• married

35 9 1
                                    

***

Gunwook duduk di ruang tamu, menunggu Ricky datang. Tatapannya tenang, namun ada sedikit rasa gugup tergambar di wajahnya. Dia tersenyum kecil saat melihat Ricky mendekat. Mengingat hal sakral yang akan mereka bicarakan kembali membuat Gunwook terserang gugup.

"Akhirnya kita bisa bicara lebih santai. Aku tahu perjodohan ini mungkin bukan yang kita bayangkan, tapi aku mau nyoba memahami kamu lebih baik." Ia berujar terus terang begitu Ricky duduk di sampingnya.

Ia menatap Ricky penuh perhatian, memberi ruang untuknyaberbicara.

"Tentang perjodohan ini sebenernya aku gak masalah karena aku percaya sama pilihan orang tua ku, aku cuma kaget karena ternyata kamu yang bakal di jodohin sama aku" sahut Ricky, lirih.

Gunwook tersenyum tipis, menganggukkan kepala pelan. "Aku juga sempat kaget waktu tahu. Tapi setelah dipikir-pikir, kalau orang tua kita sepakat dan percaya, aku yakin mereka punya alasan yang baik. Lagi pula..."
Gunwook berhenti sejenak, memperhatikan Ricky dengan tatapan yang hangat, "Kamu orang yang mudah dipercaya, dan aku rasa kita bisa saling melengkapi. Aku mau hubungan ini bukan cuma karena perjodohan, tapi karena kita benar-benar mau saling mengenal dan berjalan bersama. Kamu sendiri... apa ada yang bikin kamu ragu?"

Gunwook berbicara dengan nada lembut, mencoba memastikan Ricky merasa nyaman.

"Aku... emm iya aku percaya kok sama orang tua kita. Mereka pasti punya alasan yang baik. Yang masih aku raguin itu, kamu yakin mau nerima aku? Jarak usia kita lumayan jauh, lima tahun. Aku takut kamu nanti gak nyaman"

Ricky membawa kepalanya untuk menatap pada Gunwook dengan ragu-ragu.

Ia sebenarnya sangat gugup. Apa lagi ini baru pertemuan ketiga mereka. Dan sebelumnya mereka belum pernah mengobrol sedekat ini. Selain membuatnya gugup, tiba-tiba saja jantungnya berdebar kencang.

Gunwook tersenyum hangat, lalu menggeleng pelan. "Usia itu cuma angka, kok. Menurutku, yang lebih penting adalah bagaimana kita bisa saling memahami dan mendukung satu sama lain."

Ia menatap Ricky dengan serius, memastikannya merasa dihargai.

"Kalau aku gak yakin, aku pasti akan bilang dari awal. Tapi aku memilih untuk ada di sini karena aku benar-benar mau mencoba. Jadi jangan terlalu khawatir soal itu, ya. Yang penting sekarang, kita pelan-pelan bangun kenyamanan bersama. Kalau ada apa-apa, bilang aja, oke?"

Gunwook tersenyum lagi, kali ini dengan ekspresi yang lebih menenangkan. Benar-benar mencoba meyakinkan Ricky atas keraguan yang lebih muda. Ia sudah bersumpah atas pernikahan ini nantinya.

"Iya. Aku bakal percaya sama kamu. Emm aku manggil kamu enaknya apa ya? Rasanya gak sopan kalo manggil suami ku nanti pake nama aja"

Yang lebih tua tertawa kecil, merasa hangat mendengar kebingungan Ricky yang tiba-tiba. "Gak usah terlalu formal, aku kan juga mau kita santai. Tapi kalau kamu merasa lebih nyaman, kamu bisa panggil aku 'kakak'... atau kalau terlalu malu, 'Sayang' juga boleh."
Dia tersenyum jahil, mencoba mencairkan suasana.

"Tapi yang penting, aku mau kamu panggil dengan apa yang bikin kamu nyaman. Kalau aku manggil kamu, aku boleh pakai panggilan khusus juga gak? Misalnya... 'sayang'?"

Gunwook mengedipkan sebelah mata, menggoda sedikit, tapi dengan nada lembut. Dan itu sukses membuat Ricky tersipu. Ia merasakan kedua pipinya memanas.

"Aku panggil mas aja gak papa?
Mas boleh kok panggil aku apapun. Sayang juga gak masalah" ujar Ricky menyahut. Entah karena ia malu atau memang suaranya yang teramat kecil.

Mendengar itu, Gunwook tertiawa pelan, mencoba menahan rasa malu. "Oke, Mas aja kalau itu bikin kamu lebih nyaman. Rasanya lucu juga dipanggil Mas, tapi aku suka kok."
Ia menatap Ricky dengan senyum hangat, merasa lebih santai karena suasana jadi lebih akrab.
"Kalau gitu, mulai sekarang kamu jadi sayang-nya Mas, ya. Aku bakal belajar jadi suami yang baik buat kamu, biar kita bisa saling mendukung. Deal?"

page love, gunickyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang