ANBOB-3

670 87 11
                                    

Pagi harinya, Jaemin sudah siap untuk pergi ke sekolah. Dia mengambil tas sekolahnya lalu berjalan menuju pintu kamar. Bertepatan dengan Jeno yang juga membuka pintu kamarnya, mata mereka akhirnya bertemu. Jeno langsung memutuskan arah pandang, seolah tidak ingin berlama-lama bertatap muka. Tanpa berkata apa-apa, Jeno berjalan terlebih dahulu ke arah lift. Jaemin yang baru tersadar dari lamunannya buru-buru mengikuti Jeno ke arah lift yang akan membawa mereka turun menuju ruang makan.

Di dalam lift, suasana terasa canggung. Hanya ada bunyi mekanis lembut dari lift yang bergerak turun di antara mereka. Jaemin mencuri pandang ke arah Jeno, yang tampak sibuk memeriksa ponselnya. Rasanya ingin sekali membuka percakapan, tetapi keraguan menahannya. "Padahal tadi malam dia terlihat perhatian waktu bicara padaku," pikir Jaemin sambil menghela napas kecil. Dia menunduk, memainkan tali tasnya dengan sedikit gugup.

Sesampainya di lantai bawah, pintu lift terbuka dengan bunyi lembut. Jeno keluar lebih dulu tanpa menoleh, langkahnya cepat dan terkesan tidak sabar. Jaemin mencoba mempercepat langkahnya untuk mengikuti, meskipun sulit menyamai langkah Jeno yang panjang. Mereka menuju ruang makan, tempat aroma wangi roti panggang dan kopi sudah memenuhi ruangan, menciptakan suasana hangat pagi itu.

Di meja makan, Yoona, ibu mereka, sudah sibuk menyusun piring dan cangkir di atas meja. Meski rumah mereka memiliki banyak pelayan, Yoona selalu ingin menyiapkan sarapan sendiri untuk keluarganya. Baginya, itu adalah bentuk perhatian yang tulus sebagai seorang ibu. Namun, untuk urusan membersihkan rumah, dia tetap mempercayakannya pada para maid.

Saat melihat Jeno dan Jaemin tiba di ruang makan, Yoona tersenyum hangat. “Pagi, sayang! Sudah siap untuk hari pertama di sekolah barumu?” tanyanya ceria, sambil menuangkan jus ke dalam gelas.

Jaemin mengangguk pelan, senyum kecil merekah di wajahnya. “Sudah, Ma.”

Yoona tersenyum lega melihat semangat Jaemin. Dia mengusap pelan kepala anak bungsunya sebelum kembali menyibukkan diri dengan piring-piring di meja. Jeno, seperti biasa, hanya duduk diam di kursinya tanpa banyak bicara, menikmati roti panggangnya sambil sesekali memeriksa ponselnya lagi. Jaemin mencuri pandang ke arah kakaknya, tetapi segera mengalihkan pandangan begitu Jeno menyadarinya.

Siwon, Jaehyun, Mark, dan Kun memperhatikan interaksi kecil itu dengan gemas yang sulit disembunyikan. Kun, sambil menahan senyum, melirik Jaemin yang tampak malu-malu.

"Jaemin, kalau nanti ada apa-apa di sekolah, jangan sungkan tanya ke Bang Mark, ya. Jeno juga pasti mau bantu, kan?" kata Kun, menekankan nama Jeno dengan nada yang dingin, sambil menatap Jeno dengan lirikan tajam yang penuh makna.

Jeno, yang mendengar ucapan itu, hanya melirik sekilas ke arah Kun dengan ekspresi datar. "Hm," gumamnya pendek tanpa menunjukkan emosi, lalu kembali menikmati sarapannya dengan tenang.

Di sisi lain, Yoona menepuk bahu Jaemin dengan lembut. "Jangan khawatir, sayang. Semuanya akan baik-baik saja. Kamu pasti akan punya banyak teman seperti di sekolah lamamu."

Jaemin mengangguk dengan senyum malu-malu, merasa sedikit lega mendengar kata-kata ibunya. Suasana meja makan yang semula canggung perlahan menjadi lebih hangat. Siwon, yang memperhatikan momen itu, hanya tersenyum bangga melihat keluarganya mulai terbuka satu sama lain.

Setelah selesai makan, Jaemin, Jeno, dan Mark berpamitan kepada Yoona. Sebelum pergi, Jaemin menghampiri ibunya dan mencium kedua pipinya, sebuah kebiasaan lama yang selalu ia lakukan. Siwon yang melihat hal itu merasa sedikit cemburu.

"Kenapa hanya Mama saja yang dicium? Papa tidak, nih?" tanya Siwon dengan nada menggoda.

Jaemin, yang mendengar itu, tersenyum malu-malu sebelum mendekati Siwon dan mencium pipinya juga.

A New Bond of BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang