024. Tawaran

1.1K 109 19
                                        

Arsen tiba di kantornya nyaris jam makan siang, di sana orang pertama yang ia temukan adalam Marcel. Sahabatnya itu sedang sibuk berbincang dengan Putri. Mereka tampak begitu serius mengobrol. Sedang meja-meja yang biasa terisi beberapa orang lainnya tampak kosong. Mungkin mereka sudah sibuk makan siang di luar.

Arsen hanya melirik sekilas, ia terus melangkah menuju ruangannya dan semua itu tertangkap basah oleh Marcel hingga kini dia berseru memanggilnya. Menghentikan langkah Arsen yang sejak tadi tampak terburu dan tak ingin di ganggu.

"Dari mana, Sen? Baru nongol? Tumben."

"Sibuk." Arsen hanya menjawab itu, mendorong pintu ruangannya dan masuk. Yang langsung diikuti oleh Marcel yang kini mengekorinya di belakangnya.

"Pak Ditya tadi nyariin, tuh."

Arsen yang baru saja meletakkan tas kerjanya seketika memutar kepalanya. Dan itu adalah refleks tercepat, begitu pun dengan tubuhnya yang kini menghadap ke arah Ditya.

"Kenapa?"

"Ya, mana gue tahu." sahut Marcel, mengedikkan bahunya acuh. Kedua tangannya kini bertumpu di sandaran sofa. Menatap Arsen yang diam dengan wajah terlihat berpikir.

"Ada kasus penting kali."

Arsen mengabaikan itu, dia hanya melangkah ke arah pintu. Tapi sebelum tangannya memutar gagang pintu, menariknya agar terbuka, ia kembali menoleh ke arah Marcel yang kini masih menatapnya.

"Putri nggak bilang apa-apa?"

"Nggak." Geleng Marcel. Dan Arsen hanya mampu mengangguk mengerti sebelum kemudian keluar dari ruangannya.

Mendadak ia kembali mengingat apa yang adiknya bicarakan padanya semalam. Arsen menarik simpul dasinya pelan, berusaha melonggarkan dasinya yang mendadak terasa mencekik.

"Pak Arsen." Sapaan itu, hanya Arsen balas dengan anggukan sekilas. Karna kini otaknya sedang sibuk menerka-nerka dengan apa yang ingin dibicarakan oleh atasannya sekaligus Papa Rachella itu. Membuat Marisa yang menyapanya pun hanya menatap punggung itu yang terus melangkah menjauh.

Arsen tiba di depan ruangan Pak Ditya, tapi baru saja dia hendak mengetuk pintu. Pintu di depannya terbuka lebih dulu. Sosok Pak Ditya muncul di sana. Berdiri dengan wajah sedikit terkejut karna mungkin menemukan Arsen berdiri di sana.

"Siang Pak." Sapa Arsen yang langsung mendapatkan anggukan kepala.

"Marcel bilang Bapak sempat mencari saya."

"Iya, sebenarnya saya ingin membicarakan sesuatu dengan kamu." Pak Ditya melirik jam di pergelangan tangannya. Yang Arsen tahu jika atasannya itu mungkin sedang ada janji kali ini.

"Tapi, saya sedang ada janji. Gimana kalau kita bicaranya nanti saja?"

Arsen mengangguk, tubuhnya bergerak mundur dan memberi ruang pada atasannya. "Kalau begitu nanti saya akan menghubungi Bapak lagi."

"Begitu juga boleh." Angguk Pak Ditya tampak puas. Tidak lupa, menepuk pundak Arsen pelan. "Kita bicara lagi nanti, ya?"

"Baik, Pak." Angguk Arsen. Membuat Pak Ditya tersenyum sebelum meninggalkannya pergi. Membuat Arsen menghela nafas pendek tanpa sadar.

Dia melirik ke arah jam di pergelangan tangannya. Melangkah berlawanan arah dengan Pak Ditya untuk kembali ke ruangannya.

*****

"Mbak Rachel, yakin nggak mau istirahat dulu, Mbak?" Arna menatap cemas bosnya itu. Yang sejak tibanya mereka di singapur. Dia terus sibuk dengan semua persiapan acara mereka besok malam. Padahal konstestan lain menyerahkan semua urusan itu pada asisten mereka guna mereka agar bisa beristirahat. Karna malam ini mereka akan pergi untuk meeting untuk persiapan besok malam dengan pihak menyelenggara.

STAY (Titik Henti) (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang