An Actual Final

0 0 0
                                    

Para pemenang liga telah ditentukan, yaitu aku, Ein, Elen, dan orang tidak penting. Kami telah berada di ambang kemenangan yang nyata, dengan berbagai persiapan berbeda, namun kurasa hal itu sudah tidak perlu karena babak ini sepertinya akan menjadi penentu hasil akhir ujian. Hal itu dapat terjadi akibat aku bersama Ein secara mengejutkan berlawanan satu sama lain, menciptakan keuntungan absolut bagiku dan dia.

***

Awalnya aku cuma berkedip beberapa kali saat melangkah, tau-tau hari sudah menemui akhirnya lagi. Jadi sekalian saja kudatangi Ein yang sedang berdiam di kejauhan.

Kami berbincang sebentar sampai ketika ia bertanya tentang hari esok. "Eh Ri, mending tempat final nanti buat aku aja," ungkapnya.

"Kalo aku nggak mau gimana?"

"Emang kamu yakin bisa ngelawan si El pake busur usangmu itu?" Ia menjelaskan lagi.

Memang benar sih, belum ada seorangpun di tempat ini yang lebih kuat dari orang itu, bahkan pada ujian pertama ia hampir tidak terluka sama sekali, pasti kami sudah kalah melawannya dulu andai saja kelompok Ein tidak beranggotakan 20 orang.

Didikan kerajaan benar-benar mengerikan, dia seakan diprogram hanya untuk menang! Namun kalau aku mengangkat bendera putih saat melawan Ein ... Mungkin akan beda ceritanya.

"Menyerah," tak kusangka kata-kata itu keluar dari mulutku, padahal aku masih ingin melanjutkan. Tapi dengan ini, maka habislah juga sudah kemenangan beruntun dari sang anak raja

Kami berjalan keluar arena tanpa interaksi apapun, menyisakan Elen dan lawannya yang terkesan berat sebelah hari ini. Tak perlu waktu lama iapun memenangkan pertandingan dan melaju ke babak final bersama temanku.

Ein sempat bertukar pandang dengannya ketika berpapasan, ia memasang senyuman kecil yang tak ditanggapi. Aku kemudian menarik kami berdua menjauh dari Elen dan berjalan pergi.

"Bodoh, kalau kita dihajar duluan kan nggak lucu!"

"Barangnya udah kubawa kok Mel, santai aja," jawabnya ringan, walaupun benda itu sudah bersama dengan kami, tetap saja berbahaya mengingat lawan kami punya kendali terhadap setengah murid di sini.

Akupun bertanya kembali setelah teringat sesuatu. "Emangnya kamu punya berapa kesempatan?"

"Satu"

***

Seluruh arena bergema, berbagai jenis dukungan untuk Elen terlihat di sepanjang mata memandang. Di bawah arena Ein masih sendirian karena sang lawan masih belum kunjung datang, ia benar-benar diremehkan.

Pakaiannya juga belum berubah dari hari itu, dan tak terlihat senjata pada dirinya. Orang-orang pasti sudah berfikir bahwa temanku ini telah menyerah

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 6 hours ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cermin Imajiner Where stories live. Discover now