"Demi Allah! ASTAGFIRULLAH!" teriak Miko sampai menjatuhkan ponsel genggamnya.
Pemuda yang posisinya kalau di rumah malas masak padahal pekerjaannya adalah koki. Mengelus dada sambil menutup pintu kamarnya.
"Lo enggak kerja apa gimana? Santai banget hidup kaya enggak punya cicilan."
Karena ini Eros yang ditanya, maka dia hanya perlu menjawab. "Gue memang enggak punya cicilan, Bang."
"Oh iya, lupa gue kalau lo anak orang kaya yang jadi dokter cuman karena gabut doang," sindir Miko.
Ngomong-ngomong, ini sudah jam sebelas siang. Kelewat siang kalau masih ada manusia yang baru aja bikin sarapan.
Di meja makan hanya ada Eros dan Miko. Sisanya pasti sudah pada pergi berkerja. Apalagi Liam, jam segini mungkin lagi belah semangka sama yang punya kebunnya.
Bukan menuduh, masalahnya kemarin si Liam pulang-pulang gondol semangka dua biji. Mana satu bentuknya bulat satu bentuknya lonjong pula.
Ini Miko paham kenapa Kumpala aja sampai benci sama Mark. Miko jadi mau ikutan benci tapi masalahnya perumahan ini punya si juragan semangka.
Miko bikin kopi, Eros justru bikin susu yang sekarang tinggal setengah. Mau diledek nanti uang jajan Miko berkurang dari Eros.
Mulut Miko hampir saja mengeluarkan kata kalau bukan karena sosok Sasra si dokter anak keluar dari kamarnya dengan setelan baju rapih, wangi, ganteng, tapi sayangnya ditinggal kawin.
Maaf, nikah maksudnya.
"Bro?" panggil Miko. "Mau ke mana?"
"Kerja lah? Masa iya ke kuburan?"
"Tumben amat berangkat siang biasanya pagi mulu."
Sasra menarik kursi meja makan. Lalu mengambil alih kopi yang baru saja Miko buat. "Makasih banyak buat kopinya, Mik."
"Bangsat! Belum juga gue cicip!"
"Kalau lo lupa ini hari Jumat. Jadwal gue kalau Kamis sama Jumat selalu siang, ini sekalian gue mau pergi Jumatan, habis itu langsung ke rumah sakit."
"Ya Allah! Maafkan Miko yang lupa ya Allah kalau hari ini Jumat!"
"Ngeles mulu, mau males kan lo!"
"Dih ini hari Jumat anjir gue enggak perlu masak, cari masjid juga pulangnya dapat nasi kotak."
Eros yang waras cuman diem aja. Memang pada dasarnya Miko sama Sasra begitu anaknya. Padahal lebih tua mereka ketimbang Eros, tingkah lakunya justru lebih bocah.
"Lo mau sholat di mana sih sampai cari nasi kotak segala?" tanya Sasra.
"Masjid komplek sendiri lah, sama Liam. Kalau di luar komplek gue takut ngelawan bocah kematian yang kalau rebutan nasi sudah macam rebutan jodoh."
"Lagian kenapa harus jauh-jauh cari masjid? Orang masjid komplek sendiri aja kalau hari Jumat penuh sama makanan bahkan semangka."
Miko menunjuk Eros dengan dagunya. "Gue lupa hari ini hari Jumat. Pantesan tuh bocah enggak berangkat kerja."
"Gue cukup kerja dari Senin sampai Kamis aja, Bang."
"Karena lo enggak butuh duit," sindir Sasra.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Para Bujang
Fiksi PenggemarSesuai nama, mereka itu bujangan enggak ada istri apalagi pasangan. Mereka bujangan yang sibuk kerja, dan juga jagain jodoh orang. Mana ada dua pula yang jagain jodoh orang lain. Kisah ini sebatas pertanda gimana mereka bertemu pasangannya. Ya, kal...