalah namun lelaki itu pintar sekali dalam hal menutupinya. Oji ingin belajar padanya sekarang juga jika bisa.
"Ada masalah ya bang?" Tanya Oji,
"Gak ada" Razan masih sibuk milah-milah semua berkas yang ada.
"Bang, mba Ivy bilang katanya jam 5 sore ada meeting di Senopati" ucap Hadin, kali ini Razan mendongak.
"Surat resminya ada?"
"Belom dikirim sih, bang. Sebentar, gue minta" Razan diam sejenak, berfikir.
"Minta alamatnya Din, alamat lengkap" ucap Razan,
"Oke bang"
"Ji, nanti ikut gue meeting" ucap Razan pada Oji, lelaki itu mengangguk.
Pesan masuk kedalam WhatsApp miliknya, Razan melihat disana ada kiriman alamat lengkap serta nama tempat dari Hadin.
Nama jalannya tidak asing di kepala Razan, seperti ia tau itu dimana. Ini adalah tempat dimana ia waktu itu menolong Ivy dari lelaki yang mencoba untuk melukainya.
Sepertinya, perempuan ini memang butuh sekali bantuan sampai berbohong padanya begini. Setelah ini semua selesai, Razan akan menuruti ucapan Sabrina dengan memecat Ivy dari kantornya.
![](https://img.wattpad.com/cover/368860114-288-k502820.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PRETTIEST SABRINA (gettin married) SELESAI
Fanfiction"Saya nikahkan dan saya kawinkan putri kedua saya Sabrina Laluna Damar dengan saudara Pradipta Mahesa Derazan" ucap Damar, selaku bapak dari Sabrina. "Saya terima nikahnya Sabrina Laluna Damar binti bapak Damar dengan maskawin tersebut dibayar tunai...