✰ᴄᴜʀʜᴀᴛ✰

261 28 3
                                        

⭐⭐⭐⭐⭐

ᴋᴇᴇsᴏᴋᴀɴ ʜᴀʀɪɴʏᴀ

Di sekolah, suasana masih terasa biasa saja, tapi di dalam hati Afan, gelombang kecemasan terus menghantam. Selama pelajaran, ia lebih banyak diam, dan Serly yang duduk di sebelahnya semakin khawatir.

Saat istirahat tiba, Serly menarik Afan ke taman belakang sekolah. "Afan, kamu kenapa sih? Dari kemarin aku lihat kamu nggak seperti biasanya. Ada masalah ya?" tanyanya dengan lembut.

Afan awalnya ragu, tetapi sorot mata penuh perhatian dari Serly membuatnya merasa lebih nyaman. "Serly... aku bingung. Kemarin ada pria yang bilang dia ayah kandung aku," ucapnya pelan.

Serly terkejut, tapi mencoba tetap tenang. "Ayah kandung? Tapi bukannya orang tua kamu sudah...?"

"Iya," potong Afan cepat. "Itu yang aku tahu. Selama ini aku percaya mereka sudah nggak ada. Tapi pria itu... dia bilang dia ayah kandung aku. Aku nggak tahu harus percaya atau nggak."

Serly menatap Afan dengan penuh simpati. "Apa dia ngasih bukti apa-apa?"

Afan menggeleng. "Nggak. Dia cuma bilang kalau dia akan kembali. Aku cerita ini ke Daddy, dan Daddy bilang nggak usah percaya sama dia. Tapi... di dalam hati, aku tetap merasa ada yang aneh."

Serly menghela napas. "Aku ngerti perasaan kamu, Fan. Kalau aku di posisi kamu, aku juga pasti bingung. Tapi aku yakin, Daddy kamu dan abang-abang kamu pasti akan melindungi kamu."

Afan tersenyum kecil. "Iya, mereka bilang aku nggak perlu mikirin ini. Tapi aku takut... gimana kalau ternyata dia benar?"

Serly meraih tangan Afan dan menggenggamnya erat. "Kalau itu benar, kamu tetap nggak sendirian, Fan. Kamu punya keluarga yang sayang sama kamu, dan kamu punya aku juga. Apa pun yang terjadi, kita hadapi sama-sama, ya?"

Kata-kata Serly membuat hati Afan sedikit lebih tenang. Ia merasa bersyukur memiliki teman seperti Serly. "Makasih, Serly. Aku nggak tahu apa yang harus aku lakukan tanpa kamu."

Serly tersenyum. "Itulah gunanya teman, kan? Jangan ragu buat cerita ke aku kalau kamu butuh."

Afan mengangguk, merasa lebih kuat. Namun, jauh di dalam hatinya, pertanyaan tentang pria misterius itu tetap belum terjawab.

ᴅɪ sɪsɪ ʟᴀɪɴ

Pria yang mengaku sebagai ayah kandung Afan sedang berbicara dengan seorang wanita di sebuah tempat terpencil.

“Kau yakin ini waktu yang tepat?” tanya wanita itu dengan nada khawatir.

“Ini satu-satunya cara. Aku harus membawa dia ,” jawab pria itu tegas.

“Tapi keluarga Dirgantara tidak akan membiarkan itu terjadi,” balas wanita itu.

“Aku tahu,” pria itu menghela napas. “Tapi kita harus bawa afan ”

Wanita itu diam sejenak, lalu berkata dengan nada serius, “Kalau kau salah langkah, ini bisa berakhir buruk untuk kita.”

“kamu tenang saja ini tidak akan berakibat buruk untuk kita dan lagi keluarga dia sudah mendatangani suara itu kan ,” balas pria itu dengan penuh tekad.

"Seterah kamu deh asal ini berjalan lancara dan kmu harus ingat kita berhadapan dengan siapa" balas wanita tersebut

"Iya aku tau ituu kita beri waktu mereka untuk menghabiskan waktu bersama mereka sebelum mereka mengikhlaskan afan untuk pergi bersama kita " balas pria tersebut

ᴋᴇᴍʙᴀʟɪ ᴋᴇ ᴀғᴀɴ

"Udah, Fan, nggak usah dipikirin lagi, ya. Kamu masih punya banyak orang yang peduli sama kamu," ucap Serly dengan lembut.

Afan tersenyum kecil. "Makasih, Serly. Aku bersyukur punya teman kayak kamu. Kalau aku butuh tempat curhat, aku pasti bakal cerita lagi ke kamu."

Serly balas tersenyum. "Kapan pun kamu butuh, Fan. Aku selalu ada buat kamu."

Namun, obrolan mereka terhenti saat seseorang tiba-tiba datang menghampiri.

"Hei, lagi ngomongin apa nih?" suara ceria Aluna memecah suasana.

Serly langsung memutar bola matanya, malas menanggapi. "Nggak ngomongin apa-apa, dan kamu nggak perlu tahu."

Aluna terkekeh kecil. "Pelit banget sih, Ser. Oh ya, baby-ku ini," ia menoleh ke Afan sambil menyerahkan sebungkus cokelat stroberi, "aku bawain cokelat dari Jerman. Papa aku baru pulang dari sana kemarin."

Afan menerima cokelat itu dengan senyuman. "Makasih ya, Kak Aluna."

"Sama-sama. Dimakan ya, tapi jangan kasih ke siapa-siapa, apalagi dia," jawab Aluna sambil melirik tajam ke arah Serly.

Serly yang mendengar langsung mencibir. "Dih, siapa juga yang mau! Lagian, gue bisa beli sendiri kalau cuma cokelat begitu."

"Kalian kenapa sih selalu ribut tiap ketemu? Afan jadi pusing dengerin kalian," ucap Afan sambil menggelengkan kepala.

Aluna tersenyum manis ke arah Afan. "Dia aja yang selalu ngajak ribut duluan, baby."

Serly langsung merespons dengan nada tinggi. "Enak aja! Lo yang mulai duluan!"

Afan menghela napas panjang, mencoba menengahi. "Udah, mending kalian balik ke kelas masing-masing aja. Aku mau ke toilet dulu."

"Yuk, Fan, kita ke kelas," ajak Serly.

"Serly, kamu duluan aja. Aku ke toilet sebentar," jawab Afan sambil bangkit dari tempat duduknya.


Setelah meninggalkan taman, Afan berjalan menuju toilet sambil merenung. Namun, belum sampai tujuan, ia merasakan ada seseorang yang mengikutinya.

"Afan," suara berat itu terdengar lagi dari belakang.

Afan langsung berbalik. Pria yang kemarin ia temui di lorong sekolah berdiri di sana, kali ini tanpa ragu mendekat.

"Kita harus bicara," katanya.

"Tapi kenapa harus sekarang? Dan kenapa di sekolah?" tanya Afan, suaranya sedikit gemetar.

Pria itu menatapnya dengan serius. "Aku tidak punya banyak waktu. Kamu harus tahu yang sebenarnya. Aku—"

Sebelum ia sempat melanjutkan, suara langkah kaki yang mendekat membuat pria itu berhenti. Kenzo dan Galen muncul dari balik lorong dengan ekspresi dingin.

"Apa yang dia lakukan di sini lagi?" tanya Kenzo dengan nada tajam.

Pria itu mundur selangkah, tetapi tetap berusaha tenang. "Aku hanya ingin bicara dengan Afan."

"Kau pikir kami akan membiarkan itu?" balas Galen, mendekat dengan langkah mantap.

Pria itu mengangkat tangannya, seolah menyerah. "Baiklah, aku pergi. Tapi Afan, kau harus pecaya sama saya"

Setelah mengatakan itu, pria itu berbalik dan menghilang di balik kerumunan.

Wah Siapa sebenarnya pria dan wanita itu? Apa tujuan mereka mendekati Afan? Dan apa betul mereka itu orang jahat atau mereka betul betul orang tua kandung afan

 baby afan 👦 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang