BAB 5

29 23 10
                                    

Seven star

"Buru-buru amat, nafas dulu sebentar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Buru-buru amat, nafas dulu sebentar. Apa si yang di kejar? tenang, ini cuman dunia, kan?"

Happy reading.
Jangan lupa tinggalkan vote and comen, thankyou.

_

Setelah beberapa menit perjalanan menggunakan kereta cepat, kini mereka berdua sudah sampai. Terlihat jelas raut kagum pada wajah tampan Riki, dia yang seumur hidupnya hanya tinggal di desa__terlihat sangat kagum saat melihat bangunan besar yang tepat berada di depan matanya. Mereka berdua segera memasuki bangunan besar itu, ikut mengantri untuk mendapatkan akses kamar mereka. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya mereka mendapatkan kartu akses juga nomor kamar yang bisa mereka tempati, mereka segera berlalu untuk mencari nomor kamar yang tertera pada kartu.

Lantai 5 kamar nomer 6 dan 7,di sini lah mereka sekarang, di depan pintu kamar mereka masing-masing.

"Iki kamu beresin dulu barang-barang kamu ya, nanti kalo udah beres bilang sama kakak, nanti kita turun ke bawah buat ketemu sama temen kakak."

Riki mengangguk "Oke kak."

Tadinya Riki tidak paham bagai mana cara untuk membuka pintu kamarnya, untung saja tadi Jevan sempat mengajarinya cara untuk membuka pintu kamar miliknya sendiri. Segera Riki menempelkan kartu akses yang dia punya kemudian menempelkan sidik jarinya. Pintu itu terbuka memperlihatkan kamar yang__sebenernya tidak besar-besar amat tapi berhubung Riki baru pertama kali tinggal di kota jadi lah dia merasa senang dan antusias saat melihat kamar barunya.

"Wah kamar ini bagus sekali lebih bagus dari kamarku di desa," Tiba-tiba Riki merasa sedih "Nenek, liat deh Iki udah sampe di kota seperti mimpi Riki dulu." Ucap Riki dengan nada sendu.

Sebenarnya mudah saja kalau Riki ingin pergi ke kota dari dulu. Hanya saja sang nenek selalu melarangnya dengan keras, entah karena apa, sebab neneknya tidak pernah memberi tau alasan yang jelas saat Riki bertanya. Riki yang sangat menyayangi neneknya itu tentu saja mematuhi perintah sang nenek untuk tidak coba-coba pergi ke kota, walaupun sebenarnya Riki sangat ingin.

Tidak ingin tenggelam dalam rasa sedihnya, Riki segera membereskan barang bawaanya. Tidak butuh waktu lama karena memang barang yang Riki bawa tidak terlalu banyak, segera setelah selesai dengan tugasnya Riki keluar untuk menemui Jevan.

Riki sudah berdiri di depan pintu kamar Jevan, di pencetnya tombol yang terdapat pada pintu itu. Tidak butuh waktu lama, Jevan keluar dengan wajah yang terlihat lebih segar, sepertinya dia habis mandi.

"Kamu udah selesai?"

"Udah kak, ayo katanya mau ketemu sama temen kakak." Ucap Riki bersemangat.

Jevan tersenyum "Semangat banget kayanya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: an hour ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEVEN (2055) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang