"Gue tau kok, Baal" ucapnya tiba-tiba.
"Tau apa?" aku mengerutkan dahiku.
"Tau kalo sebenernya...lo mau jauhin gue, kan?" (namakamu) tersenyum hambar.
Hatiku mendadak nyeri mendengarnya. Rasanya aku sudah menyakitinya. Menyakiti hati baiknya. Kenapa aku sangat merasa bersalah saat ini?
*Author POV*
Iqbaal menghela nafas panjang. Entah apa yang ingin dia ucapkan saat ini.
Ingin sekali dia menjawab 'ya' tapi hatinya terasa berat mengucapkan satu kata dua huruf itu.
"Sini," Iqbaal melambaikan tangannya pada (namakamu) mengisyaratkan (namakamu) agar mendekat.
(Namakamu) menurut. Wajahnya terlihat murung saat ini.
Setelah (namakamu) duduk disampingnya, Iqbaal mulai berbicara. "Lo mau tau penyebab gue nyari ribut sama preman lagi waktu itu?"
(Namakamu) menatap Iqbaal, lalu mengangguk.
"Okay," Iqbaal menghela nafas. "Jadi waktu pulang sekolah, gue liat Steffi ciuman sama Bastian di bangku taman."
Wajah (namakamu) terlihat kaget. Namun Iqbaal melanjutkan ceritanya.
"Terus entah kenapa hati gue sakit ngeliatnya, (namakamu). Yang ada di pikiran gue cuma gue harus nyakitin diri gue sendiri lebih parah dari biasanya."
"Dan rasa itu... Rasa membenci setiap gadis, makin besar..."
Wajah (namakamu) berubah suram saat Iqbaal mengucapkan kalimat itu. Entahlah, hatinya terasa nyeri mendengarnya. Kalau rasa itu kembali, apakah Iqbaal akan menjauhinya? (Namakamu) adalah seorang gadis, bukan?
"Gue gak tau harus gimana. Entah kenapa, gue gak bisa jauhin lo." Dengan ngeliat wajah lo aja, niat gue buat jauhin lo tuh hilang, (namakamu). tambah Iqbaal dalam hati.
"Tapi lo gak aman kalo terus-terus deket gue. Kenapa lo gak mau ngejauh dari gue?"
(Namakamu) berdeham senjenak. "Karena gue butuh lo" (namakamu) tersenyum tipis.
"Butuh gue?" Iqbaal menautkan kedua alisnya.
(Namakamu) mengangguk.
"Ya. Nasib kita sama, itu yang bikin gue nyaman sama lo, dan butuh lo"Iqbaal terdiam. Apa yang harus dia lakukan? Iqbaal tidak mungkin menjauhi (namakamu). Gadis ini sudah banyak berkorban untuknya. Dan entah kenapa, Iqbaal pun tak rela menjauhinya.
Argh. Iqbaal lelah memikirkannya. Dia ingin tenang saat ini. Dia sudah lelah berfikir.
Iqbaal merentangkan tangannya--dalam posisi tidur. (Namakamu) yang melihat itu hanya mengerutkan dahinya.
"Peluk gue." ucap Iqbaal dengan wajah datarnya.
(Namakamu) sempat kaget mendengar permintaan dari Iqbaal. Namun dia mendekatkan dirinya ragu.
"Masa lo tiduran gini sih, kan susah peluknya" rengek (namakamu). Wajahnya terlihat imut.
'Lucu banget mukanya kalo melas gitu' batin Iqbaal. Seperti biasa, dia hanya mengucapkan pujian untuk (namakamu) dalam hatinya saja.
"Yaudah," Iqbaal duduk dari tidurnya. Hmm, ternyata perutnya masih sakit. Tapi tak apalah.
(Namakamu) tersenyum, lalu memeluk Iqbaal. Iqbaal pun membalas pelukannya.
Jujur saja, (namakamu) sangat rindu memeluk laki-laki yang dipeluknya sekarang. Semua beban (namakamu) terasa hilang saat ada dipelukan laki-laki ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry...
Fiksi Remaja"Aku tidak akan pernah percaya dengan gadis manapun." -Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan "Aku mencintainya, Tuhan. Sungguh, jauh didalam hatiku aku mencintainya. Aku mencintai dia yang tidak pernah mengahargaiku..." - (Nama kamu) Azzura Mischa